Advertisement
Sepanjang Triwulan Pertama 2025 Ada 65 Kasus Kekerasan Anak dan Perempuan di Bantul

Advertisement
Harianjogja.com, BANTUL—Sepanjang triwulan pertama 2025 atau januari-Maret terdapat 65 kasus kekerasan pada anak dan perempuan di Bantul.
"Kasus kekerasan pada anak dan perempuan itu terbagi dalam kejadian kekerasan fisik, psikis, pelecehan seksual, pencabulan, penelantaran, hingga eksploitasi," kata Kepala Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Bantul Ninik Istitarini di Bantul, Jumat.
Advertisement
Menurut dia, kalau secara grafik, kasus kekerasan anak dan perempuan di Bantul paling banyak terjadi dalam hal psikis. Bahkan, sepanjang triwulan pertama 2025, ada 28 kasus tindak kekerasan psikis.
Dia mengatakan apabila dilihat berdasarkan usia, kasus tertinggi kekerasan dialami oleh anak perempuan berusia 0 sampai 17 tahun, yang mana pada triwulan pertama 2025 terdapat 24 kasus kekerasan pada perempuan usia 0-17 tahun.
Kemudian, terbanyak kedua dialami perempuan berusia rentang 25-59 tahun dengan jumlah 22 kasus. Selanjutnya, dialami anak laki-laki berusia 0-17 tahun dengan jumlah 10 kasus, dan perempuan berusia antara 18-24 tahun dengan jumlah sembilan kasus.
"Akan tetapi, kasus itu mengalami penurunan dari tahun 2023, 2024 sampai 2025. Setiap momen Ramadhan, kasus kekerasan pada anak dan perempuan selalu mengalami penurunan, namun saya tidak hafal data sebelumnya," katanya.
BACA JUGA: Empat Bangunan SMP yang Rusak di Bantul Bakal Diperbaiki Tahun Ini
Menurut dia, penurunan kasus kekerasan pada perempuan dan anak ini juga terjadi mengingat masyarakat saat ini sudah mulai sadar untuk melapor, dan setiap tahunnya, kasus kekerasan pada anak dan perempuan dialami oleh korban yang berbeda-beda.
"Jarang sekali ada kasus yang sebelumnya itu menjadi korban dan pada tahun berikutnya menjadi korban lagi. Kasus yang dilaporkan saat ini, rata-rata dialami oleh para korban baru," katanya
Dia mengatakan berbagai alasan terjadinya kasus kekerasan tersebut dikarenakan berbagai hal, di antaranya karena adanya pernikahan dini yang berdampak pada belum matangnya dari segi mental maupun ekonomi.
"Termasuk juga pemahaman tentang keluarga itu seperti apa, itu masih kurang. Seperti apa saja yang harus dipersiapkan untuk menjadi keluarga yang baik dan bahagia, itu juga belum dipersiapkan dengan matang," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Antara
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Advertisement
Tren Baru Libur Sekolah ke Jogja Mengarah ke Quality Tourism
Advertisement
Berita Populer
- Tidak Dapat Murid Baru, 10 SD di Gunungkidul Tak Langsung Ditutup
- Operasi Patuh Progo di Jogja Segera Dimulai, Ini Sasaran Pelanggaran yang Ditindak
- Baru Diluncurkan, Koperasi Desa Merah Putih Sinduadi Dapat Ratusan Pesanan Sembako
- DIY Bakal Bentuk Sekber Penyelenggara Haji-Umroh, Upayakan Direct Flight dari Jogja ke Makkah
- Sasar 2 Terminal di Gunungkidul, Kegiatan Jumat Bersih Jangan Hanya Seremonial Semata
Advertisement
Advertisement