Advertisement
Ada Lagi Hewan Mati di Zona Merah Antraks, Lalu Lintas Ternak di Gunungkidul Bakal Diawasi Ketat

Advertisement
Harianjogja.com, GUNUNGKIDUL—Pemkab Gunungkidul akan meningkatkan pemantauan dan pengawasan terhadap lalu lintas ternak jelang perayaan Iduladha. Hal ini tak lepas adanya kasus dua ekor ternak yang mati secara mendadak di Kalurahan Tileng, Girisubo.
Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Gunungkidul, Wibawanti Wulandari mengatakan, kembali menemukan dua ternak mati di Kalurahan Tileng. Ia memastikan, tidak ada aktivitas penyembelihan bangkai karena langsung dikubur menggunakan cara penanganan antraks.
Advertisement
“Kejadiannya minggu lalu. Yang mati satu ekor sapi dan kambing,” kata Wibawanti kepada wartawan, Selasa (6/5/2025).
Untuk kepastian penyebab kematian apakah karena tertulan antraks atau tidak sudah melakukan pengambilan sampel guna diuji di Balai Besar Veteriner. Meski hasil belum keluar, tapi pihaknya tetap waspada dikarenakan lokasi ternak mati berada di wilayah yang ditemukan penyakit antraks.
“Kalurahan Tileng [Girisubo] dan Bohol di Kapanewon Rongkop merupakan zona merah antraks,” katanya.
Menurut dia, upaya vaksinasi untuk penanggulangan antraks terus dilakukan karena sudah ada 754 ternak di Kalurahan Bohol mendapatkan vaksin. “Sekarang pemberian vaksin ke ternak di Kalurahan Tileng,” katanya.
Meski ada lagi ternak yang mati, ia berharap Masyarakat tidak panik. Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Gunungkidul berkomitmen untuk pencegahan, terlebih lagi jelang perayaan Iduladha.
Upaya pemantauan dan pengawasan ke pasar hewan terus dilakukan sebagai komitmen dalam upaya memerangi kasus antraks. Wibawanti mencatat, setiap tahunnya ada 5.000-6.000 ekor ternak keluar Gunungkidul untuk kepentingan Berkurban.
“Agar aman, kami tidak hanya mengawasi lalu lintas ternak. Tapi, juga ada kewajiban mengurus surat keterangan kesehatan hewan bagi ternak yang akan dibawa keluar dari Gunungkidul,” katanya.
Sekretaris Daerah Gunungkidul, Sri Suhartanta mengatakan, pos pos pengawasan ternak di wilayah perbatasan akan dioptimalkan. Selain itu, untuk mencegah antraks juga sudah menggagas peraturan memberikan kompensasi bagi ternak mati karena penyakit.
Sesuai dengan draf Peraturan Bupati yang disusun, setiap ternak yang mati akan diberikan kompensasi maksimal Rp5 juta per ekornya. Namun, kepastian nominal juga bergantung dengan jenis maupun besar kecilnya ternayk yang dimiliki.
“Jadi nantinya kompensasi yang diberikan tidak sama. Kalau sapi yang sudah dewasa dan besar akan mendapat Rp5 juta per ekor,” katanya.
Menurut dia, kompensasi diberikan untuk mencegah terjadinya penyembelihan bangkai ternak maupun praktik brandu yang seringkali menjadi penyebab antraks di Gunungkidul. “Memang tidak bisa menutupi kerugian menyeluruh. Paling tidak, kompensasi diberikan bisa untuk mengebumikan ternak mati sekaligus dapat dipergunakan membeli anakan ternak kemudian dibesarkan,” ungkap Sri Suhartanta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement

Pendaki Magetan Meninggal di Gunung Lawu, Diduga Hipotermia
Advertisement

Perayaan HUT Kemerdekaan RI, Semarak Merah Putih Berkibar di Candi Prambanan, Borobudur dan Ratu Boko
Advertisement
Berita Populer
- Jadwal KRL Jogja Solo Akhir Pekan Ini 16-17 Agustus 2025, dari Stasiun Tugu Sampai Palur
- Ada Layanan Perpanjangan SIM di Alun-alun Kidul Sabtu Malam Ini
- Jadwal Lengkap KA Prameks Jogja-Kutoarjo dan Kutoarjo Jogja, Sabtu 16 Agustus 2025
- Jadwal dan Tarif Bus DAMRI Bandara YIA ke Jogja hingga Kebumen
- Jadwal Angkutan Sinar Jaya dari Jogja ke Pantai Baron dan Drini Gunungkidul
Advertisement
Advertisement