Advertisement
Jembatan Apung Sungai Progo Masih Beroperasi, Kendaraan Lewat Dibatasi

Advertisement
Harianjogja.com, BANTUL—Jembatan apung yang dibangun secara swadaya warga di wilayah Kamijoro, Sendangsari, Pajangan, Bantul, masih beroperasi hingga saat ini meski tidak memiliki izin resmi dari Balai Besar Wilayah Sungai Opak (BBWSO). Keberadaan jembatan tersebut dianggap vital bagi warga sekitar untuk mempercepat akses menuju berbagai wilayah terutama Jogja.
Salah satu warga yang membangun jembatan Sudiman mengatakan, BBWSO sejak awal tidak menyarankan pengajuan izin karena jembatan apung dinilai tidak memenuhi standar kelayakan.
Advertisement
“Kalau izin kayaknya nggak bisa soalnya tidak memenuhi syarat. Tapi pihak BBWSO juga tidak bisa berbuat banyak, karena masyarakat masih membutuhkan sedangkan pemerintah belum bisa membuatkan yang lebih layak,” ujarnya, Rabu (3/9/2025).
BACA JUGA: Pembangunan RS Pratama Patuk Dilanjutkan dengan Anggaran Rp3,4 Miliar
Meski demikian, pihak pengelola tetap melaporkan keberadaan jembatan ke BBWSO melalui surat pemberitahuan yang sudah diterima. “BBWSO sempat datang sekali dan memberikan arahan. Salah satunya, kalau ada banjir besar jembatan harus ditutup, dan sampah-sampah yang tersangkut di aliran sungai harus segera dibersihkan supaya tidak menghambat arus,” ucapnya.
Jembatan apung itu dibatasi hanya untuk kendaraan ringan dengan tonase maksimal satu ton. Aturan tersebut sudah dipasang di plang peringatan di sekitar lokasi. “Kalau ada yang bawa barang lebih dari satu ton, seperti batako, ya kami tolak. Pernah ada yang terpaksa balik karena muatannya berlebih. Itu demi keamanan bersama,” kata Sudiman.
Menurutnya, pengguna jembatan sebagian besar hanya warga lokal yang membutuhkan akses cepat. “Prinsip saya yang penting warga sini bisa melintas dengan cepat kalau mau ke Jogja,” katanya.
Lurah Sendangsari, Pajangan, Durori mengungkapkan pembangunan jembatan apung di wilayahnya itu murni inisiatif warga. Durori menilai, meskipun jembatan tersebut belum memenuhi standar resmi, keberadaannya sangat membantu masyarakat karena menjadi jalur alternatif yang bisa memangkas biaya transportasi.
Menurutnya, warga yang biasanya harus mengeluarkan biaya Rp20.000–Rp30.000 jika melewati jalur resmi, hanya perlu sekitar Rp10.000 dengan adanya jembatan ini.
“Kalau hanya dilarang tanpa ada solusi, kasihan warga. Jembatan ini jelas berfungsi untuk jalur ekonomi, mengurangi beban biaya transportasi,” kata Durori.
Namun ia menekankan pentingnya memperhatikan faktor keselamatan. Pemerintah desa, kata Durori, mendorong agar pengelola atau pihak terkait memberikan aturan jelas mengenai kapasitas jembatan, baik untuk kendaraan roda dua maupun roda empat.
“Kalau memang sifatnya darurat, perlu ada aturan tegas, misalnya roda kecil maksimal empat kendaraan, roda besar harus bergantian. Intinya ada pengelolaan yang memperhatikan aspek keamanan,” ungkapnya.
Durori berharap pemerintah daerah bisa turun tangan memberikan penyuluhan maupun fasilitasi pembangunan jembatan yang lebih layak. “Kalau difasilitasi dibangunkan jembatan resmi tentu akan lebih baik. Karena kalau hanya melarang, tanpa solusi, itu tidak adil bagi masyarakat,” tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement

Anggaran Kementerian Kelautan dan Perikanan Naik Jadi Rp13 Triliun
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
- Waspadai Pohon Tumbang, DLH Kota Jogja Terjunkan Tim Khusus
- Jadwal KA Prameks Hari Ini, 3 September 2025, dari Stasiun Kutoarjo Purworejo
- Jadwal Bus DAMRI ke Bandara YIA, dari Jogja, Purworejo dan Kebumen, Hari Ini
- Jadwal KRL Solo Jogja Berangkat dari Stasiun Palur
- Jadwal KA Bandara YIA dan KA Bandara YIA Xpress, 3 September 2025
Advertisement
Advertisement