Advertisement
Dari 33 SPPG di Bantul, Baru 2 yang Kantongi SLHS

Advertisement
Harianjoga.com, BANTUL–Dinas Kesehatan (Dinkes) Bantul menyebut dari sebanyak 33 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang beroperasi di wilayahnya baru dua di antaranya yang resmi memiliki Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS).
Sertifikat itu disebut penting dimiliki oleh penyedia jasa pangan untuk menjamin keamanan dan kebersihan produknya bagi konsumen.
Advertisement
BACA JUGA: Orang Tua Tuntut Keterbukaan Terkait MBG
Kepala Dinkes Bantul, Agus Tri Widyantoro menjelaskan, kewajiban kepemilikan SLHS bagi SPPG masih merujuk pada kebijakan pusat. Meski begitu, ia menegaskan sebagian SPPG di Bantul yang berawal dari usaha katering sudah mengantongi sertifikat tersebut. “Yang SLHS ada dua. SPPG yang terdata ada 33,” katanya, Jumat (26/9/2025).
Pihaknya mendorong agar SPPG proaktif dalam mengurus SLHS guna memastikan bahwa layanan makan bergizi gratis (MBG) yang disalurkan kepada murid terjamin keamanannya. "Pengurusannya termasuk gampang, setelah diperiksa petugas kami nanti akan ditembuskan ke dinas terkait untuk proses perizinannya," ungkap dia.
Kepala Bidang Penanggulangan Penyakit Dinkes Bantul, Samsu Aryanto menyebut, kepemilikan SLHS tidak serta merta bisa diperoleh tanpa proses. Setiap SPPG wajib mengikuti pelatihan keamanan pangan lebih dulu, mulai dari cara pengolahan, penyimpanan bahan makanan, hingga penyajian makanan matang.
“Prosesnya dimulai dengan pelatihan keamanan pangan. Setelah itu kami lakukan supervisi langsung di lapangan untuk memastikan standar kebersihan, mulai dari air bersih, pengolahan, hingga penyajian. Kalau sudah memenuhi syarat, baru bisa mengajukan penerbitan SLHS,” jelasnya.
Ia menegaskan, SLHS berlaku untuk semua usaha boga, baik katering, rumah makan, restoran, hingga SPPG. Penerbitan sertifikat dilakukan melalui Dinas Perizinan setelah Dinkes mengeluarkan hasil inspeksi. “Kalau semua sudah sesuai standar, bisa langsung diproses dan tidak ada biaya alias gratis,” ujarnya.
Dinkes Bantul mengaku terus mendorong SPPG agar proaktif mengurus sertifikasi tersebut, mengingat insiden keracunan pangan kerap terjadi di berbagai daerah. Namun, keterbatasan tim teknis membuat proses pendampingan dilakukan secara bertahap.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement

Belanda akan Kembalikan 28.000 Keping Fosil Manusia Purba
Advertisement

Kemenpar Promosikan Wisata Bahari Raja Ampat ke Amerika dan Eropa
Advertisement
Berita Populer
Advertisement
Advertisement