Advertisement
Orang Tua Tuntut Keterbukaan Program MBG di Bantul, Nggak Perlu Ditutupi

Advertisement
Harianjogja.com, BANTUL—Sejumlah wali siswa di Bantul menuntut adanya transparansi Program Makan Bergizi Gratis (MBG). Selain keluhan soal kualitas menu, muncul isu adanya perjanjian antara pihak sekolah dan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) untuk menutup informasi apabila terjadi keracunan.
Sukro Riyadi, orang tua siswa SMA Negeri 1 Jetis Bantul, mengaku secara prinsip program MBG sangat membantu keluarga. Menurutnya, beban orang tua menjadi lebih ringan ketika anak-anak mendapatkan makanan bergizi di sekolah.
Advertisement
“Pada prinsipnya, kalau soal program makan bergizi gratis itu sangat membantu orang tua. Karena disadari atau tidak, ketika sudah dapat MBG, secara otomatis bahwa uang saku anak akan turun. Nah, selain itu, orang tua akan merasa tenang ketika program MBG itu sudah berjalan di sekolah,” ujarnya, Kamis (25/9/2025).
BACA JUGA: Pemkab Bantul Benarkan Ada Klausul Kerahasiaan dalam Program MBG
Namun Sukro juga mengingatkan adanya risiko keracunan yang dikhawatirkan orang tua. Ia menolak keras jika ada perjanjian menutup informasi ketika KLB terjadi.
“Saya kira enggak ya (penutupan informasi ketika terjadi keracunan), harus dibuka saja. Itu sebagai bentuk kehati-hatian, sekaligus menjaga profesionalisme pelaksanaan program. Jangan sampai karena pengawasan kurang sehingga pelaksanaan asal jalan,” tegasnya.
Kritik juga datang dari orang tua siswa tingkat SD di wilayah Bantul, Martini Efania. Ia menuturkan, anaknya sering tidak menyukai menu MBG yang dibagikan di sekolah. Beberapa kali makanan bahkan dibuang karena aroma dan rasa yang dianggap tidak layak konsumsi.
“Anak saya pernah dapat ayam lalu dibawa ke rumah, tapi itu maaf, aromanya kurang sedap. Seperti tidak ada bumbunya, jadi cuma cemplung minyak aja. Padahal anak saya suka ayam goreng, tapi ayam versi MBG itu tidak doyan dimakan, bahkan saya sendiri pun enggak bisa makan,” keluhnya.
Ia menambahkan, menu yang disajikan sering kali tidak sesuai dengan selera anak-anak, misalnya nasi diganti kentang atau sayuran yang kurang diminati siswa SD.
“Di grup wali ramai sekali yang mengeluh. Banyak ibu-ibu tetap membekali anaknya makanan dari rumah karena khawatir anak tidak makan,” jelasnya.
BACA JUGA: SPPG di Bantul Minta Sekolah Rahasiakan Jika Terjadi Keracunan MBG
Lebih jauh, ia juga mengaku mendengar adanya perjanjian antara sekolah dan SPPG agar informasi terkait kasus keracunan tidak disebarkan keluar. Ia menilai hal itu tidak bisa dibenarkan karena menyangkut kesehatan anak-anak.
“Kalau saya pribadi tidak setuju, karena itu kan kesehatan anak. Saya mending tidak usah dapat MBG daripada anak keracunan. Saya masih bisa memberikan makanan yang layak dan higienis buat anak saya,” katanya.
“Kalau anak sakit otomatis kita bawa ke dokter, dan pasti dokter akan tanya penyebabnya. Enggak mungkin kita diem saja. Jadi kalau ada perjanjian untuk menutup-nutupi, jelas merugikan orang tua,” tutur salah satu wali murid.
Sebelumnya diketahui, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bantul membenarkan adanya klausul kerahasiaan dalam kerja sama antara sekolah penerima program Makan Bergizi Gratis (MBG) dengan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG).
Isi perjanjian itu meminta pihak sekolah tidak membuka informasi jika terjadi kejadian luar biasa (KLB), termasuk dugaan keracunan maupun masalah distribusi makanan.
Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Pemkab Bantul, Hermawan Setiaji, mengungkapkan pihaknya sudah mengonfirmasi hal tersebut langsung ke SPPG.
“Dari SPPG konfirmasi kalau sebenarnya itu tidak perlu terjadi. Dan nanti, diperikatan berikutnya akan diperbaiki,” kata Hermawan, Kamis (25/9/2025) pagi.
Menurut Hermawan, aturan semacam itu tidak seharusnya berlaku. Ia menekankan pemerintah daerah mesti segera diberitahu ketika ada kasus keracunan makanan ataupun peristiwa KLB lainnya.
“Itu seharusnya enggak boleh. Apalagi, poin nomor tujuh itu, apabila terjadi keracunan seharusnya cepat-cepat kasih tahu ke kami,” ujarnya.
Ia juga menegaskan, permintaan untuk merahasiakan kasus KLB bertentangan dengan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 2 Tahun 2013 tentang KLB Keracunan Pangan.
“Jadi, untuk klausul berikutnya, poin itu (permohonan dari SPPG ke pihak sekolah untuk merahasiakan apabila terjadi KLB dalam MBG) dihilangkan. Karena kalau sesuai dengan Pemenkes itu kan ada kewajiban baik dari SPPG maupun sekolahan, kalau ada KLB segera memberitahukan kepada aparat pemerintah paling depan,” jelasnya.
Ia menambahkan, Pemkab siap melakukan penanganan darurat apabila sewaktu-waktu KLB benar-benar terjadi. Pembentukan Satgas khusus pun sudah dilakukan sebagai bentuk antisipasi.
“Maka nanti itu perlu ada perubahan ikatan (perubahan perjanjian kerja). Dan Satgas kami sudah terbentuk. Salah satu materi yang akan ditekankan kan ke SPPG soal poin itu (permohonan dari SPPG ke pihak sekolah untuk merahasiakan apabila terjadi KLB dalam MBG),” tegasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement

Diduga Sebabkan Keracunan, 3 Dapur MBG di Bandung Barat Ditutup
Advertisement

Kemenpar Promosikan Wisata Bahari Raja Ampat ke Amerika dan Eropa
Advertisement
Berita Populer
Advertisement
Advertisement