Advertisement
Nelayan Bantul Mulai Melaut Setelah Lama Paceklik di Kemarau
Ilustrasi nelayan. Foto dibuat oleh AI - Freepik
Advertisement
Harianjogja.com, BANTUL—Musim hujan menjadi tanda perubahan aktivitas bagi para nelayan di pesisir selatan Bantul.
Setelah berbulan-bulan menggantungkan hidup dari hasil tangkapan benih-benih lobster atau BBL, kini mereka kembali ke laut lepas untuk menjaring ikan berbagai jenis yang mulai dilakukan.
Advertisement
Salah satu nelayan Pantai Kuwaru, Gambos, 50, mengatakan masa paceklik ikan pada musim kemarau membuat nelayan tak punya banyak pilihan selain mencari BBL. Namun, pendapatan dari hasil tangkapan benih lobster itu kerap tak menentu karena harga jual yang fluktuatif.
“Ya kan saat musim kemarau itu paceklik ikan, kemudian berburu BBL tadi,” katanya saat diihubungi, Minggu (2/11/2025).
BACA JUGA
Ia menambahkan, harga BBL sering berubah-ubah dan kadang hanya laku Rp1.000 per ekor, jauh dari cukup untuk menutup biaya operasional harian.
Memasuki bulan September hingga Oktober, kondisi laut mulai berubah. Hujan yang turun menjadi pertanda datangnya musim panen ikan.
“Akhir bulan Oktober ini musim hujan mulai berlangsung dan nelayan mulai berburu ikan dan meninggalkan BBL,” katanya.
Gambos menyebutkan, hasil tangkapan nelayan kini mulai bervariasi. Beberapa jenis ikan yang banyak dijaring di antaranya layur, baby tenggiri, dan ikan teri, dengan harga jual sekitar Rp5.000 per kilogram. Menurutnya, meski harga masih tergolong rendah, setidaknya hasil tangkapan lebih stabil dibandingkan berburu BBL yang risikonya tinggi.
Hal senada disampaikan nelayan Pantai Depok, Tukiwan, yang mengakui bahwa masa kemarau memang menjadi periode tersulit bagi nelayan. Saat angin timur berembus kencang, ikan sulit ditangkap sehingga penghasilan menurun drastis. Namun, begitu musim hujan tiba, hasil tangkapan kembali meningkat.
“Musim timuran itu paceklik ikan, saat memasuki musim penghujan mulai musim panen ikan,” ujarnya.
Meski demikian, Tukiwan mengingatkan bahwa musim panen ikan juga diiringi risiko besar. Gelombang tinggi dan angin kencang kerap menjadi tantangan utama. Dalam kondisi ekstrem, bahkan kapal nelayan bisa terbalik atau karam.
“Belum lama ini ada kapal nelayan yang karam akibat diterjang gelombang pasang. Beruntung tekong dan anak buah kapal atau ABK selamat,” ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Advertisement
Wisata DEB Balkondes Karangrejo Borobudur Ditawarkan ke Eropa
Advertisement
Berita Populer
- Perkenalkan, Kepala Dinsos dan Kepala Dinkes Kulonprogo yang Baru
- Bangun Jurnalisme Berperspektif Kesejahteraan Hewan
- Satu Jabatan Pimpinan Tinggi di Bantul Belum Dilantik
- Perangkat Kalurahan dan Swasta Paling Banyak Disidang di Tipikor Jogja
- DPUPKP Bantul Petakan Titik Genangan dan Talut Rawan Longsor
Advertisement
Advertisement





