Advertisement
Seni dan Arsip untuk Merawat Ingatan Kekerasan oleh Negara
Sejumla pengunjung melihat karya seni yang dipamerkan dalam Titik Rapuh Republik, Arsip, Luka, dan Ingatan sebagai Perlawanan,di Langgeng Art Gallery, Rabu (17/12/2025). - Harian Jogja/Lugas Subarkah
Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA—Memperingati hari HAM internasional, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta menggelar pameran arsip, seni dan fotografi bertajuk Titik Rapuh Republik, ‘Arsip, Luka, dan Ingatan sebagai Perlawanan’.
Pameran ini melibatkan sekitar 30 seniman dan berlangsung di Langgeng Art Gallery, Rabu-Kamis (17-18/12/2025). Pada bagian depan terdapat karya-karya foto berjudul Bogorame Menolak Tenggelam. Bogorame merupakan desa di Demak, Jawa Tengah, yang terancam tenggelam karena abrasi.
Advertisement
Bogorame adalah salah satu titik di mana lanskap Indonesia memperlihatkan dirinya yang paling rentan, sebuah titik rapuh republik yang menyingkap bagaimana perubahan ekologis, struktural, dan politis bertemu dalam sebuah ruang yang perlahan kehilangan pijakan.
Secara estetis, karya-karya ini menegosiasikan dua wilayah sekaligus, yakni keindahan yang lahir tanpa diminta melalui refleksi air dan geometri ruang yang terdistorsi; dan ketidakadilan yang tak dapat dinegasikan, yang menunjukkan bahwa harmoni visual kerap muncul dari ketiadaan negara sebagai pelindung.
BACA JUGA
Dalam konteks Indonesia, Bogorame menjadi penanda geografis dan politis dari pola kerentanan yang sama terjadi di Pekalongan, Semarang Utara, Demak, Muara Gembong, Belawan, dan wilayah-wilayah pesisir lainnya. Kerentanan ini bukan hanya hasil dinamika alam, tetapi produk dari governance gap yang kronis.
Karya para peserta Workshop Fotografi Kemanusiaan ini lahir dari perjumpaan langsung dengan warga Bogorame. Mereka tidak sekadar memotret, tetapi membangun arsitektur empati dan membaca ulang realitas melalui cahaya. Karya-karya ini memperluas percakapan tentang kemanusiaan dan tanggung jawab publik di titik-titik rapuh republik.
Kemudian di ruang berikutnya ada karya-karya seni rupa dan arsip tentang Fuad Muhammad Syafruddina tau Udin, wartawan Bernas di Bantul yang meninggal diduga karena berita-beritanya pada 1996. Karya-karya itu meliputi poster grafis yang memotret perjalanan kasus Udin serta beberapa arsip terkait.
Kasus Udin adalah titik terang yang memperlihatkan bagaimana negara dapat merasa terancam bukan oleh senjata, tetapi oleh informasi yang tak dapat dikendalikan. Udin menulis apa yang tidak ingin didengar kekuasaan penyimpangan wewenang, korupsi, dan praktik politik yang merusak republik dari dalam.
Karena keberaniannya, Udin dianiaya hingga meninggal pada Agustus 1996. Namun yang jauh lebih mengerikan dari kematiannya adalah sunyi yang menyusulnya: pelaku tidak diadili, aktor intelektual tidak disentuh, dan negara gagal menjawab pertanyaan paling sederhana dalam demokrasi, ‘siapa yang bertanggung jawab ketika kebenaran dibunuh?’
Sejak itu, bentuk serangan terhadap pers berubah, tetapi logikanya tetap sama. Jika dulu jumalis diserang fisik, hari ini kebenaran diserang algoritma, dibanjiri hoaks, dibungkam dengan pasal karet, dan dikerdilkan oleh propaganda. Negara tidak selalu melarang berita; sering kali ia hanya memastikan rakyat tidak lagi tahu mana yang harus dipercaya.
Dalam menghadirkan karya dan arsip Udin ini, LBH Yogyakarta bekerja sama dengan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Yogyakarta dan seniman Anang Saptoto. Selain Udin, dalam pameran ini juga ditampilkan beberapa korban kekerasan negara lainnya, seperti Munir, Marsinah dan korban-korban tanpa nama yang tak pernah dicatat dalam buku sejarah.
Seluruh karya dikemas dalam tujuh kategori, yakni Buruh dan Tubuh Yang Direpresi, Kebenaran yang Dipertaruhhkan, Tanah dan Ruan Hidup, Hukum yang Mengancam, Artidjo Alkostar, Korban Tanpa Nama dan Ingatan sebagai Perlawanan.
“Kami menghadirkan beberapa arsip, karya, kita dengar fakta, sejarah, ingatan kita yang saat ini coba disetir kekuasaan. Kami awalnya membuka arsip rapuh tua di ujung sudut ruangan LBH, kasus usang yang memanggil kita semua bahwa pola kekerasan negara itu ternyata masih sama,” ujar Direktur LBH Yogyakarta, Julian Dwi Prasetia.
Arsip menjadi titik awal refleksi LBH Yogyakarta bersama jaringan seniman, masyarakat sipil dan mahasiswa untuk berkumpul dan menyatakan sikap. Di tengah menguatnya rezim represif, LBH Yogyakarta tegas berpihak pada kemanusiaan.
“Kita mendengar ratusan aktivis ditangkap yang hari ini belum mendapat kebebasannya. Rekan kita di tiga provinsi terdampak banjir yang dianggap hanya angka oleh kekuasaan, ribuan meninggal akibat korban kebijakan, ini penegasan posisi dan sikap politik untuk menolak kebiadaban terhadap permasalahan kemanusiaan,” tegasnya.
Wewe Gombel
Penulis dan pegiat literasi Jogja, Muhiddin M Dahlan, mengistilahkan rezim orde baru dan hari ini sebagai wewe gombel, karena gemar menculik dan menangkap anak muda. Wewe gombel ini lah yang dari dulu dilawan oleh LBH Yogyakarta.
“LBH Yogyakarta pernah bertarung melawan kekuatan wewe gombel di Kota Jogja. Dua contoh yang pertama di pekan pertama akhir ‘98 ketika pecah demo di bundaran UGM. Ekor demo yang berakhir chaos adalah hilangnya enam anak muda. Ada penculikan di sana,” ungkapnya.
LBH Yogyakarta berupaya mencari keenam anak muda yang diculik karena dituduh pendemo bayaran itu dan menemukannya di panti sosial. “Agak lama LBH Yogyakarta membuka mulut mereka untuk bersaksi. Mereka trauma penyiksaan, direndam air berjam-jam,” paparnya.
Peristiwa kedua yakni matinya jurnalis Udin yan sampai sekarang masih misterius siapa dalang pembunuhnya. “Polisi juga mengambil paksa barang buktinya. Alat kerja udin diambil. Bundelan kliping berita digondol,” kata dia.
Selain pameran, Titik Rapuh Republik juga diisi dengan sejumlah kegiatan lain, seperti Cerita Ekspedisi Fotografi Kemanusiaan; Ruang Rakyat: Merawat Perjuangan, Kesaksian dan Ingatan Rakyat; Diskusi ‘Indonesia Dibangun Rakyat Digusur’; Longmarch, Mimbar Rakyat dan Street Art.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
- Perpanjang SIM di Gunungkidul Bisa Online, Dicetak dan Diantar
- Wisatawan Keluhkan Retribusi Parangtritis, Dinpar: Klasik
- Laka Lantas di Temon Kulonprogo, Lansia Pengendara Astrea Tewas
- Sambut Nataru, 8 Rumah Panggung TPR Pantai Bantul Beroperasi
- Dinas Pendidikan Gunungkidul Catat 65 Kekosongan Kepala Sekolah
Advertisement
Advertisement





