Advertisement
Uni Eropa Pelajari Nilai Toleransi di Masjid Gedhe Kauman Jogja
Delegasi Uni Eropa berfoto bersama Takmir Masjid Gedhe Kauman dalam kunjungannya, Minggu (30/11/2025). - Harian Jogja - Ariq Fajar Hidayat
Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA—Delegasi Uni Eropa yang berkunjung ke Masjid Gedhe Kauman, Minggu (30/11/2025), mendapati bahwa nilai toleransi yang mereka pelajari di sana bukan sekadar narasi, tetapi praktik yang telah mengakar sejak lama di jantung Kota Jogja.
Masjid yang berdiri sejak abad ke-18 ini menjadi ruang belajar bagi para tamu internasional tentang keberagaman yang telah dirawat masyarakat Jawa di pusat Kota Jogja. Ketua Takmir Masjid Gedhe, Azman Latif, menyebut nilai itu terus dijaga hingga hari ini.
Advertisement
“Saya kira ini penting untuk menyadarkan bahwa kita ini hidup di planet yang sama, membangun di planet yang sama. Agama apa pun, ras apa pun, latar belakang mana pun, kita semuanya harus bersatu untuk mengelola planet yang kita diami ini,” ujar Azman Latif, Minggu (30/11/2025).
Azman mencontohkan pengalaman masa pandemi Covid-19, ketika masjid turut membentuk satuan tugas pemulasaraan jenazah. Menurut dia, layanan itu diberikan bukan hanya untuk Muslim, tetapi juga jenazah penganut agama lain yang kala itu tidak tertangani rumah sakit.
BACA JUGA
Selain itu, ia menjelaskan bahwa arsitektur Masjid Gedhe merupakan masa peralihan dari era Hindu ke Islam. Bentuk atap, ragam hias, dan struktur ruang menunjukkan jejak budaya yang saling memengaruhi.
“Di teras luar penuh pernak-pernik dan warna-warni, melambangkan keduniaan. Ruang ini untuk kegiatan menjalin hubungan sesama manusia, termasuk diskusi dengan Uni Eropa. Sementara ruang dalam lebih sederhana karena khusus untuk hubungan dengan Allah,” kata Azman.
Kekhasan itu juga menjadi perhatian Dunya Elemenler, Ketua Organisasi Masyarakat Kristen-Islam Jerman. Ia telah lebih dari dua dekade berkiprah dalam dialog lintas agama dan budaya. Dalam kunjungannya, ia menyebut Masjid Gedhe memiliki karakter yang tak ditemuinya di banyak negara.
“Masjid ini sangat mengagumkan. Saya mempelajari bahwa ini bangunan yang sangat tua. Keberagaman di sini luar biasa, bahkan ada pengaruh Tionghoa dari struktur bangunan. Aktivitas sosialnya juga unik,” ujarnya.
Dunya menyoroti peran masjid yang membantu warga mengalami masalah finansial, termasuk masyarakat lintas agama. Baginya, praktik itu mencerminkan pemeliharaan keberagaman yang nyata, bukan sekadar wacana.
Sebagai seorang Muslim di Jerman, ia melihat beberapa kemiripan dengan komunitas Muslim di negaranya yang juga berasal dari banyak latar belakang, mulai dari Turki, Suriah, hingga Maroko. Menurut dia, masing-masing membawa kekhasan yang memperkaya kehidupan beragama di Eropa.
“Komunitas Muslim di Jerman juga berasal dari banyak latar belakang. Komunitas Muslim keturunan Turki misalnya, mereka punya lingkungan terbaik karena punya sumber daya yang melimpah,” ucap Dunya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Prabowo Kunjungi Korban Banjir Sumatera, Pengungsi Krisis BBM
Advertisement
KA Panoramic Kian Diminati, Jalur Selatan Jadi Primadona
Advertisement
Berita Populer
Advertisement
Advertisement



