Advertisement

Asyiknya Menunggu Berbuka Puasa Sekaligus Melestarikan Budaya dengan Jemparingan

Beny Prasetya
Minggu, 27 Mei 2018 - 16:15 WIB
Yudhi Kusdiyanto
Asyiknya Menunggu Berbuka Puasa Sekaligus Melestarikan Budaya dengan Jemparingan Puluhan warga mengikuti gladhen jemparingan atau latihan memanah gaya Mataraman di Lapangan Jatikusumo, Desa Pengasih, Kecamatan Pengasih, Sabtu (26/5 - 2018).Harian Jogja/Beny Prasetya

Advertisement

Harianjogja.com, KULONPROGOAda banyak cara dilakukan masyarakat untuk menunggu waktu berbuka puasa. Di Lapangan Jatikusumo, Desa Pengasih, Kecamatan pengasih, sejumlah warga muslim memilih menunggu waktu berbuka puasa dengan olahraga panahan gaya Mataraman atau bisa disebut jemparingan.

Seperti terlihat Sabtu (25/5/2018) sore, ratusan anak-anak, remaja bahkan orang tua beradu kepiawaian membidik sasaran. Dengan mengenakan pakaian adat tradisional Jawa dan duduk bersila, mereka berlomba melepas anak panah dengan membidik bandul. Antusiasme warga yang sangat tinggi sangat terlihat di lapangan. Tak salah jika Pemkab Kulonprogo menetapkan Desa Pengasih sebagai Desa Jemparingan Kulonprogo.

Advertisement

Dalam olahraga ini, setiap pemanah menjalani rambahan alias babak dengan duduk bersila. Setiap pemanah berhak melakukan empat kali percobaan untuk menusukan mata panah ke sasaran tembak berupa balok gabus. Bila ada yang mengenai sasaran, klinthing atau lonceng bakal berbunyi dan terdengar di seluruh lapangan.

"Sabtu Legi merupakan hari terbentuknya Paguyuban Jemparingan Langen Progo, sehingga sore ini [Sabtu] peserta jemparingan yang datang cukup banyak. Tak hanya warga Kulonprogo, banyak warga dari luar seperti dari Bantul, Kota Jogja, bahkan dari Kabupaten Sukoharjo, Sragen dan Temanggung juga datang," kata Pembina Paguyuban Jemparingan Langen Progo, Joko Mursito, saat ditemui Harian Jogja, Sabtu

Pria yang juga menjabat sebagai Sekretaris Dinas Kebudayaan (Disbud) Kulonprogo ini menyatakan kegiatan ini bakal dilaksanakan secara rutin saat Ramadan. Saat akhir pekan, gladhen jemparingan atau latihan jemparingan dilaksanakan secara rutin. "Jadi melestarikan budaya sekaligus berlomba mendapatkan hadiah, maka datang saja untuk belajar, hitung-hitung ikut melestarikan budaya," katanya.

Peserta gladhen jemparingan termuda, Adhi Deja Putra Billi Nugroho, 10, bocah asal Dusun Tobanan, Desa Pengasih, Kecamatan Pengasih, mengaku ikut latihan memanah gaya Mataraman hampir di setiap setiap akhir pekan dalam tujuh bulan terakhir. Menurutnya olahraga tradisional itu sangat menantang lantaran ada sensasi penasaran dalam setiap melepaskan busur panah. "Kalau berhasil mengenai sasaran senang dan puas. Tapi kalau sudah berkali-kali tapi enggak kena, kadang jengkel dan penasaran," katanya

Menurut bocah yang duduk kelas empat SD ini, jemparingan bukanlah hal yang gampang dilakukan. Menurutnya, olahraga ini memerlukan ketenangan dan konsentrasi yang tinggi. Selain itu, bagi dirinya menarik tali busur dan kemudian melepas anak panah cukup menguras tenaga.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Pilihan

Advertisement

alt

AS Disebut-sebut Bakal Memberikan Paket Senjata ke Israel Senilai Rp16 Triliun

News
| Sabtu, 20 April 2024, 17:37 WIB

Advertisement

alt

Rekomendasi Menyantap Lezatnya Sup Kacang Merah di Jogja

Wisata
| Sabtu, 20 April 2024, 07:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement