Advertisement

BELUM TERALIRI LISTRIK : Warga Dusun Wonotawang Minta Listrik Desa Tetangga

Selasa, 11 Juni 2013 - 11:13 WIB
Maya Herawati
BELUM TERALIRI LISTRIK : Warga Dusun Wonotawang Minta Listrik Desa Tetangga

Advertisement

[caption id="attachment_414610" align="alignleft" width="314"]http://www.harianjogja.com/baca/2013/06/11/tak-tersentuh-listrik-warga-dusun-wonotawang-minta-listrik-desa-tetangga-414609/pln-ilustrasi-antara-3" rel="attachment wp-att-414610">http://images.harianjogja.com/2013/06/PLN-Ilustrasi-ANTARA.jpg" alt="" width="314" height="185" /> Foto Ilustrasi
JIBI/Harian Jogja/Antara[/caption]

Aliran listrik belum dirasakan warga di Pedusunan Wonotawang, Desa Sidoharjo, Kecamatan Samigaluh, Kulonprogo. Saat ini mereka mendapatkan aliran dengan cara nggantol dari desa tetangga.

Advertisement

Terkepung di antara gugusan Pegunungan Menoreh membuat instalasi listrik susah untuk menjangkau wilayah Wonotawang. Harapan warga setempat untuk bisa menikmati hiburan televisi, radio, musik bahkan sekadar menyetrika baju pun hanya merupakan impian semata.

Warga sedikit bisa bernafas lega setelah beberapa waktu lalu ada solusi menyambungkan aliran listrik dari kampung sebelah. Kendati harus meggunakan kabel hingga tiga kilometer, warga Wonotawang tetap berupaya untuk mendapatkan listrik.

Setidaknya agar kampung mereka tidak terlihat gelap gulita lantaran tak adanya penerangan lampu listrik. Setelah listrik tersalurkan ke 39 kepala keluarga (KK) di situ permasalahan justru muncul di kalangan warga. Daya listrik sebesar 900 volt ampere (VA) yang disambungkan dari kampung sebelah harus dibagi untuk jumlah rata-rata 10 KK.

Dengan daya listrik sebesar itu tentu tak cukup untuk keperluan menikmati televisi, radio dan lainnya. Padahal warga ingin sekali sesekali bisa sebatas mendengarkan musik. Akibatnya, sering terjadi cekcok antarwarga.

"Namanya saja listriknya cuma 900 VA dan masih dibagi rata alirannya. Kadang ada saja warga yang masih nekat nyalain televisi," ujar Antok, 35, warga setempat, Sabtu (8/6).

Dengan daya yang sangat terbatas, kekuatan aliran listrik hanya bisa untuk menyalakan tiga lampu penerangan masing-masing rumah.

Begitu kecilnya daya sampai-sampai warga hafal betul ketika ada salah satu warga yang tiba-tiba menyalakan televisi atau alat elektronik lainnya selain lampu penerangan.

“Kami tahu kalau ada warga yang menyalakan televisi karena lampu tiba-tiba sedikit redup. Itu tandanya ada warga yang memakai kapasitas listrik berlebihan,” tandasnya.

Menurutnya kalau hanya satu warga yang menyalakan televisi, daya listrik masih kuat. Tapi begitu ada satu warga satu lagi yang berbuat serupa maka seketika padamlah listrik. Sementara untuk menghidupkan kembali warga di instalasi sambungan warga harus ke kampung sebelah yang jaraknya mencapai tiga kilometer.

Beruntungnya kini komunikasi bisa dijembatani dengan telepon genggam. Jadi saat listrik padam, untuk menghidupkan meteran listrik warga di situ tinggal menelepon warga kampung sebelah.

"Tapi kan kalau matinya dalam sehari itu sering kami kan sungkan juga. Padahal di sini itu setiap hari paling sedikit listrik padam selama 10 kali," paparnya.

Beruntungnya percekcokan hanya berlangsung sesaat dan tidak sampai dibawa pada kehidupan sosial lainnya. Persatuan warga dalam hal kegotongroyongan tidak pernah luntur meski setiap hari perang mulut gara-gara listrik padam hampir setiap hari terjadi.

Bagi Prapto Wiyarho, 53, warga lain keterbatasan daya listrik begitu mengganggu profesinya sebagai tukang kayu. Untuk mengerjakan garapan pesanan dia masih mengandalkan peralatan manual. Imbasnya garapannya butuh waktu lebih lama dalam penyelesaiannya.

“Kalau saya pakai peralatan listrik bisa-bisa digerudug warga setiap hari. Ya semoga saja harapan kami untuk memiliki instalasi listrik cepat terkabul sehingga kami bisa menikmati listrik secara maksimal, seperti warga-warga di desa sebelah,” paparnya.

Dia menambahkan, setiap bulan warga harus merogoh kocek sebesar Rp30.000-Rp50.000 untuk membayar iuran listrik. Padahal penggunaannya tidak sebanding dengan biaya yang dikeluarkan karena hanya untuk tiga lampu penerangan.

Solusi lain dengan mengandalkan diesel atau genset sempat muncul. Tapi setelah dikalkulasi apabila menggunakan diesel biayanya jauh lebih besar.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terkait

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Kuta Selatan Bali Diguncang Gempa Berkekuatan Magnitudo 5,0

News
| Jum'at, 26 April 2024, 21:17 WIB

Advertisement

alt

Sandiaga Tawarkan Ritual Melukat ke Peserta World Water Forum di Bali

Wisata
| Sabtu, 20 April 2024, 19:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement