Advertisement

UII Dekatkan Islam dengan Budaya

Bernadheta Dian Saraswati
Jum'at, 02 November 2018 - 14:10 WIB
Laila Rochmatin
UII Dekatkan Islam dengan Budaya Budayawan Emha Ainun Najib (kiri) menjadi pembicara saat sarasehan budaya menyambut diresmikannya Lembaga Kebudayaan Embun Kalimasada di Kantor Yayasan Badan Wakaf UII, Kamis (1/11/2018). - Harian Jogja/Bernadheta Dian Saraswati

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA--Yayasan Badan Wakaf Universitas Islam Indonesia (YBF UII) meresmikan Lembaga Kebudayaan Embun Kalimasada, Kamis (1/11/2018). Lembaga ini ingin ikut memajukan kebudayaan Indonesia dalam dunia pendidikan dan lebih mendekatkan Islam dengan aspek budaya.

Suwarsono Muhammad, Ketua YBW UII mengatakan sejak awal, selain pendirian UII juga direncanakan dibentuknya lembaga lain. Di antaranya Baitul Mal, Majalah Dwi Mingguan Soeara MIAI, perpustakaan Islam, dan masjid besar. Lembaga-lembaga tersebut telah direalisasikan.

Advertisement

"Yang belum terealisasi sampai sekarang itu lembaga kebudayaan. Kami sudah punya rumah sakit JIH dan juga hotel. Dari segi bisnis sudah jalan tetapi aspek spiritualnya belum tersentuh. Maka kami bentuk Embun Kalimasada ini untuk lembaga budaya untuk mendekatkan Islam dengan budaya," kata dia dalam jumpa pers di Kantor YBW UII, Kamis (1/11/2018).

Kegiatan nyata yang akan dilakukan untuk menunjukkan eksistensi lembaga kebudayaan baru ini adalah pameran pada 25 November 2018 mendatang. Dalam pameran ini akan dipajang foto-foto 50 masjid versi tempo dulu dan saat ini. Foto akan dilengkapi narasi kecil tentang arsitektural dan narasi politik.
Menurut rencana, pameran akan dilaksanakan rutin lima kali dalam setahun. Beberapa pameran yang sudah diagendakan adalah pameran sajadah, pameran masa depan partai politik Indonesia, dan pameran zaman perubahan.

Budayawan menilai sebenarnya antara agama dan budaya bisa menyatu. Emha Ainun Najib alias Cak Nun mengatakan sebenarnya pengkotak-kotakan agama dan budaya selama ini terjadi karena cara berpikir yang dangkal dan sempit. "Dalam bahasa Jawa, ciut [sempit], cekak [pendek], cethek [dangkal]," katanya.

Dicontohkan dia, perubahan arsitektural masjid di Indonesia menjadi bernuansa kearab-araban disebabkan cara pandang masyarakat yang berbeda. Unsur kearaban terlihat dari adanya bentuk kubah. "Yang terjadi tergantung gelombang internasional yang masuk apa. Sekarang masjid kearab-araban karena yang ngasih [mempengaruhi] orang Arab, ini sudah terlepas dari budaya," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Surat Edaran Lengkap Kewaspadaan Mycoplasma Pneumonia, Ini Link untuk Mendownload

News
| Minggu, 03 Desember 2023, 14:57 WIB

Advertisement

alt

Jelang Natal Saatnya Wisata Ziarah ke Goa Maria Tritis di Gunungkidul, Ini Rute dan Sejarahnya

Wisata
| Jum'at, 01 Desember 2023, 19:12 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement