Advertisement
Makin Terdesak, Unit Taksi Argo Berkurang
Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA--Keberadaan taksi konvensional atau taksi beragro terus terdesak. Agar tidak tergerus operasional taksi online yang semakin menjamur, perlu ada strategi khusus yang dilakukan taksi konvensional.
Ketua Koperasi Usaha Taksi Pataga Jogja Suwarjo Chandra mengatakan sejak 2016 lalu perusahaan taksi di Jogja mulai menghadapi menjamurnya taksi online. Meski sudah berkali-kali membahas masalah tersebut dengan pemerintah, namun tidak ada solusi konkrit untuk menyelamatkan perusahaan taksi konvensional.
Advertisement
"Kalau 2016 kami menghadapi badai taksi online, saat ini sudah menghadapi tsunami taksi online," katanya kepada awak media, Senin (21/1/2019).
Kondisi tersebut terjadi setelah beberapa tahun terakhir perusahaan-perusahaan taksi di Jogja terus merugi. Tidak sedikit perusahaan taksi lokal yang mulai menjual sebagian kendaraannya. Selain karena tidak kuat menekan biaya operasional, keberadaan taksi argo mulai ditinggal oleh pengemudi karena lari diiming-imingi dapat penghasilan besar (taksi online).
"Sejak 2016 taksi online masuk ke DIY, itu memukul taksi argo. Banyak masalah yang muncul sehingga kami mengalami kerugian yang besar. Kondisi itu terjadi sampai saat ini," katanya.
Hal itu diamini oleh Sekretaris KSU Pataga Hadi Hendro. Dia menjelaskan kondisi terpuruk yang dialami taksi konvensional berdampak pada kesulitan melakukan pembinaan SDM. Sebabnya, pembinaan SDM membutuhkan biayanya.
"Kami menyadari, pelayanan adalah nomor satu. Hanya saja upaya peningkatan pelayanan tidak bisa dilakukan karena kondisi perusahaan terus terpuruk karena perusahaan terus merugi. Beberapa karyawan juga terpaksa kami rumahkan dulu," katanya.
Dijelaskan Hendro, SK Gubernur DIY terbaru memang membatasi izin untuk taksi konvensional sebanyak 1000 unit. Hanya saja, fakta di lapangan banyak unit taksi berarti yang berguguran. Di Pataga saja, dari 54 unit taksi yang bisa beroperasi hanya 25 unit sisanya nganggur.
"Dari informasi yang kami dapat, dari 1.000 unit taksi konvensional yang diizinkan sesuai SK, hanya 760 unit yang masih jalan, setidaknya sekitar 200 unit sekian yang sudah tidak jalan. Banyak supir taksi yang frustasi karena pendapatannya terus berkurang," katanya.
Kondisi tersebut berdampak pada semakin tingginya beban perusahaan. Omzet KSU terus menurun. Jika sebelum ada taksi online omzet (kotor) KSU tersebut rata-rata Rp420 juta per bulan, jumlahnya terus menurun. Mulai Rp330 juta (2016), Rp253 juta (2017), hingga Rp150 juta (2018) perbulan.
"Kami masih semangat. Kalau tidak melangkah dan melakukan perbaikan, taksi argo akan punah. Makanya kami lakukan kerjasama dengan perusahaan taksi lainnya [Blue Bird] agar bisa memperbaiki pelayanan," katanya.
Kerjasama tersebut dilakukan terutama untuk meningkatkan kapasitas pelayanan. Para sopir taksi yang masih bertahan, dilatih selama lima hari agar mampu memberikan pelayanan terbaik.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Ditanya soal Kemungkinan Maju di Pilkada, Kaesang Memilih Ini
Advertisement
Sandiaga Tawarkan Ritual Melukat ke Peserta World Water Forum di Bali
Advertisement
Berita Populer
- Calon Perseorangan Pilkada DIY 2024 Harus Mengantongi Ini
- BKK DANAIS 2024: Rp29,4 Miliar Digulirkan untuk Padat Karya 160 Kalurahan di DIY
- Peringatan OTDA Jadi Momentum Mengarah ke Ekonomi Hijau Wujudkan Kesejahteraan Masyarakat
- AHY Pasang Target LavAni Pertahankan Gelar Juara di Proliga 2024
- Cara Membeli Tiket KA Bandara Jogja via Online
Advertisement
Advertisement