Advertisement

RUU Permusikan Masih Panen Penolakan, Kali Ini dari Musikus Jogja

Lugas Subarkah
Rabu, 03 April 2019 - 21:47 WIB
Arief Junianto
RUU Permusikan Masih Panen Penolakan, Kali Ini dari Musikus Jogja Para narasumber dalam Urun Rembug Wong Jogja, Perlukah RUU Permusikan? Di Kopi Kandang Macan, Senin (1/4/2019). - Harian Jogja/Lugas Subarkah

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA—Gelombang penolakan Rancangan Undang-Undang (RUU) Permusikan terus bermunculan. Salah satunya adalah melalui Urun Rembug Wong Jogja: Perlukan RUU Permusikan yang digelar oleh klikhukum.id di Kopi Kandang Macan, Jogja, Senin (1/4/2019).

Beberapa poin yang dipermasalahkan dalam RUU ini semisal di Pasal 5, yang mengatur agar musikus tidak membawa budaya barat yang negatif, merendahkan harkat dan martabat, menista agama, membuat konten pornografi hingga musik yang provokatif. Pasal ini dinilai sebagai pasal karet yang rentan untuk mengkriminalisasi musikus.

Advertisement

Praktisi Rumah Hukum, Pradnanda Berbudy, mengatakan pasal ini merupakan ketakutan negara secara ideologis terhadap karya musik. Menurutnya, jika musikus membuat konten musik berbau pornografi semisal seperti Jamrud, tidak serta merta membuat pendengarnya terprovokasi untuk berbuat hal serupa.

Dia juga menyoroti banyak poin dalam RUU ini tumpeng tindih dengan UU lainnya, sehingga menjadi tidak memiliki signifikansi lagi. Beberapa poin yang sudah memiliki regulasinya sendiri seperti pelarangan pornografi yang telah diatur dalam UU Pornografi, dan perlindungan hak cipta yang telah dilatur dalam UU Hak Cipta. “Jadi ini apa emang pemerintah nggak punya yang lain untuk dibahas?” ucap Nanda, sapaan akrab Pradnanda.

Menurut dia, sertifikasi untuk kalangan musikus sangat rancu. Ia membandingkan sertifikasi musikus dengan profesi lainnya, lawyer dan dokter. Menurutnya, kedua profesi ini memang butuh sertifikasi, karena menyangkut hidup orang banyak. Sementara musikus dinilai merupakan pekerjaan yang lebih bebas dan semua orang bisa menjadi musikus, sehingga adanya sertifikasi tidak diperlukan.

Poin lain yang banyak dipermasalahkan adalah soal uji kompetensi dan sertifikasi musikus. Jika setiap musikus harus memiliki kompeten, ditakutkan tidak akan lahir benih-benih musikus dari kalangan orang-orang yang tidak bisa mengakses uji kompetensi tersebut.

Salah seorang peserta forum, Perempuan Timur, menyayangkan jika benar sertifikasi akan diberlakukan pada setiap musikus. Ia yang aktif di kesenian tradisional khawatir kalau nantinya ia bersama orang-orang tua di desa yang menyanyikan lagu tradisional tidak bisa bernyanyi lagi karena tidak memiliki sertifikat. “RUU Permusikan dirumuskan dengan serampangan, karena hampir tidak ada anggota dewan yang memiliki background musikus,” ucap dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Darurat, Kasus Demam Berdarah di Amerika Tembus 5,2 Juta, 1.800 Orang Meninggal

News
| Jum'at, 19 April 2024, 20:27 WIB

Advertisement

alt

Pengunjung Kopi Klotok Membeludak Saat Libur Lebaran, Antrean Mengular sampai 20 Meter

Wisata
| Minggu, 14 April 2024, 18:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement