Advertisement
Terhambat Administrasi, Ribuan Mahasiswa di DIY Terancam Golput
Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA—Akibat tidak bisa mengurus A5 atau pindah tempat pemungutan suara (TPS) ribuan mahasiswa di DIY terancam kehilangan hak pilihnya.
Banyak mahasiswa atau masyarakat yang tidak memahami keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait dengan pemilih pindahan yang bisa mendaftar hingga H-7. Dalam putusan itu, pemilih diperbolehkan mendaftar hanya dalam empat kondisi, yakni sedang menjadi tahanan, di rumah sakit, bencana dan menjalankan tugas. “Beberapa mahasiswa mengira belajar termasuk tugas, padahal bukan,” kata
Advertisement
Komisioner Bawaslu DIY, Muh Amir Nasrudin, Rabu (10/4/2019).
Amir menambahkan potensi pemilih tambahan di DIY bisa mencapai sekitar 300.000 orang. Namun, hingga saat ini baru ada sekitar 15% atau 45.000 pemilih luar daerah yang terakomodasi formulir pindah memilih A5.
Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang perpanjangan pengurusan pindah memilih hingga H-7 Pemilu 2019, lanjut dia, juga belum dimengerti oleh pemilih dari luar daerah. “Mereka menganggap siapapun bisa melakukan pindah memilih. Padahal, kebijakan tersebut tidak berlaku penuh,” katanya.
Dalam beberapa hari terakhir, Amir mengatakan, masih ada pemilih dari luar daerah yang mengadu ke Bawaslu DIY karena tidak bisa memindahkan hak pilihnya ke DIY untuk Pemilu 2019.
Bawaslu DIY juga mengadakan riset uji petik daftar pemilih pindah yang melibatkan 283 mahasiswa dari sejumlah perguruan tinggi di DIY pada Kamis (28/2/2019). Dari riset ini, Bawaslu mendapati 6,52% mahasiswa yang belum mengurus A5 memang berniat untuk tidak memilih.
Ketua Bawaslu DIY, Bagus Sarwono menjelaskan riset dilakukan di Universitas Atma Jaya, UNY, UGM, Universitas Kristen Immanuel, UIN Sunan Kalijaga, Universitas Ahmad Dahlan, ISI dan Fakultas Ekonomi UII.
Dari riset ini, didapati 30,04% mahasiswa belum terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT), dan 60,96% sudah terdaftar. Dari yang telah terdaftar DPT, 53,71% akan memilih di DIY, dan 46,29% akan memilih di daerah asal.
Responden yang akan memilih di DIY, masih ada 88,82% belum mengurus A5, dan baru 11,18% yang sudah mengurus. Nah dari responden yang belum mengurus A5 ini, 60,87% baru akan mengurus sebelum 17 Maret, 32,61% tidak tahu ada A5 dan 6,52% memutuskan untuk tidak memilih.
Bawaslu memberi imbauan kepada KPU agar lebih gencar mensosialisasikan bagaimana prosedur pemilih pindah. Banyak mahasiswa yang belum mengurus A5, padahal ini tidak tercover dalam putusan MK terkait kondisi khusus pengurusan pemilih pindah hingga H-7. “Ya mau enggak mau mereka harus balik kampung,” katanya.
Kecewa
Pada Rabu, kemarin, sejumlah mahasiswa masih berusaha mengurus A5 di KPU. Hanya, mereka kecewa karena dipastikan tidak bisa memilih. "Enggak bisa dapat A5, penjelasan dari KPU, katanya sih sesuai dari keputusan MK, saya mahasiswa reguler enggak ada surat penugasan dari kampus, alhamdulillah tidak bisa dapat A5," kata Kiki, 22, mahasiswa asal Lampung, saat ditemui di Kantor KPU Kabupaten Sleman, Rabu sore.
Kiki yang kuliah di perguruan tinggi negeri di Jogja itu mengantre untuk mengurus A5 sejak siang. Dia sudah membawa surat keterangan mahasiswa aktif dari kampus, kartu ujian yang menerangkan bahwa dia saat ini sedang menempuh ujian, Kartu Tanda Mahasiswa, KTP dan Kartu Keluarga.
"Ya mau enggak maulah," ujarnya saat ditanya apakah akan golput di Pemilu 2019.
Kiki menjelaskan kalau harus pulang ke kampung halamannya di Lampung, dia terkendala biaya beli tiket. "Pulang Lampung tiket mahal Rp1,2 juta, pulang-pergi berarti Rp2,4 cuma buat sehari," ungkapnya.
Kiki pun merasa kecewa karena dia tak bisa lagi memakai hak pilihnya. "Saya merasa hak pilih saya berharga, saya mau menentukan pilihan di 17 April. Pertama nyoblos tahun 2014, cukup modal KTP, enggak ngurus apa-apa, ke TPS langsung nyoblos," ujarnya.
Kiki menambahkan, di kampusnya memang pernah ada pos pengurusan A5. Namun saat itu dia sedang praktik kerja di luar pulau sehingga saat itu tidak bisa mengurus A5.
Senada disampaikan Dini, 25, mahasiswi perguruan tinggi swasta yang juga asal Lampung. "Saya enggak bisa karena saya mahasiswa reguler, kan ada empat syarat, bencana, tahanan, sakit, tugas belajar artinya beasiswa dari perusahaan atau instansi dia bekerja. Kalau reguler tidak bisa," ujarnya.
Ketua Divisi Perencanaan, Data dan Informasi KPU Sleman, Indah Sri Wulandari menjelaskan
total pencari formulir A5 yang masuk dalam Daftar Pemilih Tambahan (DPTb) mencapai lebih dari 23.000 orang.
"Setelah penetapan DPT hingga per 2 April 2019, yang mencari formulir A5 di Kabupaten Sleman sebanyak 23.225 orang, itu DPTb per 2 April," katanya.
Jumlah tersebut melonjak drastis jika dibandingkan saat Pemilu 2014 yang hanya berjumlah sekitar 9.000 pemilih dengan formulir A5.
Namun khusus mahasiswa reguler, Indah mengakui memang tak bisa dilayani permohonan formulir A5. "Jadi untuk mahasiswa yang reguler, tidak sedang dalam menjalankan tugas belajar, mohon maaf kami tidak bisa memberikan pelayanan A5," ujarnya.
Kondisi yang sama juga terjadi di Bantul.
KPU Kabupaten Bantul mencatat, ada ratusan mahasiswa luar DIY yang kuliah di Bantul gagal menyoblos di Bantul.
Ketua KPU Kabupaten Bantul, Didik Joko Nugroho, mengatakan pelayanan pindah memilih ditutup Rabu pukul 16.00 WIB . Dikatakannya, banyak DPT dari kalangan mahasiswa, khususnya berasal luar DIY, yang datang ke KPU Bantul mengurus kepindahan memilih.
"Banyak, jumlahnya ratusan. Karena dari pascapleno terakhir sampai hari ini rata-rata ada 10 sampai 20 mahasiswa yang ke sini [KPU Bantul] untuk mengurus pindah memilih," kata Didik.
Dari ratusan mahasiswa tersebut banyak yang tidak bisa menggunakan hak pilihnya di Kabupaten Bantul. Hal itu merujuk Surat Perintah KPU RI No.577 yang menyebut bahwa KPU hanya boleh melayani DPT dengan kondisi sedang sakit, tertimpa bencana alam, menjadi tahanan dan sedang menjalankan tugas saat pemilu berlangsung.
"Pemahaman teman-teman mahasiswa masih bisa dilayani semuanya [mengurus DPTb], tapi karena kami terikat pada keputusan MK dan surat dari KPU RI yang hanya boleh melayani DPTb untuk empat kondisi tertentu terpaksa mereka tidak dilayani," ujarnya.
Didik lebih lanjut mengatakan para mahasiswa luar daerah yang tinggal di Bantul kemungkinan tidak mengindahkan sosialisasi dari KPU Bantul terkait proses pindah memilih. Padahal KPU Bantul, kata Didik, sudah bersurat dan mengundang ponpes maupun perguruan tinggi di Bantul terkait proses pindah memilih sejak bulan Januari lalu.
Diketahui, jumlah Daftar Pemilih Tambahan (DPTb) di Kabupaten Bantul mengalami peningkatan. Karena itu, KPU Bantul membuka pelayanan DPTb hingga H-7 Pemilu. Sampai tanggal 17 Maret, ada 9.319 pemilih dari luar Bantul memilih di Bantul. Sedangkan warga Bantul yang memilih di luar Bantul ada 2.680 pemilih.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Pesawat Kargo UPS yang Meledak Angkut Bahan Bakar dan Paket Besar
Advertisement
Wisata DEB Balkondes Karangrejo Borobudur Ditawarkan ke Eropa
Advertisement
Berita Populer
Advertisement
Advertisement




