Advertisement
KPPS Pemilu 2019 yang Melanggar Kode Etik Tak Bisa Jadi Penyelenggara Pemilu Selanjutnya
Petugas KPPS melakukan penghitungan suara Pilpres di TPS 222 Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 1 Cengkareng, Jakarta Barat, DKI Jakarta, Rabu (17/4/2019). - ANTARA/Nova Wahyudi
Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA– Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengatakan anggota kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) pada Pemilu Serentak 2019 yang melanggar kode etik tidak bisa lagi menjadi penyelenggara pemilu pada tahun selanjutnya.
Hal itu disampaikan oleh Komisi Pemilihan Umum Daerah Istimewa Yogyakarta. “Tentu ini menjadi bahan evaluasi bagi kita, yang pertama bahwa yang dapat sanksi kode etik dan menjadi kewenangan dari kabupaten/kota itu, besok tidak boleh lagi menjadi penyelenggara pemilu,” kata Ketua KPU DIY Hamdan Kurniawan, Minggu (30/6/2019).
Advertisement
Menurutnya, pada Pemilu 2019, ada tujuh anggota KPPS di salah satu tempat pemungutan suara (TPS) Desa Tamanan, Kabupaten Bantul melanggar kode etik dan telah diberi sanksi berupa dua orang diberhentikan dan lima orang diberi peringatan tertulis.
Ada juga satu anggota panitia pemilihan kecamatan (PPK) di Kabupaten Sleman juga melanggar kode etik penyelenggara pemilu yang berakibat pada pemberhentian dan pemrosesan secara hukum.
“Sama halnya dengan di Sleman ketika ada PPK yang terbukti melakukan pelanggaran kode etik, selain diberhentikan, sanksinya besok tidak lagi direkomendasikan menjadi penyelenggara pemilu,” kata Hamdan.
Pada 2020, tiga kabupaten di wilayah DIY yaitu Kabupaten Bantul, Sleman, dan Gunung Kidul akan melaksanakan pemilihan kepala daerah (pilkada), sehingga petugas pelanggar kode etik itu tidak akan dipakai kembali pada pemilu tersebut.
“Jadi dua hal ini yang memang menjadi sanksi yang harus diterima, karena bekerja di KPU harus pegang kemandirian, profesionalitas dan integritas. Itu yang penting, ketika mereka melanggar kode etik ada sanksinya,” katanya.
Ia menjelaskan, pada pilkada mendatang, tugas penyelenggara pemilu mulai dari KPPS, PPS tingkat desa, dan PPK, apabila ada kesulitan tidak seberat pada Pemilu 2019, sebab yang dipersiapkan hanya satu surat suara.
Surat suara yang digunakan dalam Pemilu 2019 berjumlah lima surat, yaitu surat suara DPRD kabupaten/kota, DPRD provinsi, DPD, DPR RI, dan presiden dan wakil presiden, sedangkan surat suara untuk Pilkada 2020 nanti hanya satu surat suara pasangan kepala daerah.
“Jadi saya berharap mereka yang sudah teruji sebagai anggota PPK dan PPS yang terbaik masih bisa merelakan waktunya, bisa mendarmabaktikan tenaga dan pikirannya untuk kembali menjadi PPK dan PPS.”
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Antara
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Advertisement
Desa Wisata Adat Osing Kemiren Banyuwangi Masuk Jaringan Terbaik Dunia
Advertisement
Berita Populer
- Top 10 News Harianjogja.com, Selasa 28 Oktober 2025
- Kota Jogja dan Bantul Hari Ini Kena Dampak Pemadaman Listrik
- 13 Desa Wisata di Bantul Tutup, Regenerasi Pengelola Jadi Tantangan
- Jadwal Terbaru KA Bandara Jogja, Selasa 28 Oktober 2025
- Cek! Jadwal SIM Keliling di Sleman Hari Ini, Selasa 28 Oktober 2025
Advertisement
Advertisement





