Advertisement

Terjerat Utang, Nelayan Sadeng Sulit Lepas dari Tengkulak

David Kurniawan
Jum'at, 23 Agustus 2019 - 12:47 WIB
Nina Atmasari
Terjerat Utang, Nelayan Sadeng Sulit Lepas dari Tengkulak Sejumlah nelayan mengevakuasi perahu nelayan yang terbalik di dermaga Pantai Sadeng, Kamis (14/3/2019). - Istimewa/Dokumen SAR Wilayah I DIY

Advertisement

Harianjogja.com, GUNUNGKIDUL– Nelayan di Pelabuhan Sadeng, Desa Songbanyu, Girisubo tidak bisa berkutik terkait dengan harga jual ikan karena nominal sangat bergantung dengan tengkulak. Salah satunya disebabkan karena kebutuhan untuk melaut berutang kepada tengkulak sehingga mau tidak mau ikan dijual ke pemberi modal.

Salah seorang nelayan, Sunardi mengatakan, nelayan kecil tidak memiliki banyak modal sehingga seringkali berutang kepada tengkulak untuk melaut. Hal inilah yang membuat nelayan sulit lepas dari tengkulak karena ada perjanjian bahwa ikan yang didapatkan akan dijual ke pemberi modal.

Advertisement

Konsekuensi dari utang ini, nelayan tidak bisa menentukan harga ikan secara mandiri karena semua tergantung dari tengkulak. Sebagai contoh, lanjut Sunardi, di pasaran harga ikan cakalang mencapai Rp25.000 per kilogram. Sedangkan saat turun dari kapal, tengkulak hanya membeli dengan harga Rp11.000 per kilonya.

Menurut dia, harga ini bisa turun apabila ikan dalam kondisi rusak. Misalnya, lanjut dia, untuk cakalang yang mengalami pecah perut hanya dihargai Rp6.000 per kilogram.

“Kalau seperti ini yang untung tengkulak. Nelayan tidak bisa menentukan harga sendiri karena semuanya ditentukan oleh tengkulak yang memberikan modal untuk melaut,” katanya.

Hal senada diungkapkan oleh Sutoyo, nelayan lain di Pantai Sadeng. Menurut dia, ketergantungan terhadap tengkulak tidak lepas dari besarnya operasional untuk melaut. Ia mencontohkan, untuk kapal ukuran 10 GT, sekali melaut membutuhkan 12 jeriken bahan bakar minyak. Hal ini belum termasuk kebutuhan selama di laut.

“Ya kalau nelayan sendiri sulit memenuhi karena jarak untuk menangkap bisa mencapai 150 mil karena di sekitar Sadeng ikannya sudah habis,” katanya.

Menurut dia, untuk mensiasati rendahnya harga jual, nelayan harus bekerja esktra dengan mendapatkan tangkapan sebanyak mungkin. “Selain jarak tangkapan yang semakin jauh, sekali melaut bisa sampai sepuluh hari. Ya kalau hanya dapat satu ton, maka nelayan tidak mendapatkan apa-apa,” ungkapnya.

Sutoyo pun berharap adanya solusi sehingga nelayan bisa mandiri dan tidak tergantung dengan tengkulak. “Ya kalau dengan tengkulak, kita hanya bisa manut karena harga sudah ditentukan dari sana. Bahkan harga yang dipatok cenderung turun, beberapa tahun lalu cakalang kualitas bagus dibeli Rp13.000, tapi sekarang hanya Rp11.000 per kilogram,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Pemerintah Perpanjang Kenaikan HET Beras Premium untuk Jaga Stok di Pasaran

News
| Selasa, 19 Maret 2024, 14:47 WIB

Advertisement

alt

Ribuan Wisatawan Saksikan Pawai Ogoh-Ogoh Rangkaian Hari Raya Nyepi d Badung Bali

Wisata
| Senin, 11 Maret 2024, 06:07 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement