Advertisement

Berkumpul dengan Keluarga adalah Kunci Kebahagiaan

Kusnul Isti Qomah
Kamis, 24 Oktober 2019 - 22:27 WIB
Mediani Dyah Natalia
Berkumpul dengan Keluarga adalah Kunci Kebahagiaan Kampung Ketandan. - JIBI

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA—Bagi warga Tionghoa bisa berkumpul dengan keluarga merupakan sebuah kebahagiaan. Karena itu, rumah orang kaya sesuai dengan tradisi Tiongkok berukuran besar sehingga semua keluarga bisa tinggal bersama.

Ketua I Jogja Chinese Art and Culture Center (JCACC) Jimmy Sutanto mengungkapkan untuk wilayah DIY, rumah khas Tiongkok masih bisa ditemui di wilayah Ketandan Selatan. Di mana bangunan rumah kanan dan kiri terdapat tembok dan di ujungnya terdapat seperti gunungan. "Di antara titik-titik tertinggi tengah-tengahnya ada blandar," kata dia ketika dihubungi Harian Jogja, Rabu (23/10).

Advertisement

Ia mengungkapkan desain rumah untuk orang yang kaya berbeda lagi. Rumah orang kaya cenderung lebih luas minimal satu hektare. Di DIY ini bangunan khas Tiongkok merupakan rumah kecil. "Kalau orang yang kaya, rumahnya besar-besar dan luas. Semua anggota keluarga hidup bersama mulai dari kakek, nenek, orang tua, cucu. Bagi orang Tionghoa, bisa berkumpul dengan keluarga merupakan sebuah kebahagiaan," kata dia.

Menurutnya, hal itu juga terjadi di Tiongkok. Selain bentuk rumah yang khas, rumah tradisional juga memiliki ornamen yang unik. Jimmy mengungkapkan keberadaan rumah tradisional semakin lama semakin tergusur dengan rumah modern.  

Kerangka Kayu

Dilansir dari Arsitag, karakteristik paling terlihat dari arsitektur tradisional Tiongkok adalah penggunaan kerangka kayu. Tembok digunakan sebagai pemisah antarruang, bukan untuk menahan beban keseluruhan rumah. Lukisan dan ukiran juga ditambahkan ke dalam arsitektur untuk membuatnya lebih cantik dan menarik. Atap berwarna, jendela dengan desain yang indah dan pola-pola bunga pada tiang-tiang kayu mencerminkan tingginya tingkat seni dari pembuatnya dan kayanya imajinasi mereka.

Hierarki pada bangunan tradisional Tiongkok didasarkan pada penempatan bangunan di sebuah kompleks. Bangunan dengan pintu menghadap ke depan dan berada di tengah kompleks dianggap paling penting, dibanding dengan bangunan yang berada di sisi kiri dan kanan.

Bangunan Tiongkok klasik, terutama milik orang kaya, lebih menekankan pada luas bukan pada tinggi rendahnya bangunan. Berbeda dengan arsitektur Barat, arsitektur Tiongkok lebih menekankan pada visual dari lebar bangunan. Contohnya pada lorong-lorong dan istana di Forbidden City, yang memiliki atap agak rendah, tetapi dengan tampilan bagian luar yang megah.

Adapun rumah untuk rakyat biasa, seperti pedagang atau petani, memiliki pusat bangunan yang berfungsi sebagai kuil untuk para dewa dan leluhur, dan juga digunakan untuk perayaan. Pada dua sisinya terdapat kamar tidur untuk orang tua. Dua sayap bangunan (naga wali) merupakan tempat untuk anggota keluarga yang lebih muda, serta ruang tamu, ruang makan, dan dapur. Setiap bangunan diatur secara hukum, mulai dari tingkatan rumah, panjang bangunan, dan warna yang digunakan juga bergantung pada kelas pemilik rumah. 

Bangunan Kekaisaran

Untuk bangunan kekaisaran, satu-satunya elemen arsitektur yang ada pada bangunan untuk Kaisar Tiongkok dan tidak ada di bangunan lain adalah genting berwarna kuning. Genting kuning hingga saat ini masih menghiasi hampir seluruh bangunan yang ada di Forbidden City. Atap pada bangunan kekaisaran juga ditopang oleh dougong (kurungan), elemen arsitektur yang hanya ada pada bangunan keagamaan berukuran besar. Hitam juga merupakan warna yang sering digunakan. Hitam dipercaya sebagai warna yang menginspirasi para dewa untuk turun ke bumi. Orang Tiongkok kuno juga sangat menyukai warna merah.

Untuk bangunan keagamaan, secara umum, arsitektur agama Buddha mengikuti gaya arsitektur kekaisaran. Sebuah biara Buddha besar biasanya memiliki ruang depan, tempat patung Bodhisattva, diikuti dengan sebuah aula besar, dan tempat untuk patung-patung Buddha. Tempat tinggal untuk para biarawan dan biarawati terletak di sisi kanan kiri bangunan. Beberapa contoh bangunan terbesar berasal dari abad 18 yaitu kuil Puning dan Putuo Zongcheng.

 Di sisi lain, arsitektur Taois biasanya mengikut gaya arsitektur rakyat jelata. Pintu masuk utama terletak di samping bangunan karena terdapat takhayul tentang setan yang ingin mencoba masuk ke dalam bangunan. Berbeda dengan umat Buddha, di sebuah kuil Taois dewa utama terletak di ruang utama di bagian depan, sedangkan para dewa yang lebih rendah di aula belakang dan di bagian sisi. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Dipimpin Nana Sudjana, Ini Sederet Penghargaan Yang Diterima Pemprov Jateng

News
| Kamis, 25 April 2024, 17:17 WIB

Advertisement

alt

Rekomendasi Menyantap Lezatnya Sup Kacang Merah di Jogja

Wisata
| Sabtu, 20 April 2024, 07:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement