Advertisement
Tingkeban, Tradisi Jawa Sarat Pesan dan Nilai Filosofi

Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA—Sebagai salah satu wujud komitmen pelestarian budaya, Dinas Kebudayaan (Disbud) Jogja menggelar Upacara Tingkeban di Ndalem Notoyudan, Kecamatan Gedongtengen, Jogja Selasa (10/12/2019).
Upacara Tingkeban atau yang biasa dikenal dengan istilah mitoni, merupakan serangkaian prosesi yang dilakukan saat anak masih dalam kandungan berusia tujuh bulan. Bagi masyarakat Jawa, tingkeban menjadi doa dan pengharapan agar anak yang dikandung kelak menjadi anak yang baik dan berbakti.
Advertisement
Kabid Adat Seni Budaya Dinas Kebudayaan Kota Jogja, Mukti Wulandari, menjelaskan saat ini sudah banyak masyarakat jawa yang belim pernah merasakan atau melihat tingkeban. "Padahal maknanya sangat bagus, sebagai doa dari orang tua kepada putra-putrinya agar menjadi anaknyang baik serta banyak rezeki," ujarnya.
Dia menuturkan dalam tingkeban terdapat sejumlah prosesi yang masing-masing memiliki maknanya sendiri. Filosofi siraman yang mengawali prosesi bermakna kebersihan hati bapak dan ibu. "Dodolan dawet banyak rejeki untuk orang tua. Ganti baju sampai tujuh kali menjadi makna dan doa semoga kehidupan putra lestari dan rukun," ujarnya.
Dia berharap dengan menghidupkan kembali upacata tradisi seperti tingkeban ini dapat menguatkan predikat Kota Jogja sebagai Kota Budaya. Budaya tradisi menurutnya harus dinunjung tinggi di tengah gempuran modernisasi, sebab setiap budaya tradisi dari leluhur memiliki manfaat yang sangat besar bagi kehidupan.
Ketua Gerbong Teater sebagai panitia pelaksana wilayah, Yordan Isdaryanto, mengatakan upacara dimulai dengan sungkem orang tua anak kepada kakek nenek anak. Dilanjutkan siraman kepada ibu yang dilakukan dengan air dari tujuh sumber.
Setelah itu ibu memecah kendi berisi air, memakai kain warna-warni dan berganti tujuh pakaian. Dalam kain warna-warni, setiap waena memiliki makna masing-masing. Semisal warna putih yang melambangkan kesucian.
Di situ juga disajikan sejumlah sajen, di antaranya tumpeng dan gudangan. Tumpeng yang bentuknya mengerucut keatas dan lebar di bawah bermakna hubungan dengan tuhan dan hubungan dengan manusia, yang harus seimbang.
"Dalam gudangan ada bermacam sayur seperti parutan kelapa, bayam, tokolan dan lainnya. Melambangkan dalam kehidupan ada bermacam pengalaman, bahagia, sedih, galau. Tinggal bagaimana kita menghadapinya," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
- Jadwal KRL Solo Jogja Terbaru Hari Ini, Kamis 10 April 2025, Berangkat dari Stasiun Palur hingga Tugu Jogja
- Sekolah Rakyat Berasrama Akan Dibangun Seyegan Sleman
- 3 Warga Rongkop dan Girisubo Gunungkidul Positif Antraks
- Belum 100 Hari Kerja, Hasto Wardoyo Pastikan Puluhan Depo Sampah Kota Jogja Sudah Kondusif
- Aktivitas di Terminal Dhaksinarga Gunungkidul Mulai Sepi
Advertisement