Advertisement

Ribuan Pramuwisata di DIY Belum Bersertifikat, Apa Dampaknya?

Sunartono
Jum'at, 21 Februari 2020 - 06:47 WIB
Nina Atmasari
Ribuan Pramuwisata di DIY Belum Bersertifikat, Apa Dampaknya? Mahasiswa dan warga pegiat sejarah mendengarkan penjelasan tentang kampung Pecinan Ketandan di kawasan Malioboro saat mengikuti jalan-jalan sore, Malioberen di sepanjang jalan Malioboro, Jogja, beberapa waktu lalu./ JIBI/Harian Jogja - Desi Suryanto

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA--Ribuan pramuwisata di DIY yang sebagian besar bekerja melayani bidang kepariwisataan belum memiliki sertifikasi. Pemda DIY bersama DPRD DIY sedang menggodok Raperda Kepramuwisataan untuk mengatur lebih detail pramuwisata di DIY, salah satunya kewajiban melakukan sertifikasi. Regulasi ini membatasi jumlah pramuwisata terutama harus berasal dari warga DIY.

Ketua Pansus Raperda Kepramuwisataan DPRD DIY Suparja menjelaskan DIY sebagai salah satu tujuan wisata sebaiknya memiliki aturan tentang kepramuwisataan demi menjaga dan meningkatkan kualitas pariwisata. Sehingga dalam Raperda ini juga dibahas terkait sertifikasi bagi para pramuwisata.

Advertisement

Saat ini banyak orang yang mengaku sebagai pramuwisata di DIY namun tidak memiliki lisensi atau sertifikasi. Padahal mereka sudah melakukan aktivitas seperti membawa wisatawan ke toko-toko oleh-oleh dan berbagai jenis penjualan lainnya tanpa terkontrol. Pihaknya khawatir jika pramuwisata ini tidak dibatasi menjadikan wisatawan tidak nyaman.

"Sehingga kami dari DPRD DIY mendukung Raperda ini, agar pramuwisata ini bisa lebih ditertibkan melalui sertifikasi. Perlu dilakukan pembatasan terhadap setiap orang yang menjadi pramuwisata, sehingga menjadi citra pariwisata Jogja lebih baik lagi," katanya di sela-sela Public Hearing di DPRD DIY, Kamis (20/2/2020).

Ia menambahkan saat ini jumlah pramuwisata di DIY yang sudah memiliki sertifikat sebanyak 600 orang. Pramuwisata yang tidak tersertifikasi mencapai ribuan bahkan sulit dideteksi. Menurutnya dengan jumlah hanya 600 pramuwisata berlisensi tentu belum sebanding dengan jumlah kunjungan wisata di DIY mencapai lima juta orang.

Hal ini membuka peluang bagi Pemda DIY bersama Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) untuk memberikan pelatihan bagi pramuwisata. Jika sudah dinilai memiliki kompetensi baru diberikan lisensi. Dalam regulasi ini juga nantinya akan diatur pramuwisata yang mengajukan permohonan lisensi adalah warga yang telah berdomisili di Jogja minimal dua tahun. Hal ini untuk meminimalisasi agar pramuwisata dari luar DIY tidak dengan mudah beroperasi di DIY.

"Ketika sudah disertifikasi maka tentunya pramuwisata ini berkompeten, sehingga memahami norma-norma kepariwisataan dan ini akan menjadi pariwisata di Jogja menjadi lebih baik," ujarnya.

Raperda ini yang dibahas ini masih terdiri atas 60 pasal. Terdiri atas ketentuan umum tiga pasal, bab kepramuwisataan ada 22 pasal. Kemudian bab tentang pimpinan perjalanan wisata ada enam pasal, bab pelatihan pengetahuan keistimewaan DIY ada tiga pasal, bab tentang pelaksanaan pemandu wisata ada empat pasal. Selain itu ada usaha jasa pramuwisata enam pasal, sedangkan pasal lainnya terkait dengan kerja sama, kelembagaan, pembinaan, pengawasan, ketentuan penyidikan, pidana, peralihan dan penutup.

Dalam pasal Raperda pramuwisata dibagi menjadi dua, yaitu umum yang bisa beroperasi di lintas kabupaten di DIY dan khusus yang merupakan pramuwisata lokal daerah atau wisata minat khusus. Dalam Raperda itu juga dinyatakan beberapa syarat menjadi pramuwisata antara lain memiliki sertifikat kompetensi yang diterbitkan oleh Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP). Pramuwisata juga harus memiliki Kartu Tanda Pengenal Pramuwisata (KTPP) yang diterbitkan oleh Perangkat Daerah. Adapun beberapa syarat pengajuan KTTP antara lain sertifikat keistimewaan pemandu wisata, sertifikat kompetensi pramuwisata, sertifikat kompetensi pariwisata

Sekretaris Dinas Pariwisata DIY Titik Sulistyani menyatakan pertimbangan lain penyusunan Raperda itu adalah pramuwisata merupakan komponen penting sistem usaha pariwisata dan sangat berpengaruh terhadap kualitas pelayanan serta citra kepariwisataan secara keseluruhan. "Perda lama [Nomor 2 tahun 1997 tentang Pramuwisata dan Usaha Jasa Pramuwisata] sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan kepariwisataan sehingga perlu diganti," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Seorang Polisi Berkendara dalam Kondisi Mabuk hingga Tabrak Pagar, Kompolnas: Memalukan!

News
| Sabtu, 20 April 2024, 00:37 WIB

Advertisement

alt

Pengunjung Kopi Klotok Membeludak Saat Libur Lebaran, Antrean Mengular sampai 20 Meter

Wisata
| Minggu, 14 April 2024, 18:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement