Gampang-Gampang Susah, Cerita Pasien di Jogja Cari Kamar Rawat Inap Saat Pandemi
Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA--Layanan kesehatan di rumah sakit saat pandemi Covid-19 mulai terdampak.
Mencari ruang rawat inap di tengah situasi pandemi dapat dibilang gampang-gampang susah. Kapasitas ruang isolasi di rumah sakit rujukan dan lokasi yang telah ditunjuk Pemda DIY secara signifikan mulai penuh terisi.
Advertisement
Pasien yang mengalami sakit bukan terindikasi Covid-19 pun harus menjalani serangkaian prosedur yang cukup ketat untuk mendapat ruang perawatan.
Hal itu dirasakan Abdul Qodir. Pria 63 tahun ini baru saja mengalami kecelakaan dugaan tabrak lari di Pasar Sleman, Jalan Sersan Kusdiyo, Triharjo, Sleman pada Senin (14/9/2020). Meski tak mengalami sakit yang menjurus ke Covid-19, warga asal Triharjo ini tidak bisa langsung mendapat ruang inap.
Anak Abdul Qodir, Widia Astuti (31), menuturkan bahwa kecelakaan yang dialami ayahnya terjadi pukul 16.00 WIB. Saat itu dirinya bergegas menjemput sang ayah dan langsung melarikannya ke RSUD Sleman.
Korban dirawat terlebih dahulu di UGD untuk mendapat perawatan utama, sembari menjalani rapid test.
"Kemarin itu mau masuk [mendapatkan kamar] ya agak sulit, harus ditanya dari masuk sampai keluar. Kami yang mengantarkan Ayah saja harus dicek semua jika memang bebas Covid-19. Jadi menunggu hasil bahwa kami benar-benar negatif," terang Widia kepada SuaraJogja.id, Rabu (16/9/2020).
Ia menjelaskan, dari pukul 16.30 WIB, saat masuk ke UGD, ayah Widia baru bisa menempati kamar atau ruang inap sekitar pukul 18.00 WIB.
"Kendalanya yang lama saat menentukan kami bebas atau tidak [dari Covid-19]. Selain itu kan, kami juga menunggu hasil CT scan Ayah akibat kecelakaan itu. Nah saat Magrib, kami baru masuk kamar," terang Widia.
Ia mengaku, untuk mendapatkan kamar, memang dirinya menjalani proses yang cukup ketat. Selain karena RSUD Sleman merupakan tempat rujukan pasien positif Covid-19, pasien tanpa indikasi Covid-19 juga harus dijauhkan dari pasien positif.
"Selain karena menunggu hasil CT Scan, hasil pemeriksaan bebas Covid-19, saya juga menunggu surat keterangan polisi terhadap kecelakaan ayah saya. Hal itu untuk mengklaim asuransi dari Jasa Raharja, termasuk bagaimana penanganan ayah saya. Selain itu, kami juga diwanti-wanti dan ditempatkan di ruangan yang jauh dari ruang isolasi pasien positif (Covid-19)," jelas dia.
Kendati harus menjalani prosedur ketat untuk mendapat kamar inap, Widia menganggapnya wajar. Sebab, dalam situasi pandemi ini, pasien harus mendapat perhatian dan ditempatkan di ruang yang berbeda.
"Sulitnya harus menjalani berbagai prosedur yang ada. Ya kami menjalani saja, tetapi saat mendapatkan ruang rawat inap, kami tidak dipersulit dan tidak sampai dilempar-lempar," kata dia.
Berbeda dari Widia, salah seorang warga Semaki, Umbulharjo, Kota Yogyakarta, Ngatiman (56), menerangkan bahwa mencari ruang isolasi untuk keluarganya yang diduga suspek Covid-19 memang lebih diprioritaskan.
"Menantu saya waktu itu belum dipastikan positif. Memang dia pulang dari Cirebon dan merasakan dadanya sakit. Ketika diperiksa, dia harus menjalani karantina dahulu di RSUP Dr Sardjito sembari menunggu hasil swab, tapi karena langsung diurus pihak RS, dia langsung dapat ruang karantina," katanya.
Awalnya, Ngatiman menolak menantunya dimasukkan ke ruang karantina mengingat masih menyusui bayi 6 bulan. Lantaran prosedur, ia terpaksa dikarantina hingga 14 hari. Hal itu dia alami sekitar akhir Juli lalu.
"Jadi hasilnya keluar dan negatif. Setelah itu, menantu saya keluar RS dan menjalani karantina lagi di rumah. Jadi ketika kita terindikasi Covid-19 meskipun nanti hasilnya negatif, memang masih banyak yang memandang sebagai aib. Bahkan tetangga saat itu tak berani menyapa," keluh dia.
Meski demikian, dirinya merasa tak ada kesulitan saat mencari ruang rawat inap. Jikapun ada keluarganya yang positif Covid-19, tentu akan menjalani proses untuk mendapat ruang isolasi.
"Jika sekarang memang tidak langsung masuk ke ruang isolasi, pertama kita ditanya dahulu bagaimana keadaannya. Jika memang parah dimasukkan ke ruang isolasi khusus. Jika tidak ada gejala, isolasi mandiri di rumah selama 14 hari," katanya.
Berdasar hasil laporan Dinkes Kabupaten/Kota RS Rujukan Covid di DIY, per Rabu (16/9/2020) ketersediaan ruang isolasi di RS Rujukan masih tersisa 194 kamar Tempat Tidur (TT) Critical dan Non Critical. Rinciannya, TT Critical tersisa 29 kamar dari 48 TT, sementara TT Non Critical tersisa 165 dari 404 TT.
Hingga kini, Rabu, total pasien dalam pengawasan (PDP) dan orang dalam pemantauan (ODP) di DIY sebanyak 12.040 orang.
Total akumulasi jumlah pasien terkonfirmasi positif Covid-19 sebanyak 1.943 orang. Sebanyak 1.420 pasien sembuh dan total 53 pasien positif Covid-19 meninggal dunia.
Terdapat penambahan 48 kasus positif. Rinciannya, Kota Yogyakarta 14 kasus, Bantul 15 kasus, Kulon Progo 8 kasus, Gunungkidul 1 kasus, dan Sleman 10 kasus.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Suara.com
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Bawaslu Minta Seluruh Paslon Fokus Menyampaikan Program saat Kampanye Akbar
Advertisement
Ini Lima Desa Wisata Paling Mudah Diakses Wisatawan Menurut UN Tourism
Advertisement
Berita Populer
- KPU Sleman Targetkan Distribusi Logistik Pilkada Selesai dalam 2 Hari
- 20 Bidang Tanah Wakaf dan Masjid Kulonprogo Terdampak Tol Jogja-YIA
- Jelang Pilkada 2024, Dinas Kominfo Gunungkidul Tambah Bandwidth Internet di 144 Kalurahan
- Angka Kemiskinan Sleman Turun Tipis Tahun 2024
- Perluasan RSUD Panembahan Senopati Bantul Tinggal Menunggu Izin Gubernur
Advertisement
Advertisement