Advertisement
Tiap Tahun 50 Hektare Sawah di Sleman Lenyap

Advertisement
Harianjogja.com, SLEMAN— Dinas Pertanian Pangan dan Perikanan [DP3] Sleman memperkirakan lahan sawah berkurang sekitar 50 hektare tiap tahun. Kondisi itu terjadi karea sawah banyak yang beralihfungsi jadi bangunan.
“Itu pun yang baru yang berizin dan tercatat,” ujar Kepala Bidang Tanaman Pangan [DP3] Sleman, Siti Rochayah Dwi Mulyani Rabu (30/12/2020) kepada Harianjogja.com.
DP3 Sleman masih mengacu pada data dari Badan Informasi Geospasial tahun 2018. Dalam data itu disebutkan bahwa lahan sawah di Sleman luasnya sekitar 18.137 hektare. Sementara itu, DP3 Sleman belum memegang data luas lahan sawah yang paling baru.
Kegiatan alih fungsi yang masih berlangsung hingga kini secara otomatis memangkas luas lahan sawah. Menurut perempuan yang akrab disapa Siti itu, kegiatan alihfungsi lahan sawah juga didorong oleh banyaknya pendatang yang tertarik mendirikan bangunan di Sleman.
“Harapan kita laju alih fungsi itu tidak tinggi,” ujarnya. Salah satu cara yang dapat diupayakan DP3 Sleman adalah tidak memberikan izin alihfungsi terhadap Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan [LP2B].
Namun demikian, hal itu sedikit sulit diterapkan terhadap derap laju investasi atau proyek strategis nasional [PSN] yang memakan lahan sawah di Sleman. “Daerah tidak bisa apa-apa. Karena itu dari pusat,” ujarnya.
Wilayah Sleman sendiri akan dilalui tiga PSN: Tol Jogja - Solo, Tol Jogja - Bawen dan Tol Jogja - Cilacap. Tiga proyek itu memakan 47 hektar lahan sawah. Kata Siti, apabila tidak ada jalur elevasi di atas Selokan Mataram, ada kemungkinan lebih banyak luas lahan sawah yang dikorbankan.
Terpisah, Kepala Bidang Pembinaan dan Pengawasan Dinas Pertanahan dan Tata Ruang [Dispertaru] Sleman, Rin Andrijani memandang alihfungsi lahan sawah tak selalu buruk. Selama masih sesuai dengan Rencana Tata Ruang dan Tata Wilayah RTRW alihfungsi masih dapat dibenarkan. Jika diizinkan pun ada syarat-syarat yang harus dipenuhi.
“Misal kawasan pertanian, dibolehkan untuk bikin jaringan irigasi. Atau, diperbolehkan asalkan juga membangun fasilitas pendukung pertanian. Bikin lumbung atau fasilitas pengeringan, misalnya,” katanya kepada Harian Jogja.
Meski begitu, Rin tak menampik masih ada pelanggaran perizinan yang ia temukan di lapangan. Paling banyak dilakukan oleh pemilik rumah tinggal. Menurut pengamatannya, masih banyak rumah tinggal yang berdiri di lahan yang tak diizinkan seperti yang diatur dalam RTRW.
Advertisement
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement

Bantuan 1.000 Ekor Burung Hantu dri Presiden Prabowo untuk Mendukung Teknologi IPHA
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
- Muhammadiyah Bangun Padepokan Tapak Suci Senilai Rp18 Miliar, Dilengkapi Fasilitas Olahraga hingga Penginapan
- Libur Panjang Paskah, 21.400 Penumpang KA Jarak Jauh Tiba di Stasiun Daop 6 Yogyakarta
- Konsumen Diminta Cermat Berinvestasi dalam Bentuk Emas
- Konsumen Diminta Aktif Menyuarakan Hak-haknya
- Menteri LH Puji Pengelolaan Sampah di TPA Banyuroto Kulonprogo
Advertisement