Hotel di Sudut Malioboro Ini Pernah Disinggahi Charlie Chaplin dan Jadi Kantor Jenderal Sudirman
Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA--Warga Jogja atau pelancong yang berkunjung ke Jogja khususnya ke kawasan Malioboro, umumnya mengenal Hotel Grand Inna Malioboro.
Hotel yang sudah berdiri sejak 1911 ini menyimpan sejumlah sejarah penting. Pernah menjadi tempat menginap seniman kondang asal Inggris Charlie Chaplin. Bahkan hotel ini pernah menjadi kantor markas panglima besar Jenderal Sudirman.
Advertisement
Dilansir dari laman resmi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta sjeumlah sumber, Hotel Grand Inna Malioboro yang berada di Jalan Malioboro No.60 Kota Jogja ini dahulu bernama Grand Hotel de Djokja.
Dalam majalah De Indische Mercuur tanggal 17 Oktober 1911 menyebutkan, pembangunan hotel ini dimulai pada Minggu pagi, 10 September 1911.
Grand Hotel de Djokja dimiliki oleh sebuah Naamlooze Vennootschap (Perusahaan Umum) Grand Hotel de Djokja dengan direktur J.Jansen.
Surat kabar De Express 18 September 1912 menyebutkan hotel ini memiliki fasilitas yang cukup mewah pada masa itu.
BACA JUGA: Dampak Penataan Malioboro, Jalan Jagalan Jogja Kini Berlaku Searah
Terdiri dari bangunan utama, bangunan samping kanan dan kiri berupa lima paviliun. Gaya bangunannya sama dengan Oranje Hotel Surabaya. Gedung utama dari hotel ini dirancang oleh arsitek Harmsen dan Pagge.
Berdasarkan sumber berita, foto, dan juga tren bangunan kolonial yang dibangun pada periode ini (1890-1915), bangunan Grand Hotel de Djokja ini memiliki karakteristik bangunan kolonial masa peralihan.
Hal ini dibuktikan dengan adanya sejumlah ciri khusus yang nampak pada bentuk denah, material yang digunakan, bentuk atap pelana dan perisai, bentuk gable/ gevel yang mencolok, kolom yang melekat pada dinding serta terdapat tower pada bagian depan bangunan.
Pembukaan hotel ini sebagai penginapan dilaksanakan pada Minggu 15 September 1912. Pengumumannya kepada masyarakat kala itu disampaikan di harian De Express pada 23 September 1912. Sejumlah harian juga memberitakan pembukaan Grand Hotel de Djokja dengan fasilitas yang cukup mewah pada masa itu.
Grand Hotel de Djokja menjadi salah satu hotel favorit yang banyak disinggahi para pelancong. Nama hotel ini dicantumkan pada buku atau panduan perjalanan ke Jogja. Salah satunya adalah buku Van Stockum’s traveller handbook for Dutch East Indies (1930).
Pada 1942, saat Jepang berkuasa di Hindia Belanda, Grand Hotel de Djokja berganti nama menjadi Hotel Asahi (Matahari Terbit). Hotel ini menjadi lokasi dari penerbitan koran Sinar Matahari. Saat itu, kepemilikan hotel ini berada di bawah C.V Marba.
Setelah proklamasi 17 Agustus 1945, pengelolaan hotel Kembali ke pihak Indonesia. Pada November 1946 pemerintah Republik Indonesia membentuk Badan Pusat Hotel Negara (BHPN). BHPN berubah menjadi Badan Hotel Negara dan Tourisme (HONET) pada 1 Juli 1947.
HONET bertugas meneruskan pengelolaan hotel-hotel di Indonesia. Di bawah pengelolaan HONET semua hotel di Yogyakarta, Surakarta, Madiun, Cirebon, Sukabumi, Malang, Sarangan, Purwokerto berganti nama menjadi Hotel Merdeka. Pergantian nama ini juga berlaku pada Grand Hotel de Djokja .
Sejak Desember 1950 Hotel Merdeka berganti menjadi Hotel Garuda. Pergantian nama ini diumumkan oleh pengelola (N.V. Grand Hotel de Djokja) di media massa, yaitu harian Algemeen Indisch dagblad de Preangerbode tanggal 13 Januari 1951.
Pada 1975 sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 1975, Hotel Garuda menjadi Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Pengelolaannya yang bekerja sama dengan PT Natour, sehingga berganti nama menjadi Natour Garuda.
Terakhir Ppda 15 Maret 2017, nama Inna Garuda kembali diubah menjadi Grand Inna Malioboro. Nama ini digunakan hingga saat ini. Bangunan Hotel Grand Inna Malioboro telah ditetapkan sebagai cagar budaya dengan Per.Men Budpar RI No. PM.89/PW.007/MKP/2011.
Peristiwa penting di Grand Hotel de Djokja
Grand Hotel de Djokja yang telah berdiri sejak 1911, menjadi saksi dan lokasi dari sejumlah peristiwa penting. Peristiwa penting yang pernah terjadi di hotel ini antara lain pendirian ABHINI (Algemeene Bond Hotelhuders in Nederlandsch-Indie) pada tahun 1925. ABHINI adalah perhimpunan pemilik, pengelola, pengurus hotel dan restoran, para direktur atau komisaris perusahaan hotel.
Tidak hanya itu, yang lebih menarik lagi, Charlie Chaplin (seorang pelawak, sutradara film, dan komposer dari Inggris yang terkenal pada era film bisu) menginap di hotel ini pada 1932, sebagai bagian kunjungannya ke sejumlah kota di Hindia Belanda pada masa itu.
Kemudian sejak Desember 1945 sampai dengan Maret 1946, Kamar 911 sempat digunakan sebagai kantor Markas Besar Oemoem (MBO) Tentara Keamaan Rakyat Pimpinan Panglima Besar Jenderal Sudirman.
Pada saat Serangan Umum 1 Maret 1949, Hotel Merdeka menjadi salah satu sasaran penyerbuan oleh SWK 103, karena di hotel ini menjadi tempat menginap perwira-perwira tentara Belanda.
Momentum penting pengamatan peristiwa Jogja Kembali yaitu keberangkatan Tentara NICA ke Jakarta pada 6 Juni 1949 melalui stasiun Tugu, oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI) juga terjadi di lingkungan hotel tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Libur Natal dan Tahun Baru, Potensi Pergerakan Orang Diprediksi Mencapai 110,67 Juta Jiwa
Advertisement
Ini Lima Desa Wisata Paling Mudah Diakses Wisatawan Menurut UN Tourism
Advertisement
Berita Populer
- Indeks Masih Jomplang, Penguatan Literasi Keuangan Sasar Mahasiswa UGM
- Undangan Memilih Pilkada Gunungkidul Didistribusikan ke 612.421 Warga
- Satu-satunya yang Gelar Kampanye Akbar, Heroe-Pena Gandeng 15.000 Kawula Muda
- Jadwal Terbaru KRL Jogja-Solo Jumat 22 November 2024, Berangkat dari Stasiun Tugu, Lempuyangan dan Maguwo
- Jadwal SIM Keliling di Kulonprogo Jumat 22 November 2024
Advertisement
Advertisement