Advertisement
Lintas Seni Rupa yang Mengisi Ruang dan Waktu
Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA—Seni rupa bisa mengisi ruang dan waktu. Dalam perkembangan permasalahan dan kondisi sosial manusia, seni rupa juga berubah dan mengisi ruang itu. Salah satunya dari Yayasan Jogja Disability Arts yang mengadakan Jogja International Disability Arts Biennale 2021.
Meski sudah terwadahi, disabilitas pelaku seni masih sering menjadi objek, ketimbang subjek seni. Salah satu anggota Yayasan Jogja Disability Arts, Sukri Budi Dharma, mengatakan dalam beberapa pameran, selain karya seni yang ditampilkan, disabilitas pelaku seni juga turut ditampilkan.
Advertisement
“Disabilitas jadi objek dari event. Selain itu pameran disabilitas tanpa ada kurasi yang proporsional, kurasi lebih pada dramatisasi bukan karyanya,” kata Sukri dalam Sarasehan Seni Budaya dengan tema Lintas Batas Seni Rupa di Gedung Societet Taman Budaya Yogyakarta, Gondomanan, Jogja, Selasa (12/4/2022).
Jogja International Disability Arts Biennale 2021 menjadi upaya mengatasi hal itu. Selain kurasi yang berkualitas tinggi, penonjolan karya lebih besar dari pada kondisi senimannya. Ada pula pelatihan serta penyediaan fasilitas yang mendukung pergerakan disabilitas.
Gelaran yang baru pertama kali di Indonesia, bahkan dunia, ini menarik animo yang tinggi. Dari 56 peserta, 21 orang berasal dari luar Indonesia seperti Korea Selatan, Brasil, Mesir, dan lainnya.
“Acara ini berdampak cukup besar, mulai dari semakin diketahuinya disabilitas pelaku seni, produk seni juga berkembang serta semakin terwadahi. Disabilitas pelaku seni menjadi punya tujuan karena ada pameran ke depan,” katanya, “Tahun ini ada dua pameran hasil kerja sama antara Indonesia, Inggris, dan Nigeria.”
Tidak hanya dalam dunia disabilitas, seni rupa juga merambah lingkungan. Sejak tahun 1990-an, Pekerja Seni Lingkungan dan Aktivis Forum Upcycle Indonesia, Iwan Wijono Putro, sudah menjadikan seni rupa dalam kampanye isi lingkungan. Dia menggunakan media tubuh dalam kampanye. Bagi Iwan, seni merupakan pertemuan antara pikiran publik, memori, ruang, dan waktu.
Seiring berjalannya waktu, ada beberapa proyek yang Iwan kerjakan, salah satunya yang sedang berjalan yaitu pembangunan candi batu plastik. Batu sebagai bahan dasar candi berasal dari sampah plastik yang sudah diolah.
“Pembangunan candi batu plastik ini berasal dari pendanaan Gothe Institute dan Pemerintah Jerman,” katanya. “Nantinya, selain menjadi tempat wisata, di candi batu plastik juga menjadi pusat pelatihan dan edukasi tur tentang limbah dan lingkungan hidup.”
Konsep seni rupa pengolahan sampah tentang bagaimana semua barang terpakai.
Selain itu, seni rupa juga tidak terlepas dari pengaruh perkembangan zaman, termasuk teknologi. Penggunaan teknologi berpengaruh pada transaksi atau distrubusi karya seni rupa.
Kurator Seni Rupa dan Inisiator Indo NFT Festiverse, M. Rain Rosidi, mengatakan non fungible token (NFT) menjadi alternatif pertukaran nilai seni. Sistem dalam NFT dengan kode keasliannya membuat karya seni digital memiliki nilai yang bagus.
“Kode keaslian ini yang membuat benda digital punya nilai yang bisa disamakan dengan nilai seni,” kata Rain, “Saya belum tahu apakah akan ada perubahan dalam distribusi seni rupa ke depan secara signifikan. Namun NFT memberi ruang baru atau alternatif dalam distribusi seni.”
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
KPK Periksa Mantan Ketua KPU Arief Budiman Terkait Kasus Hasto Kristiyanto
Advertisement
Bali Masuk 20 Besar Destinasi Wisata Terbaik di Asia Tahun 2025
Advertisement
Berita Populer
- 2 Bulan Beroperasi, TPST Modalan Hanya Mampu Mengolah Sampah 16 Ton per Hari
- DPRD Kota Jogja Umumkan Penetapan Walikota Jogja Terpilih, Jadwal Pelantikan Masih Menunggu
- Menu MBG di Sleman Hari Kedua: Lauk dan Sayur Tetap Nikmat Meski Tanpa Susu
- Banyak Sampah Dibuang di Hutan Gunungkidul Akibat Minimnya Kesadaran Warga
- Perbaikan Jalan Sentolo-Nanggulan Rp2 Miliar, Warga Minta Libatkan Tenaga Kerja Lokal
Advertisement
Advertisement