Advertisement

Bambang Widodo, Sosok Dibalik Berubahnya Wajah Suram & Seram Museum

Lajeng Padmaratri
Sabtu, 07 Mei 2022 - 08:37 WIB
Arief Junianto
Bambang Widodo, Sosok Dibalik Berubahnya Wajah Suram & Seram Museum Bambang Widodo. - Istimewa

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA--Kebiasaan meliput agenda permuseuman di Jogja mengantarkan Bambang Widodo untuk terjun lebih intens ke dunia museum. Kini, Ketua Umum Barahmus DIY ini terus berupaya mengajak generasi muda untuk mengembangkan museum.

Sebagai kota yang sarat budaya, sejarah, dan pendidikan, Jogja memiliki banyak museum dengan jenis yang beragam. Mulai dari museum yang fokus pada studi sejarah kemerdekaan, peninggalan budaya, teknologi, dan studi alam. Keragaman museum ini yang membuat Bambang Widodo tertarik untuk mengulik setiap sisi dunia museum.

Advertisement

Pria berusia 63 tahun yang juga akrab disapa Ki Bambang Widodo ini sudah lama bersinggungan dengan topik museum sejak menjadi wartawan di salah satu media cetak tertua di Jogja.

BACA JUGA: Harga Tiket Bus di Wonosari Ikut Naik

Salah satu momentum penting mengenai pengembangan museum di Indonesia ialah saat diluncurkannya logo dan jingle berjudul Museum di Hatiku sebagai pendukung program Wajib Kunjung Museum pada 2010.

“Salah satu penciptanya itu seniman, mendiang Pak Djaduk. Saya sebagai wartawan di tahun itu turut menulis, hasil terbitnya masih tersimpan sampai sekarang,” tuturnya kepada Harianjogja.com, belum lama ini.

Saking seringnya menulis tentang museum, Bambang tengah mempersiapkan sebuah buku yang berisi kumpulan tulisan tentang museum yang telah terbit di media massa. Dia memperkirakan buku itu akan setebal 300 lembar.

Hal itu terus diperkuat dengan Bambang yang sudah bekerja di Tamansiswa sejak tahun 1978. Pengalaman itu membuatnya belajar banyak mengenai ajaran Ki Hajar Dewantara yang tersimpan di Museum Dewantara Kirti Griya.

“Ternyata banyak mutiara terpendam di sana. Seperti ajaran Ki Hajar Dewantara yaitu Tringo, ngerti-ngroso-nglakoni, kemudian trilogi kepemimpinannya yaitu Ing Ngarso Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karso, Tut Wuri Handayani, dan banyak lagi. Di sana ada wawasan kebangsaan, kebudayaan, cinta Tanah Air, budi pekerti luhur, seni budaya, bahkan sampai dolanan anak. Itu membuat saya cinta dengann Tamansiswa dan museum,” ujar Bambang yang pernah menjabat sebagai Pembimbing Museum Dewantara Kirti Griya Tamansiswa ini.

Bambang bercerita bahwa kecintaannya terhadap museum lantaran banyak nilai yang terkandung di dalamnya. Tak hanya benda-benda peninggalan sejarah yang menjadi koleksi yang bisa dilihat, bahkan ajaran dari para tokoh dan pahlawan yang ada di museum itu dirasa Bambang merupakan harta kekayaan yang tidak bisa dinilai harganya.

“Saya senang dengan museum karena kalau di pelajaran sejarah kan hanya berupa cerita, tetapi begitu kita mengunjungi museum kan jadi bisa menyaksikan sendiri wujudnya melalui koleksi yang disimpan, jadi bisa tersentuh hatinya,” kata dia.

Pancingan

Kiprahnya di Tamansiswa membuatnya bergabung ke Badan Musyawarah Musea (Barahmus) DIY. Kini, ia menjabat sebagai ketua umum dengan periode 2018-2023.

Warga Umbulharjo, Kota Jogja ini menuturkan selama masa kepemimpinanya ini ia fokus pada program penyebaran informasi dan komunikasi mengenai museum. Sebagai wartawan, hal itu pun membuatnya dekat dengan berbagai kalangan dan bisa memanfaatkan berbagai media yang ada, mulai dari media massa dan media sosial.

Bagi Bambang, museum merupakan lembaga yang melindungi, memelihara, memanfaatkan, mengembangkan, serta mengomunikasikan koleksi kepada masyarakat. “Kalau mengomunikasikan berarti jangan hanya tiap ada kehilangan koleksi baru dikomunikasikan, tetapi kegiatan apapun itu sebaiknya dikomunikasikan dengan masyarakat,” kata dia.

BACA JUGA: Kapospam Piyungan Minta Pengendara Menghindari Cinomati

Dia pun berupaya rutin dalam mengunggah informasi mengenak kegiatan Barahmus DIY ke media sosial pribadinya.

Menurutnya, usaha tersebut membuahkan hasil positif dengan banyaknya orang yang saat ini sudah mengenal Barahmus DIY dibandingkan beberapa tahun silam. Padahal, organisasi nirlaba yang bergelut di permuseuman ini sudah berdiri sejak 7 Agustus 1971.

Semangat meneguhkan museum sebagai pusat kebudayaan dan pendidikan juga merambah ke digital. Bambang sangat mendukung upaya digitalisasi museum agar bisa menarik minat generasi muda.

Salah satunya dengan augmented reality, yaitu teknologi yang memvisualisasikan koleksi museum dengan komputer digital. Ia mendorong museum-museum di Jogja yang saat ini berjumlah 40 museum untuk bisa ke arah digital.

“Meski begitu, online dan digital itu cukup sebagai pancingan saja. Jangan justru anak sudah puas main ke museum via online, nanti anak-anak malah enggak datang ke museum,” ujarnya.

Dia menuturkan daya tarik untuk mengajak generasi muda datang ke museum terus diperlukan lewat narasi yang kuat.

“Dengan begitu mereka bisa benar-benar melihat koleksi di museum, oh ngene to wujude, dan sebagainya,” kata dia yang pernah memperoleh penghargaan Nayaka Pariwisata Berkelanjutan dari Menteri Pariwisata pada 2018 itu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Patahan Pemicu Gempa Membentang dari Jawa Tengah hingga Jawa Timur, BRIN: Di Dekat Kota-Kota Besar

News
| Kamis, 28 Maret 2024, 20:47 WIB

Advertisement

alt

Mengenal Pendopo Agung Kedhaton Ambarrukmo, Kediaman Sultan Hamengku Buwono VII

Wisata
| Senin, 25 Maret 2024, 20:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement