Jogja Bakal Dilanda Kemarau Basah, Ini Dampaknya
Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA—Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprediksi DIY bakal dilanda kemarau basah. Implikasinya, meski kemarau, hujan masih tetap akan mengguyur hingga pertengahan tahun.
Hingga akhir Mei 2022 ini, di sejumlah wilayah di DIY terpantau masih terjadi hujan bahkan dengan intensitas tinggi. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprediksi hujan masih mungkin terjadi hingga Juli mendatang.
Advertisement
Kepala Stasiun Klimatologi BMKG Yogyakarta, Reni Kraningtyas, menjelaskan saat ini sebagian wilayah DIY sudah memasuki awal musim kemarau dan sebagian masih pancaroba. “Sebagian DIY wilayah tengah ke atas sampai utara masih pancaroba,” ujarnya, Sabtu (21/5/2022).
Di DIY kata dia, memang tidak bersamaan memasuki awal musim kemarau. Ada yang justru maju satu dasarian atau 10 hari dari normalnya seperti Kulonprogo dan Bantul wilayah selatan. Tapi untuk Gunungkidul selatan sama dengan normalnya. “Yang mundur Gunungkidul wilayah utara, Kulonprogo wilayah barat dan Sleman wilayah barat,” katanya.
BACA JUGA: Bakal Menjadi Penjabat Wali Kota Jogja, Sumadi: Sebagai ASN Saya Harus Siap
Seluruh wilayah DIY akan memasuki awal musim kemarau pada Juni nanti. Meski demikian, potensi hujan bahkan cuaca ekstrem masih memungkinkan terjadi. Hal ini disebabkan oleh setidaknya dua faktor. Pertama masih hangatnya suhu permukaan laut di sekitar Indonesia khususnya Jawa.
“Masih sekitar 29-30 derajat celcius. Kami prediksikan sampai juli agustus pun demikian. Yang kedua fenomena lanina moderate muncul lagi. Dampaknya terhadap penambahan intensitas curah hujan. Nilainya -1,31. Kalau di atas -1 dikatakan moderate,” ungkapnya.
Namun diprediksikan bulan depan menurun lagi ke Lanina lemah, mulai dari Juni, Juli, Agustus, hingga September. Kemudian Oktober-Desember baru diperkirakan Lanina ke netral. “Jadi ketika masuk awal musim hujan periode 2022-2023 itu baru ke Lanina netral,” katanya.
Dengan adanya dua faktor tersebut, maka pada tahun ini terjadi kemarau basah. Hal ini menurutnya sama dengan 2021 lalu dimana hujan juga masih kerap terjadi hingga pertengahan tahun. Meski masih terjadi hujan, intensitas curah hujannya diprediksi akan terus menurun. Pada Mei curah hujan 150-200 mm, lalu Juni di bawah 150 mm dan juli 50-100 mm.
Fenomena ini menurutnya tidak berdampak signifikan untuk nelayan karena DIY wilayah selatan masih normal dalam memasuki awal musim kemarau. Sementara untuk pertanian dampaknya pada jenis tanaman tertentu saja.
“Di pertanian sebenarnya ada yang diuntungkan ada yang tidak. Tergantung jenis tanaman. Kalau palawija tidak terlalu signifikan. Pada awal-awal menanam masih butuh curah hujan agak tinggi. Kurang dari 200 mm per bulan. Kalau di atas itu cocoknya tanam padi,” ungkapnya.
Fenomena ini juga memiliki potensi bencana, khususnya di wilayah perbukitan. Tanah yang kering akibat tidak terkena hujan dua sampai empat minggu hingga tanahnya merekah, ketika terkena hujan rawan terjadi longsor. “Karena rekahan tanah terisi air,” kata dia.
Selain itu, meski kemarau basah, masih ada potensi terjadi kekeringan terutama pada puncak musim kemarau yang diprediksi pada Juli-Agustus. “Walaupun iklim cenderung basah namun potensi kekeringan bisa juga terjadi, yaitu pada puncak musim kemarau, bulan Juli dan Agustus,” katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
BPJS Ketenagakerjaan Tingkatkan Sinergi PLKK untuk Pelayanan Kecelakaan Kerja yang Lebih Cepat
Advertisement
Ini Lima Desa Wisata Paling Mudah Diakses Wisatawan Menurut UN Tourism
Advertisement
Berita Populer
- Dinas Kebudayaan Gelar Malam Anugerah Kebudayaan dan Launching Aplikasi SIWA
- Pemkab Bantul Kembali Bagikan 250 Pompa Air Berbahan Bakar Gas ke Petani
- KPH Yudanegara Minta Paguyuban Dukuh Bantul Menjaga Netralitas di Pilkada 2024
- Mendorong Pilkada yang Inklusif dan Ramah Difabel
- Terbukti Langgar Netralitas, Seorang ASN di Bantul Dilaporkan ke BKN
Advertisement
Advertisement