Restorative Justice: 2 Kasus Pidana di Jogja Ini Batal ke Pengadilan
Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA-Kejaksaan Negeri (Kejari) Jogja mengupayakan pendekatan restorative justice untuk mengurangi kelebihan kapasitas Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) dan penegakan hukum yang berkeadilan. Restorative justice untuk dua kasus berhasil dikabulkan dengan menghentikan perkara pidana, sementara dua lainya menunggu keputusan Jaksa Agung.
Restorative justice merupakan penyelesaian masalah pidana di luar pengadilan dengan mempertimbangkan aspek keadilan dan kebijaksanaan.
Advertisement
Kepala Seksi Intel Kejari Jogja Bagus Kurnianto menyebut dua kasus yang berhasil dihentikan lewat mekanisme restorative justice terkait penganiayaan dan pencurian. Sedangkan dua lainnya yang menunggu pengabulan Jaksa Agung juga terkait hal sama. “Kami ajukan empat kasus ini karena memenuhi syarat restorative justice,” jelasnya, Senin (23/5/2022).
BACA JUGA: Resmi Tinggalkan Balai Kota, Terima Kasih Haryadi Suyuti-Heroe Poerwadi
Bagus menjelaskan syarat tersebut antara lain adanya perdamiaan diantara dua belah pihak, kerugian yang ditimbulkan tidak mencapai Rp1,5 juta, disepakati oleh tokoh masyarakat sekitar, dan ancaman pidananya di bawah lima tahun penjara. “Pendekatan restorative untuk mengurangi penghuni lapas yang melebihi kapasitas dimana sudah 200-300 persen tingkat keterpenuhannya sekarang,” ujarnya.
Selain itu, restorative justice dilakukan untuk memberikan rasa keadilan dalam proses hukum bagi masyarakat. “Kasus yang dikabulkan kemarin, misalnya, maling motor karena terhimpit ekonomi, pelaku ini pengangguran dan mengurusi nenek dan adiknya, selain itu pelaku juga depresi dan sempat mencoba bunuh diri,” kata Bagus.
Lataran motif kejahatan yang bukan untuk senang-senang, kata Bagus, dan kondisi pelaku yang rentan maka upaya restorative justice dilakukan. “Sehingga perkara dihentikan, untuk keadilan yang lebih bijaksana karena korban juga sudah memaafkan,” ujarnya.
Direktur LBH Jogja Julian Dwi Prasetia mendukung upaya restorative justice sebagai langkah mewujudkan keadilan. “Sebgai trobosan hukum tentu ini bagus, tapi harus dicermati juga kontrol pelaksanaanya, katanya, Senin (23/5/2022).
Kontrol yang dimaksud Julian adalah hak prerogratif dalam restorative justice yang hanya dipegang oleh kejaksaan. “Karena selama ini kami menangani kelompok rentan tapi sulit untuk megakses restorative justice,” ujarnya.
Salah satu kelompok rentan yang dimaksud Julian adalah perempuan yang berhadapan dengan hukum. “Banyak kasus KDRT dimana korbannya perempuan dan mau berdamai tapi malah dilaporkan balik oleh suaminya dengan pencemaran nama baik, tapi kejaksaan tak menggunakan restorative justice untuk ini,” jelasnya.
Untuk memberikan kontrol pada penggunaan hak prerogratif kejaksaan, kata Julian, perlu dipertegas lagi dalam perundang-undangan. “Perlu dipertegas kasus apa saja yang bisa dilakukan restorative justice, terutama saya harap yang bisa melindungi kelompok rentan,” jelasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Puncak Arus Mudik Liburan Natal Diprediksi Terjadi pada 24 Desember
Advertisement
Ini Lima Desa Wisata Paling Mudah Diakses Wisatawan Menurut UN Tourism
Advertisement
Berita Populer
- Prediksi Cuaca BMKG, Seluruh Wilayah DIY Diguyur Hujan Lebat 3 Hari ke Depan
- Liga 1 Besok, PSS Jamu PSBS Biak, Ini Head to Head Kedua Tim
- KPU Bantul Mulai Mendistribusikan Undangan Nyoblos di Pilkada
- KPU Bantul Pastikan Pemilih Tidak Memenuhi Syarat Telah Dicoret dari DPT
- KPU Sleman Memprediksi Pemungutan dan Perhitungan Suara di TPS Rampung Maksimal Jam 5 Sore
Advertisement
Advertisement