Advertisement

Tambang Ilegal di Kali Progo Merajalela, Warga Demo Minta Sultan Turun Tangan

Ujang Hasanudin
Selasa, 31 Mei 2022 - 17:27 WIB
Bhekti Suryani
Tambang Ilegal di Kali Progo Merajalela, Warga Demo Minta Sultan Turun Tangan Sejumlah penambang pasir kali Progo yang tergabng dalam Kelompok Penambang Progo (KPP) melakukan aksi damai di Bundaran Srandakan Bantul, Selasa (31/5/2022)-Harian Jogja - Ujang Hasanudin

Advertisement

Harianjogja.com, BANTUL-Puluhan penambang pasir dari Kelompok Penambang Progo (KPP) menggelar aksi damai di Bundaran Srandakan atau Perbatasan wilayah Bantul dan Kulonprogo, Selasa (31/5/2022) siang. Mereka meminta Gubernur DIY Sri Sultan HB X turun tangan melakukan penertiban penambang pasir ilegal di sepanjang kali Progo yang masih marak sampai saat ini.

KPP merupakan organisasi penambang rakyat sepanjang kali Progo yang berdiri sejak 2015 lalu dengan tujuan memanfaatkan potensi lokal dengan cara memberdayakan diri menambang pasir untuk menutupi kebutuhan sehari-hari dan membantu pemerintah menyediakan pasir sebagai pendukung kebutuhan material pembangunan. Anggota KPP ada sekitar 3.200 kepala keluarga yang ada di wilayah Sleman, Kulonprogo, dan Bantul.

Advertisement

Ketua KPP, Yunianto mengatakan aksi damai yang dilakukan KPP merupakan kesekian kalinya namun belum ada tindaklanjut dari pemerintah terkait keberadaan penambang ilegal di sepanjang kali Progo. Padahal penambang ilegal leluasa menambang pasir bahkan sampai Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) yang sedang dalam proses pengajuan izin ikut ditambang.

BACA JUGA: Musim PPDB, Perpindahan Alamat Domisili Meningkat di Jogja

Tidak hanya itu banyak juga penambang ilegal yang mendompleng pada penambang IPR dengan romtek pompa mekanik di atas 25 PK, alat penyaring dan eskavator. Padahal sesuai izin IPR dari pemerintah alat pompa maksimal 25 PK, “Ini ngawur, mereka para penambang ilegal tidak ada iktikad baik untuk mengurus izin,” kata Yunianto, disela-sela aksi damai berlangsung.

KPP selama ini sudah beriktikad baik mengurus izin penambangan dan sudah keluar Izin Penambangan Rakyat (IPR) sebanyak 32 sampai 2019 lalu di sepanjang kali Progo. Namun sejumlah pihak penambang ilegal yang tidak berizin hanya didiamkan. Bahkan beberapa kali ada razia dari kepolisian dan instansi terkait namun tetap masih beroperasi.

Ia menduga banyak oknum aparat yang melindungi penambang ilegal sehingga tetap nekat beroperasi, bahkan jumlah penambang ilegal di sepanjang kali Progo bisa mencapai puluhan. Parahnya lagi penambangan itu juga dilakukan di atas titik teman-teman milik anggota KPP.

Tidak hanya itu, KPP menyebut penambang ilegal tersebut juga banyak yang melakukan penambangan didekat jembatan atau bendungan yang merupakan unstalasi vital milik negara. Kondisi tersebut sangat membahayakan konstruksi bangunan. Yunianto juga heran hasil kunjungan Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas di beberapa titik penambangan bahkan retaknya di bawah bendungan akibat penambangan tidak ada tindaklanjut sampai saat ini.

Karena itu pihaknya meminta Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X untuk turun langsung, “Kami suarakan, kami hadir, kami ingin Sultan selaku Raja kami, pengayom kami ini hanya Sri Sultan yang bisa mengatasi carut-marut penambangan di kali Progo, karena banyak di-backup aparat,” ujar Yunianto.

Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) DIY, Noviar Rahmad saat dimintai konfirmasi mengaku tidak bisa berbuat banyak soal penertiban penambang ilegal di sepanjang kali Progo karena kewenangan penambangan ada di Pemerintah Pusat sesuai Undang-undang Nomor 3 Tahun 2020. Undang-undang tersebut merupakan perubahan atas Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

Namun demikian Undang-udang tersebut saat ini sudah keluar Peraturan Pemerintah (PP). Dalam PP tersebut diakui Noviar mengatur bahwa penertiban penambangan diserahkan ke pemerintah daerah, “Tapi belum ada serah terima dari daerah, PP baru keluar sebulanan, tapi belum ada serah terima,” katanya.

Dalam PP itu nantinya akan ditindaklanjuti dengan membentuk tim penertiban penambangan yang terdiri dari Satpol PP, Balai Besar Wilayah Serayu Opak (BBSWO) dan Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Sumber Daya Mineral (PUP-ESDM), dan kepolisian. Selama ini ia mengakui penertiban penambang ilegal sangat terbatas, hanya dengan Perda Nomor 2 Tahun 2017 tentang Ketentraman dan Ketertiban Umum yang ancaman hukumannya tidak membuat penambang ilegal jera karena ancaman hukumannya tiga bulan kurungan dan denda maksimal Rp50 juta. Dan faktanya hasil putusan sidang pengadilan hanya denda ratusan ribu. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Yusril Serahkan Berkas Putusan Asli MK ke Prabowo Subianto

News
| Selasa, 23 April 2024, 21:47 WIB

Advertisement

alt

Rekomendasi Menyantap Lezatnya Sup Kacang Merah di Jogja

Wisata
| Sabtu, 20 April 2024, 07:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement