Advertisement

Video Mapping Sumbu Filosofi, Sejarah dalam Balutan Seni dan Teknologi

Triyo Handoko
Kamis, 08 September 2022 - 06:57 WIB
Sirojul Khafid
Video Mapping Sumbu Filosofi, Sejarah dalam Balutan Seni dan Teknologi Pemutaran video mapping di Panggung Krapyak, Bantul, DIY, Rabu (7/9/2022). - Harian Jogja/Triyo Handoko

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA—Selepas adzan isya, fasad Panggung Krapyak sudah ramai dijejali warga Panggungharjo dan berbagai pengunjung lainnya, Senin (5/8/2022). Semua kalangan dari tua, muda, anak-anak, laki-laki, dan perempuan memenuhi sisi Selatan dan Barat Panggung Krapyak.

Keramaian malam itu berbeda dengan malam-malam biasanya. Jauh lebih ramai hingga tiga sisi jalan di Panggung Krapyak ditutup. Mereka hendak menyaksikan video mapping di bangunan bersejarah tersebut.

Advertisement

Pemutaran video mapping di Panggung Krapyak tersebut sebagai tanda penutupan Jogja World Heritage Week 2022. Kegiatan malam itu adalah rangkaian terakhir dari gelaran yang ditujukan untuk menunjang pengajuan Sumbu Filosofi sebagai warisan budaya dunia.

Sebelumnya, sudah pernah ada video mapping di Panggung Krapyak. Namun, sejak pandemi baru kali itu diselenggarakan lagi video mapping. Tema video yang hendak disaksikan pun berbeda dari sebelumnya.

Sinar warna-warni dengan kuat menyorot dinding putih Panggung Krapyak. Hanya sisi utara Panggung Krapyak saja yang tak dapat sorotan cahaya video mapping tersebut, lantaran sisi Utara jalan masih dibuka. Sedangkan sisi Timur, Selatan, dan Barat Panggung Krapyak ditutup untuk digunakan warga menyaksikan pertunjukan malam itu.

Dari proyektor yang berukuran lebih besar daripada proyektor untuk presentasi dalam ruangan, cahaya yang keluar tampak tak karuan. Namun, setibanya di dinding Panggung Krapyak semburat cahaya tersebut tampak menata dirinya dengan rapi. Sehingga muncul aneka gambar yang detailnya jelas terlihat dari jarak lebih 20 meter dari dinding Panggung Krapyak.

BACA JUGA: Event Fashion Bergeliat, GKR Mangkubumi: Saatnya Pariwisata DIY Bangkit

Lewat semburat cahaya tersebut, dinding Panggung Krapyak jadi penuh warna. Warna-warna itu membentuk berbagai keterangan informasi baik teks, foto, hingga animasi visual. Berbagai keterangan informasi dari semburan cahaya proyektor itu juga berbentuk tiga dimensi menyesuaikan bentuk dinding Panggung Krapyak. Sehingga informasi yang disampaikan berpotensi mudah dipahami pemirsanya.

Sosok di balik video mapping tersebut adalah Ari Wulu. Hanya butuh waktu seminggu baginya untuk memproduksi video tersebut. Bentuk dinding Panggung Krapyak memudahkannya membuat video yang tersebut karena tak banyak lekukan.

Menyajikan Sejarah dalam Lima Menit

Tantangan terbesar produksi video mapping yang ditampilkan malam itu, menurut Ari, adalah memilih dan memadatkan informasi apa yang hendak disampaikan. “Sumbu FIlosofi ini kan banyak sekali informasinya, sumbernya banyak, tantangannya bagaimana menyampaikan informasi tersebut dengan mudah tanpa mereduksi informasi yang ada,” jelasnya.

Tiga menit pertama video mapping, jelas Ari, menjelaskan Sumbu Filosofi secara umum. “Lalu dua terakhir fokus ke Tugu Pal Putih dan Panggung Krapyak,” ujarnya.

Kraton tak banyak disorot, menurut Ari, karena terlalu kompleks. “Secara umum untuk Kraton masuk dalam tiga menit pertama, takutnya nanti kalau fokus justru mereduksi jadi enggak baik,” jelas Ari.

Di sisi lain informasi yang terlalu banyak, menurut Ari, berpotensi membuat penontonnya merasa bosan. “Jadi informasinya yang ringan-ringan saja, yang penting bisa mengenalkan Sumbu Filosofi ke mereka dan bikin mereka penasaran, sehingga mereka akan cari informasi yang lebih lengkap dari sumber lain,” jelas orang yang pernah jadi Festival Director di Yogyakarta Arts Festival tersebut.

Usaha Pemda DIY untuk menggandengnya membuat video mapping tersebut, lanjut Ari, patut diapresiasi karena lebih kreatif dan kekinian mengenalkan sejarah dan budaya sesuai zaman. “Tidak cukup sekadar melalui buku dan dongeng-dongeng saja,” ujarnya.

BACA JUGA: Banyak Mahasiswa Baru di DIY, Sepeda Motor Jadi Tambah Laris dan Waktu Inden Lebih Lama

Kenalkan Sejarah dengan Teknologi

Tak hanya video mapping, pengenalan sejarah Sumbu Filosofi dengan teknologi juga dilakukan melalui kacamata virtual reality (VR) untuk melihat wahana panorama 360 derajat pada tempo dulu. Pada gelaran Jogja World Heritage Week ini penggunaan kacamata VR dilakukan di Tugu Pal Putih.

Kepala Balai Pelaksana Kawasan Sumbu Filosofi (BPKS), Agung Dwi Hartanto, menjelaskan strategi penggunaan teknologi tersebut dilakukan agar anak mua lebih antusias mengenal dan mempelajari Sumbu Filosofi. “Ini langkah terobosan kami untuk terus melestarikan budaya kepada generasi muda dengan menyesuaikan minat mereka yang terus berkembang,” jelasnya.

Agung yang turut membuka penutupan Jogja World Heritage Week menjelaskan BPKSF selalu membuka diri pada model-model baru pelestarian budaya dan sejarah, khususnya Sumbu Filosofi. “Kami memang harus menyesuaikan zaman, tidak mungkin lagi menggunakan cara lama dalam mengenalkan Sumbu Filosofi karena zaman berganti,” ujarnya.

Video mapping, jelas Agung, diproduksi untuk memenuhi tuntutan zaman tersebut. “Kami bekerjasama dengan seniman video mapping ini juga banyak belajar terkait pengenalan Sumbu Filosofi dengan menggunakan teknologi baru,” ujarnya.

Harapannya makin banyak generasi muda yang memahami dan mau ikut melestarikan Sumbu Filosofi, dengan disesuaikannya medium pengenalan Sumbu Filosofi dengan teknologi baru. “Apalagi Sumbu Filosofi mau jadi warisan budaya dunia, maka harus ada regenerasi,” katanya.

BACA JUGA: Soal BLT BBM, Ekonom DIY: Awas Jadi Bahan Kampanye!

Menuju Warisan Dunia Menuju Kemakmuran

Saat menutup Jogja World Heritage Week malam itu, Kepala Dinas Kebudayaan DIY, Dian Lakshmi Pratiwi menyebut Sumbu Filosofi akan mendatangkan kemakmuran jika diakui sebagai warisan dunia. “Berkaca dari daerah lain, misalnya, di Sawahlunto kunjungan wisatanya jadi tiga kali lipat lebih banyak,” ujarnya.

Dian juga berharap hal demikian pada Sumbu FIlosofi. “Agar kemakmuran dapat meningkat dengan disahkannya Sumbu Filosofi jadi warisan budaya dunia,” katanya.

Sehingga Pemda DIY, lanjut Dian, terus berupaya mewujudkan pengesahan dari UNESCO tersebut. Setidaknya warga di sekitar Sumbu Filosofi, terlepas dari kemiskinan dengan meningkatnya pariwisata di Sumbu Filosofi. “Tentu di area nominasi enggak mungkin dong masyarakatnya di bawah level, dia harus naik kelas semua, berarti kesejahteraan mesti meningkat,” tegasnya.

Selain kemakmuran dari ditetapkannya Sumbu Filosofi jadi warisan budaya dunia, Dian menyebut pelestarian budaya dan sejarah juga penting dilakukan. “Kalau sudah disahkan berarti akan lebih kuat lagi pelestariannya karena sudah jadi warisan dunia dan jadi kembanggan masyarakat DIY,” katanya.

Nilai-nilai budaya dan filosofi dari Sumbu Filosofi, bagi Dian, juga kekayaan yang tak ternilai yang dimiliki masyarakat DIY. “Di sana kan ada nilai-nilai hidup yang sarat makna dan secara turun temurun jadi jalan hidup yang terbukti baik, itu saja sudah luar biasa,” tegasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Kuta Selatan Bali Diguncang Gempa Berkekuatan Magnitudo 5,0

News
| Jum'at, 26 April 2024, 21:17 WIB

Advertisement

alt

Sandiaga Tawarkan Ritual Melukat ke Peserta World Water Forum di Bali

Wisata
| Sabtu, 20 April 2024, 19:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement