Advertisement

74 Tahun Lalu, 202 Warga Kemusuk Bantul Dibantai

Ujang Hasanudin
Selasa, 28 Februari 2023 - 20:17 WIB
Budi Cahyana
74 Tahun Lalu, 202 Warga Kemusuk Bantul Dibantai Ilustrasi agresi militer. - Pixabay.com

Advertisement

Harianjogja.com, BANTUL—Kemusuk merupakan salah satu dusun di Bantul yang menjadi saksi sejarah kekejaman Belanda dalam Agresi Militer II. Belanda memporak porandakan dusun di Kalurahan Argomulyo, Kapanewon Sedayu, tersebut yang juga merupakan tempat kelahiran Soeharto yang turut memimpin perang melawan Belanda.

Ada 202 warga Kemusuk yang dibantai pasukan Belanda 74 tahun lalu tersebut. Peristiwa itu dikupas dalam seminar yang diselenggarakan oleh Yayasan Kajian Citra Bangsa (YKCB) Memaknai Peristiwa Kemusuk-Somenggalan Dalam Serangan Oemoem 1 Maret 1949 pada Selasa (28/2/2023) di Museum Memorial Jenderal Besar HM Soeharto, Dusun Kemusuk, Kalurahan Argomulyo, Kapanewon Sedayu, Bantul.

Advertisement

Ketua YKCB Mayor Jenderal TNI (Purn) Lukman R Boer mengatakan dasar pembantaian ratusan warga Kemusuk kala itu karena tentara Belanda geram sebab tidak mendapatkan informasi tentang  keberadaan Soeharto di desa tersebut. Hal itu yang kemudian menyulut kemarahan pasukan Belanda dan secara membabi-buta menembaki setiap laki-laki bahkan hingga balita di desa tersebut. Mayat para masyarakat pribumi pun dibakar.

Lukman menerangkan Soeharto kala itu dicari-cari oleh tentara Belanda karena memimpin rangkaian serangan malam hari terhadap pasukan Belanda di sekitar Kantor Pos Besar, Secodiningratan, Ngabean, Patuk, Sentul, dan Pengok. Banyak korban dan bangunan yang hancur dari pasukan Belanda.

Sebelumnya pasukan Belanda telah merasa menang ketika menangkap presiden, wakil presiden, dan beberapa menteri. Serangan tersebut telah menyulut kemarahan seluruh tentara Belanda. Serangan dari para pejuang tersebut menjadikan pasukan Belanda melakukan aksi pembalasan dengan mulai melakukan pembersihan ke desa-desa pinggiran kota dan menuju Dusun Kemusuk, karena Belanda tahu kalau Soeharto adalah yang memimpin perlawanan saat itu dan merupakan pemuda dari dusun tersebut.

“Pasukan Belanda masuk ke Dusun Kemusuk pada hari Jumat Kliwon, tanggal 6 Januari 1949. Mereka menanyai warga masyarakat di mana keberadaan Soeharto,” kata Lukman.

Alih-alih mendapat informasi, ternyata berbagai interogasi para tentara Belanda tersebut tidak menghasilkan apa-apa.

“Rakyat Kemusuk tidak mengaku di mana keberadaan Soeharto. Kemudian tanggal 8 Belanda balik lagi, bawa pasukan yang lebih besar. Mereka datang melakukan penyisiran mencari Soeharto dan pasukannya,” ucapnya. 

Lantaran gagal menangkap Soeharto, Belanda dengan kalap dan membabi buta, menembaki semua pria yang terlihat di Kemusuk maupun di desa-desa sekitarnya. Setidaknya 202 warga Kemusuk gugur dalam peristiwa itu. Kemusuk seketika berubah menjadi ladang pembantaian, dan menurutnya genosida ini bisa dikategorikan dalam pelanggaran Hak Asasi Manusia yang cukup berat.

Para pejuang pun tetap memberikan perlawanan dengan melakukan serangan umum sehari setelah Belanda membantai warga Kemusuk, yakni pada 9 Januari, yang dilanjutkan pada 16 Januari, 4 Februari dan puncaknya dilaksanakannya Serangan Umum pada pagi-siang hari pada tanggal 1 Maret 1949-yang kini dikenal sebagai peristiwa bersejarah Serangan Umum 1 Maret.

Dalam kesempatan itu Lukman mengatakan pembantauan di Kemusuk menjadi salah satu sejarah kelam bagi bangsa Indonesia. Kendati demikian sejarah tersebut harus terus hadir di ingatan masyarakat. Menurutnya peristiwa Kemusuk merupakan salah satu wujud sikap patriotis warga negara dalam upaya memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.

“Harapannya dengan mengenang peristiwa pembantaian  sebelum adanya Serangan Umum 1 Maret 1949, bisa menggugah kepedulian dan dapat menjadi ruh bagi generasi penerus bangsa agar memiliki sikap patriotisme dan nasionalisme dalam mengisi cita-cita Proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945,” ujar dia. 

Sebelum seminar, warga Kemusuk dan peserta seminar juga melakukan tabur bunga di Pemakaman Somenggalan tempat dikuburnya 202 warga Kemusuk yang dibantai oleh Belanda. Pada saat yang sama Bupati Bantul Abdul Halim Muslih juga melakukan ziarah dan tabur bunga di pemakaman tersebut dan menjadi pembina upacara. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Jadwal Buka Depo Sampah di Kota Jogja

Jadwal Buka Depo Sampah di Kota Jogja

Jogjapolitan | 2 hours ago

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

KPK Ungkap Mantan Kepala Bea Cukai Jogja Lakukan Pencucian Uang Capai Rp20 Miliar

News
| Sabtu, 20 April 2024, 07:27 WIB

Advertisement

alt

Kota Isfahan Bukan Hanya Pusat Nuklir Iran tetapi juga Situs Warisan Budaya Dunia

Wisata
| Jum'at, 19 April 2024, 20:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement