Advertisement
Dibangun di Zaman Jepang, Kondisi Tugu Tapal Batas Ngawen Gunungkidul Memprihatinkan

Advertisement
Harianjogja.com, GUNUNGKIDUL—Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Gunungkidul berencana melakukan kajian terhadap tugu tapal batas antara DIY dan Jawa Tengah di Kalurahan Tancep, Ngawen. Kondisi tugu itu kini sangat memprihatinkan karena kondisinya sudah tak lengkap lagi.
Penyiap Naskah TACB, Dinas Kebudayaan atau Kundha Kabudayaan Gunungkidul, Ari Kristiawan mengaku terus mengidentifikasi benda peninggalan bersejarah yang berkaitan dengan erat dengan masalah cagar budaya.
Advertisement
Hasil identifikasinya, salah satunya menemukan adanya sebuah tugu tapal batas penanda Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat dan Surakarta di Kalurahan Tancep, Ngawen. “Lokasinya berada di Pasar Memble atau tepatnya simpang tiga saat akan menanjak di Tanjakan Bundelan,” kata Ari kepada Hariangjogja.com, Rabu (19/7/2023).
BACA JUGA: Belanda Kembalikan Benda Bersejarah Indonesia, Ada Keris hingga Arca Ganesha
Dia menjelaskan, kondisi bangunan sangat memprihatinkan. Tugu setinggi sekitar dua meter ini sudah rusak. Hal ini terlihat dari bangunan yang menyisakan tumpukan batu bata.
Empat prasasti yang ada di tugu hanya tersisa satu dikarenakan tiga lainnya telah hilang. “Kelihatannya bangunan tugu diplester menggunakan tembok, tetapi sudah pada rontok,” ungkpanya.
Berdasarkan penelusuran awal melalui keterangan warga sekitar, tugu tapal batas ini dibangun antara 1938-1941. Hal ini diperkuat dengan adanya tugu yang hampir mirip di sisi utara (masuk Klaten, Jawa Tengah) dengan kondisi lebih bagus menerangkan tahun pembuatan. “Pembangunan pada masa penjajahan Jepang,” katanya.
Menurut Ari, dengan fakta temuan ini maka keberadaan tugu masuk benda bersejarah. Namun untuk menjadi benda cagar budaya harus melalui kajian yang lebih mendalam. “Sudah kami ajukan ke TACB. Kalau melihat dari sisi usia memenuhi persyaratan serta memiliki nilai sejarah yang kuat,” katanya.
Salah seorang warga Tancep, Suroto mengatakan, tidak tahu persis fungsi dari kegunaan tugu tapal batas ini. Berdasarkan informasi yang ia terima dari kabar yang beredar di masyarakat, tugu dibangun pada zaman penjajahan Jepang. “Kalau untuk apanya, saya kurang paham,” katanya.
Meski demikian, ia berharap keberadaan tugu bisa dirawat untuk memperkuat keistimewaan di DIY. “Ya kalau memang memiliki nilai sejarah yang kuat, harusnya dipelihara. Jangan dibiarkan begitu saja,” katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
- Libur Lebaran Hari Kedua, Malioboro Mulai Dipadati Wisatawan
- Pospam Hargodumilah Tangani Tujuh Kendaraan Bermasalah
- Viral, Sampah Berserakan di Pintu Masuk Jalan Dagen Malioboro, Begini Tanggapan UPT
- Hari Kedua Lebaran, Ribuan Penumpang Masih Berdatangan di Stasiun Daop 6 Jogja
- Polisi Ungkap Jenazah yang Ditemukan di Kali Code Pleret Merupakan Warga Wonogiri
Advertisement
Advertisement