Advertisement

Jelang Pemilu 2024, Bawaslu Kulonprogo Waspadai Dua Isu Ini

Andreas Yuda Pramono
Sabtu, 12 Agustus 2023 - 21:47 WIB
Sunartono
Jelang Pemilu 2024, Bawaslu Kulonprogo Waspadai Dua Isu Ini Ilustrasi caleg / Freepik

Advertisement

Harianjogja.com, KULONPROGO--Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kabupaten Kulonprogo menegaskan bahwa suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) masih akan menjadi sasaran politisasi menjelang Pemilu 2024.

Ketua Bawaslu Kulonprogo, Ria Harlinawati, mengatakan pelanggaran yang mungkin akan paling banyak terjadi selama proses Pemilu 2024 adalah politisasi SARA. Selain itu politik uang. Keduanya menjadi isu yang patut diwaspadai jelang Pemilu 2024

Advertisement

“Politisasi SARA menjadi pelanggaran yang mungkin paling banyak akan terjadi. Selain itu ada juga politik uang. Nah, dua itu kemungkinan sampai tahun 2024 masih akan ada,” kata Ria dihubungi, Sabtu (11/8/2023).

Ria menambahkan penanganan pelanggaran tersebut baik terkait politisasi SARA maupun politik uang tidak mudah. Musababnya adalah Bawaslu tidak dapat mengambil keputusan berdasarkan asumsi atau laporan semata.

“Sebagai contoh ada orang menganggap suatu tindakan yang diambil seseorang merupakan politik uang. Nah, itu kan asumsi masyarakat. Kami tidak bekerja by asumsi itu tapi regulasi,” katanya.

Oleh karena itu apabila terdapat masyarakat yang mempertanyakan tidak adanya keputusan Bawaslu dalam pelanggaran politik uang atau pelanggaran lain maka hal tersebut tidak benar. Sekali lagi, Ria menegaskan Bawaslu harus mengkaji pelanggaran tersebut dahulu sesuai regulasi, baru akan ada keputusan.

Jelas dia, salah satu upaya mengatasi pelanggaran tersebut terletak pada upaya pencegahan. Katanya, kolaborasi antarpihak dapat ditempuh untuk melakukan edukasi kepada masyarakat utamanya pemilih.

“Jadi ketika memilih pemimpin itu bukan hanya bersifat transaksional. Lebih pentingnya adalah kalau memilih pemimpin ya bisa dilihat dari program kerjanya. [Untuk mengedukasi] begini perlu banyak orang seperti tokoh agama. Mungkin melalui tokoh agama, pesan dapat didengar lebih banyak orang,” ucapnya.

Ria menerangkan Bawaslu memiliki dua ketugasan yaitu pencegahan dan penindakan. Upaya pencegahan tersebut lah yang pertama-tama harus dioptimalkan dengan bekerja sama dengan pihak lain.

Dosen Departemen Politik dan Pemerintahan Fisipol UGM, Arga Pribadi Imawan, membenarkan politisasi SARA kerap menjadi sasaran politisasi karena dianggap efektif menggaet massa utamanya sejak Pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2017.

“Mundur lagi, ketika Pemilu 2014, benih-benih atas politik yang mengutamakan kepada identitas memang sudah terpupuk. Nah, 2017 jadi momentum,” kata Arga.

Kendati begitu, Arga memprediksi politisasi SARA menjelang Pemilu 2024 akan cenderung melemah.  Kata dia, jumlah pemilih pemula yang dominan, sekitar 60%, menjadi faktor yang akan melemahkan politisasi SARA.

“Pemilih pemula cenderung rasional. Sebagai contoh kita bisa melihat Partai Solidaritas Indonesia [PSI]. Dulu PSI didirikan untuk menggaet suara anak muda dan dengan begitu mereka akan masuk ke partai dan mengajak anak muda lain. Tapi kenyataannya tidak. PSI masih sulit mengembangkan namanya. Pemilih muda malah condong ke partai yang telah mapan,” katanya.

Tegas dia, anak muda tidak menetapkan kesamaan usia sebagai faktor untuk memilih calon pemimpin. Anak muda lebih mempertimbangkan gagasan atau kepentingan yang dibawa calon.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

KPK Bantah Intimidasi Agustiani Tio Fridelina Terkait Kasus Hasto

News
| Rabu, 12 Februari 2025, 06:27 WIB

Advertisement

alt

Hangat dan Intimnya Romantic Dinner Hari Valentine bareng Pasangan di Royal Garden

Wisata
| Jum'at, 07 Februari 2025, 17:27 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement