Sejarah HUT Kota Jogja, Berawal dari Perjanjian Giyanti hingga Boyongan Sultan HB I ke Kraton
Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA—Kota Jogja memasuki Hari Ulang Tahun (HUT) ke-267 pada Sabtu 7 Oktober 2023. Selama ratusan tahun Jogja telah melewati berbagai masa dan dinamika di tanah air.
Hingga kontribusi Jogja terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Hal ini tidak lepas dari sejarah masa lalu Jogja yang dibangun oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I.
Advertisement
Berdasarkan situs resmi HUT Kota Jogja, sejarah berdirinya Kota Jogja berawal dari Perjanjian Giyanti tanggal 13 Februari 1755 atai tepatnya pada Kemis Kliwon, 12 Rabingulakir 1680 TJ. Perjanjian itu menghasilkan kesepakatan Kerajaan Mataram terbagi menjadi dua yaitu Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Ngayogyakarta. Pangeran Mangkubumi diakui menjadi raja Ngayogyakarta dengan gelar Sultan Hamengku Buwono Senopati Ing Alega Abdul Rachman Sayidin Panatagama Khalifatullah.
BACA JUGA : Jalanan Kota Padat Merayap, Anak Sekolah Ikut Karnaval Budaya Rayakan HUT Jogja
Daerah yang menjadi kekuasaan Sultan Hamengku Bowono I adalah Mataram (Yogyakarta), Pojong, Sukowati, Bagelen, Kedu, dan Bumigede. Selain itu ada daerah mancanegara seperti Madiun, Magetan, Cirebon, Separuh Pacitan, Kartosuro, Kalangbret, Tulungagung, Mojokerto, Bojonegoro, Ngawen, Sela, Kuwu, Wonosari, dan Grobogan.
Setelah perjanjian pembagian daerah disepakati, Sultan Hamengku Buwono I menetapkan Mataram yang menjadi kekuasaannya diberi nama Ngayogyakarta Hadiningrat dan beribukota di Ngayogyakarta (Kota Jogja). Hal ini diumumkan pada tanggal 13 Maret 1755 (Kemis Pon, 29 Jumadilawal 1680 TJ). Peristiwa ini dikemudian hari dikenal dengan nama Hadeging Nagari Ngayogyakarta.
Tempat yang dipilih sebagai pusat pemerintahan atau keraton ialah Hutan Pabringan yang terletak di antara sungai Winongo dan Sungai Code. Lokasi tersebut dipandang strategis dari segi pertahanan dan keamanan.
Cikal bakal lahan dibangunnya Kota Jogja ditandai oleh Umbul (mata air) Pacethokan di tengah hutan Pabringan. Mungkin mata air itu kemudian dibangun menjadi Umbul Winangun di kompleks Tamansari.
Selanjutnya pada tanggal 9 Oktober 1755 babat alas untuk pembangunan kraton dimulai. Sultan Hamengku Buwono I menempati Pesanggrahan Ambar Ketawang, Gamping sembari mengawasi pembangunan kraton baru.
Pembangunan keraton baru berlangsung selama hampir setahun. Tepat pada tanggal 7 Oktober 1756 (Kemis Pahing, 13 Sura 1682 TJ) Sultan Hamengku Buwono I beserta keluarga dan pengikutnya boyongan dari Ambarketawang menuju kraton yang baru selesai dibangun tersebut. Dalam penanggalan Tahun Jawa (TJ), peristiwa ini ditandai dengan sengkalan memet: Dwi Naga Rasa Tunggal dan Dwi Naga Rasa Wani.
BACA JUGA : Karnaval Budaya Perayaan HUT Kota Jogja, Pelajar Sekaligus Belajar Pengembangan Karakter
Menurut kisah dalam boyongan tersebut, Sultan HB I memasuki Kraton Jogja dari selatan atau arah belakang atau gerbang yang biasa disebut sebagai Kori Kemagangan. Karena peristiwa boyongan tersebut menjadi pangkal tolak berkehidupan dan berkeadaban, maka Pemerintah Kota Jogja memilih momentum tersebut sebagai tanggal berdirinya Kota Jogja.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Advertisement
Ini Lima Desa Wisata Paling Mudah Diakses Wisatawan Menurut UN Tourism
Advertisement
Berita Populer
- Konstruksi Tol Jogja-Bawen Seksi 1 Ruas Jogja-SS Banyurejo Capai 70,28 Persen, Ditargetkan Rampung 2026
- Lewat Film, KPU DIY Ajak Masyarakat untuk Tidak Golput di Pilada 2024
- Jadwal Terbaru KRL Solo-Jogja Minggu 24 November 2024: Berangkat dari Palur Jebres, Stasiun Balapan dan Purwosari
- Jadwal Terbaru KA Bandara YIA Xpress Minggu 24 November 2024
- Jadwal Terbaru KRL Jogja-Solo Minggu 24 November 2024, Berangkat dari Stasiun Tugu, Lempuyangan dan Maguwo
Advertisement
Advertisement