Merasa Diabaikan Setelah Alami Diskriminasi Layanan Publik, Warga Gugat Presiden Jokowi
Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA—Warga asal Kulonprogo, Veronica Lindayati Lokasari dan Zealous Siput Lokasari mengajukan perkara perdata ke PN Jogja untuk menggugat Presiden Joko Widodo dan Menko Polhukam RI Mahfud MD. Gugatan itu ia ajukan lantaran menilai para pejabat negara tersebut melakukan pembiaran atas perbuatan diskriminasi ras dan etnis pada saat proses peralihan balik nama sertifikat tanah.
Zealous Siput Lokasari selaku penggugat II menyatakan insiden diskriminasi layanan itu dialami istrinya pada 2016 lalu di Kantor Pertanahan Kulonprogo.
Advertisement
"Di sini ada perbedaan, istri saya dibilang nonpribumi dan tidak dilayani. Makanya dia minta perlindungan ke Pak Presiden dan Menko Polhukam tetapi diabaikan, makanya kami minta bantuan ke hukum agar ditempuh cara yang sesuai dengan aturan," katanya, Kamis (28/12/2023).
Menurutnya, negara yang berdasarkan Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika harusnya tidak diam atas persoalan ini. "Makanya kami dengan sangat terpaksa membawa ini ke ranah hukum, agar masalah ini yang sangat memalukan kita semua dan di kemudian hari tidak ada lagi pelanggaran HAM atau diskriminasi tadi," kata dia.
Siput mengklaim bahwa insiden diskriminasi layanan ini baru pertama kali dialaminya di era pemerintahan Jokowi. "Ini baru pertama kali kejadian pada 2016, istri saya sudah bersurat ke banyak pihak," ujarnya.
Dia menyebut, hal ini tentu merugikan dirinya. Pasalnya, sertifikat tanah disebutnya dicoret oleh petugas kantor pertanahan dan tidak bisa diapa-apakan lagi.
Dijual tak laku diagunkan ke bank pun tidak memenuhi syarat. "Ini jelas merugikan kami. Disebut nonpribumi, sertifikat dicoret dan kami tidak dilayani," katanya.
Kuasa hukum penggugat, Oncan Poerba menjelaskan berkas gugatan itu dimasukkan ke PN Jogja pada 20 Desember dan akan disidangkan perdana pada Kamis 11 Januari 2024 mendatang.
Menurutnya gugatan ini menyangkut tentang diskriminasi ras dan etnis yang pada awalnya terjadi saat kliennya mengajukan permohonan untuk proses peralihan nama dalam sertifikat tanah.
"Gugatan ini bukan soal sertifikat atau peralihan hak, tapi soal nonpribumi karena dalam aturan itu tidak boleh. Penggunaan istilah nonpribumi sudah tidak bisa lagi dilaksanakan menurut Inpres No. 26/1998 tentang Menghentikan Istilah Pribumi dan Non Pribumi dalam Semua Perumusan dan Penyelenggaraan Kebijakan Pemerintahan," jelasnya.
BACA JUGA: Fakultas Teknik UGM Keluarkan Edaran Pelarangan LGBT, Dinilai Diskriminatif
Oncan menyatakan semua usaha telah dilakukan okeh kliennya tetapi tidak mendapat respons."Tidak ada jalan lain makanya kita gugat ke pengadilan. Semoga di pengadilan kita bisa mendapatkan titik terang di kemudian hari," ujarnya.
Penggugat mengajukan gugatan ganti rugi kerugian atas perbuatannya itu berupa kerugian materiel sebesar Rp6,396 miliar dan kerugian imateriel senilai Rp1 triliun.
Selain itu para tergugat juga diminta membuat permohonan maaf di koran nasional sebanyak tiga kali dengan besar seperempat halaman.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Kena OTT KPK, Gubernur Bengkulu Dibawa ke Jakarta untuk Pemeriksaan
Advertisement
Ini Lima Desa Wisata Paling Mudah Diakses Wisatawan Menurut UN Tourism
Advertisement
Berita Populer
- Kampanye Pilkada Kulonprogo Rampung, Logistik Siap Dikirim
- Begini Komitmen Paslon Pilkada Jogja untuk Mewujudkan Birokrasi Bersih Tanpa Korupsi
- 50 Kepala Dukuh Perempuan Kulonprogo Ikut Pendidikan Politik
- Ini Dia 3 Karya Budaya Indonesia yang Diusulkan Masuk Menjadi WBTb ke UNESCO
- Ini Kegiatan Kampanye Terakhir Ketiga Calon Wali Kota Jogja Jelang Masa Tenang
Advertisement
Advertisement