Kisah Mbah Benu Imam Jemaah Aolia, Blusukan Menembus Malam dan Hutan Belantara Demi Mengajar Ngaji selama Puluhan Tahun di Gunungkidul
Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA—Sosok imam jemaah Masjid Aolia Gunungkidul KH Ibnu Hajar alias Mbah Benu memiliki kisah unik dan menarik dalam melakukan syiar agama di wilayah Gunungkidul. Mbah Benu, begitu sapaan akrabnya, rela menembus hutan belantara dan kabutnya malam demi mengajar ngaji dari Masjid ke Masjid di kampung pelosok sejak tahun 1980-an.
Hal itu disampaikan oleh Harun Mahbub yang merupakan putra dari Mbah Benu melalui akun facebooknya. Tulisan panjang yang dibikin Harun sebagai bentuk respons terhadap viralnya Mbah Benu berujung pada banyak masyarakat yang melakukan hujatan yang sama sekali tidak dapat dibenarkan.
Advertisement
"Mbah Benu mulai 'babat alas' di Panggang Gunung Kidul sejak 1971, mendampingi istrinya, Bu Rien, yang bertugas jadi bidan desa di daerah pelosok. Daerah ini belum segemerlap sekarang. Kala itu jalan belum diaspal, listrik belum masuk, krisis air, kontur tanahnya bukan lagi tanah berbatu tapi batu bertanah. Adoh ratu cedhak watu," demikian tulis Harun Mahbub.
Ternyata Mbah Benu dikenal sebagai pria ulet dan rela bekerja serabutan mulai dari menjadi makelar, berjualan, usaha angkutan hingga akhirnya menjadi guru Agama Islam. Bekal Mbah Benu untuk mengampu ajaran Islam sudah lumayan cukup, karena sejak kecil ia sudah belajar di berbagai pesantren di tanah Jawa. Tak kalah pentingnya, ia belajar agama langsung dari orangtuanya, Shaleh Dipoatmodjo yang merupakan salah satu murid dari Kiai Kholil Bangkalan. Sehingga sanad keilmuannya jelas.
Dalam unggahannya, Mahbub menceritakan sejumlah kisah yang menurutnya heroik dari sosok Mbah Benu. Hampir setiap malam di era tahun 1980-an tersebut Mbah Benu melakukan blusukan dari Masjid ke Masjid kampung pelosok untuk mengajar ngaji hingga memimpin tahlilan. Kampung pelosok yang disinggahi itu ternyata tidak hanya di wilayah Gunungkidul namun juga sebagian di wilayah Bantul. Saat itulah Mbah Benu rela menembus kabutnya malam dan hutan belantara Gunungkidul.
"Awalnya pinjam motor dinas bu nyai, motor Suzuki era Honda 70-an, sebelum ada rezeki bisa beli Honda GL100. Dia nekat menembus kelam malam, hutan wingit, kuburan angker, melintasi tikungan-tikungan dengan jebakan jurang curam, kadang ditemani hujan berkabut. Berangkat habis Isya, balik sampai rumah lewat tengah malam. Masih lekat dalam memori orang-orang tua sekarang, di era 80-90an kalau tengah malam ada suara montor lanang Honda, itu Pak Benu pulang ngaji.
Dia sering ajak anak atau santrinya gantian dibonceng untuk 'kanca greneng-greneng' alias teman ngobrol di jalan. Teman boncengan ini penting. Sebab kalau jalan sendiri, malesnya kadang ada yang iseng mbonceng, bukan orang tapi peri, tuyul, kuntilanak, atau pocongan," tulisnya.
BACA JUGA : Jemaah Aolia Gunungkidul Gelar Salat Idulfitri Pagi Ini, Ikuti Perintah Mbah Benu
Mbah Benu memimpin ngaji dari kampung ke kampung itu dilakukan dengan tanpa pamrih alias gratis. Akan tetapi muridnya biasa memberkan dua bungkus kretek Gudang Garam Merah, Djarum hingga makanan berkat seperti nasi gurih lengkap dengan kerupuk merah putihnya.
Lewat tulisan tersebut Mahbub dengan rendah hati memberikan penilaian bahwa Mbah Benu tidak memiliki catatan ilmu sekaya para alim ulama pondok pesantren maupun sekolah NU dan Muhammadiyah. Catatan keilmuannya pun tidak eksklusif karena sebagian besar dapat ditemukan di sejumlah kitab kuning. Akan tetapi ia menilai Mbah Benu konsisten mengamalkan ilmunya tersebut secara istiqomah.
Niat Bongkar Makam
Aliran akidah Mbah Benu disebutnya sebagai Asyariyah. Adapun aliran ini merupakan ilmu kalam yang didirikan Abu Hasan Al-Asy’ari menjadi salah satu cikal bakal lahirnya ahlu sunnah waljama’ah. Namun aliran Mbah Benu disebutnya juga cenderung jabariyah merupakan paham yang menafikan perbuatan dari hamba secara hakikat dan menyerahkan perbuatan tersebut kepada Allah. Lewat kepasrahannya Mbah Benu dinilai sebagai sosok yang amalannya banyak merujuk pada kitab tasawuf sepanjang masa karya Atha'illah Sakandari, Al-Hikam.
"Kalau saya coba syarah sekarang, komunitasnya Mbah Benu lebih tepatnya merupakan majelis dzikir, yang semangatnya terus menempa ketauhidan. Ajaran akidahnya merujuk Asyariyah cenderung Jabariah, kepasrahan total. Butir-butir hikmahnya banyak merujuk Al-Hikam," tulisnya.
Aksi kontroversial dilakukan Mbah Benu sebenarnya bukan kali ini. Saat membangun Masjid Aolia di tahun 1980-an tersebut mengharamkan meminta-minta dana lewat proposal maupun jaring ikan atau meminta di jalanan. Entahlah, ia justru meminta kepada Tuhan lewat doa-doa yang dipanjatkan. Bahkan sempat berikrar akan membongkar Makam Syeikh Jumadil Kubro jika Masjid tidak terselesaikan dalam dua tahun.
BACA JUGA : Kemenag DIY Hormati Keyakinan Jemaah Aolia Gunungkidul dalam Menetapkan Idulfitri
"Tapi dalam hening sepi dia berdoa mbrebes mili ke Yang Maha Kaya, minta dikirimi pasir, semen, batu bata, genteng ;). Di depan makam Syaikh Jumadil Kubro dia juga berikrar, kalau masjid tak terbangun dalam 2 tahun, makam syaikh akan dibongkar, ya salaam. Begitu masjid terbangun pas setelah dua tahun, dia nanggap wayang kulit, atraksi pencak silat, juga ndangdutan!," begitu Mahbub menggambarkan aksi kontroversial Mbah Benu di masa lalu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Terkait Pemulangan Mary Jane, Filipina Sebut Indonesia Tidak Minta Imbalan
Advertisement
Ini Lima Desa Wisata Paling Mudah Diakses Wisatawan Menurut UN Tourism
Advertisement
Berita Populer
- Kapanewon Gamping Sleman Bentuk Satgas Pengelolaan Sampah
- Santer Kabar Ratusan Kader Membelot, Begini Penjelasan DPD PAN Sleman
- Pemkab Tegaskan Tak Ada Penyertaan Modal kepada Aneka Dharma untuk Proyek ITF Bawuran
- Warga Keluhkan Pembakaran Sampah oleh Transporter, DLH Bantul Siap Bertindak
- 2 Sekolah di Kulonprogo Ini Berpotensi Terdampak Pembangunan Tol Solo-Jogja-YIA
Advertisement
Advertisement