Mendongkrak Ekonomi Petani Jamur Ala KhumKhum Kulonprogo
Advertisement
Harianjogja.com, KULONPROGO—Selisih harga jamur mentah dan yang sudah terolah berbeda jauh. KhumKhum Jamur Crispy ingin membantu petani jamur menyalurkan panenannya. Di samping itu, mereka berusaha memberikan harga terbaik untuk hasil produksi jamur para petani.
Hanum Wahyu Wibisono harus bangun sebelum subuh. Jamur tiram yang dia tanam dan rawat tidak bisa memanen dirinya sendiri. Tanaman jamur Hanum berada di dekat rumahnya, di Klewonan, RT. 021/RW. 009, Conegaran, Triharjo, Wates, Kulonprogo.
Advertisement
Hanum memanen sekitar subuh agar hasilnya masih segar. Selesai panen, setelah salat Subuh, dia menjual jamur ke pasar. Setelah jam tujuh pagi, semua pekerjaannya sebagai petani jamur sudah selesai. Tidak ada kegiatan lain sampai esok pagi lagi.
Rutinitas itu Hanum lakukan selama delapan bulan. Dalam perjalanan menjadi petani jamur, pria berusia 31 tahun ini merasa tidak punya ketelatenan yang tinggi. Belum lagi kendala penjualan jamur yang kadang susah dan murah. Meski bisa menghidupi, tidak jarang hasil penjualan jamur kurang untuk menopang ekonomi keluarga kecilnya.
Sekitar bulan Februari 2020, Hanum mendapatkan pelatihan dari Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Diskop dan UKM) DIY. Salah satu pembicara menceritakan pengalamannya berusaha di bidang kuliner. Kelas ini yang menjadi salah satu titik balik Hanum dalam pekerjaannya.
Pulang dari pelatihan, dia dan istri berunding untuk mengolah jamur tiram menjadi keripik. Mereka ingin punya produk yang tahan lama dan bisa masuk ke minimarket atau toko oleh-oleh. Dan yang paling pasti, jamur hasil panennya bisa bernilai lebih tinggi. “Selama sebulan, kami riset dan nyari resep yang sekiranya pas. Sumber daya jamur pakai hasil pertanian sendiri. Selama sebulan riset itu tidak ada pemasukan sama sekali,” kata Hanum, saat dihubungi secara daring, Rabu (3/4/2024).
Akhirnya pada April, Hanum dan istrinya merilis produk bernama KhumKhum Jamur Crispy. Kemasan masih sederhana. Pemasaran baru melalui WhatsApp. Konsumen awal-awal berupa teman dekat, dengan sistem penjualan berupa COD atau cash on delivery. Hanum juga menitipkan produknya di toko oleh-oleh, termasuk salah satunya di sekitar Tugu Jogja.
Kala itu Covid-19 sedang baru-barunya muncul. Kasus Covid-19 terus meningkat. Kota Jogja sebagai destinasi wisata sedang terpuruk. Jangankan membeli kuliner oleh-oleh, banyak tempat ditutup untuk menghindari penularan virus itu. Dari 50 pcs jamur crispy yang Hanum titipkan, selama lima bulan hanya laku empat pcs.
Belajar dari Teman, Internet, dan Mentor
Penjualan yang seret menyadarkan Hanum apabila dia sebelumnya tidak riset pasar dan teknik penjualan. KhumKhum Jamur Crispy merupakan usaha pertama Hanum. Modal utamanya berani. Seiring berjalan, Hanum belajar dari teman dan juga internet cara berjualan produk makanan.
“Termasuk juga ikut acara di Diskop dan UKM DIY, kata yang ngisi acara, bisnis keripik paling banyak di cari di minimarket, ini ke depan ada peluang. Dari situ yaudah deh kami coba [teruskan dan konsisten],” katanya.
Motivasi dan belajar yang membuat Hanum beserta istrinya tetap konsisten menekuni usaha ini, meski hasilnya belum terlihat. Setelah semakin memperbaiki produk dari sisi rasa, kemasan, dan perizinan, KhumKhum terkurasi untuk mejeng di Yogyakarta International Airport (YIA). Diskop dan UKM DIY punya toko di YIA untuk menjajakan produk UKM yang terkurasi. KhumKhum salah satunya. Nampang di YIA ternyata berdampak pada penjualan produk jamur ini.
Semakin hari, penjualan KhumKhum semakin baik. Hal ini berdampak pula pada produksi yang semakin membutuhkan bahan baku yang banyak. Hanum menggandeng petani jamur di Kulonprogo, Sleman, Bantul, sampai Gunungkidul. Bahkan belum lama ini, beberapa tetangganya membentuk komunitas petani jamur, yang hasil panennya disetorkan ke produksi KhumKhum. Hanum juga memberikan modal pada beberapa petani untuk bisa mengembangkan jamur tersebut.
“Awal mula niatan kami [bikin usaha memang untuk] membantu petani jamur, karena kami pernah jadi petani jamur, tahu susahnya gimana,” kata Hanum. “Produksi yang semakin banyak juga berdampak pada pemberdayaan ibu-ibu sekitar rumah untuk ikut membantu.”
Saat ini, sebulan rata-rata membutuhkan 200-300 kilogram jamur tiram untuk produksi jamur crispy. Bahkan pada bulan Ramadan tahun lalu, sebulan bisa mengolah 4.000 kilogram jamur. Penjualan dalam sebulan bisa mencapai 1.500 sampai 2.000 bungkus jamur crispy.
Penjualan berada di lebih dari 150 toko yang tersebar di Jogja, Jakarta, Semarang, Solo, Bogor, Bandung, Denpasar, sampai Palu. Harga per satu bungkus dengan berat 75 gram senilai Rp15.000. Harga yang lebih tinggi apabila hanya menjual jamur secara mentahan Rp15.000 per kilogram.
Meski sudah menjelajah ke banyak daerah, Hanum berharap ke depan KhumKhum bisa semakin menjangkau ke seluruh wilayah Indonesia. Dia ingin produk jamur crispy-nya semakin dikenal oleh masyarakat Indonesia.
Seperti nama cemilan ini, yang berasal dari nama panggilan anaknya, Khum (dari Khumaira), Hanum juga ingin ‘anak’ dalam bentuk ide dan usaha ini tumbuh dewasa dan sehat. “Itu asal-usul nama secara historis. Secara filosofis, dalam Jawa, KhumKhum artinya berendam. Harapannya bisa [menjadi tempat untuk] mensucikan diri,” katanya.
Rajin Ikut Pameran
Penjualan yang meningkat sejak KhumKhum Jamur Crispy berada di toko oleh-oleh di YIA membuka mata Hanum. Agar penjualan semakin baik, maka masyarakat perlu kenal dan melihat produknya. Berlandaskan pemahaman itu, Hanum sering ikut berbagai pameran.
Produk yang terjual saat pameran mungkin tidak banyak. Namun para konsumennya cukup potensial untuk menjadi mitra masa depan. Tidak jarang yang datang merupakan sesama pengusaha atau pemilik toko oleh-oleh. Sehingga dengan ikut pameran, peluang bisnis semakin terbuka lebar.
Di samping mencari jejaring, pengunjung pameran banyak juga yang berbelanja produk KhumKhum. Untuk memfasilitasi para pengunjung dengan segala segmennya, Hanum menyediakan metode pembayaran menggunakan Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS). “Saya pakai QRIS dari Bank Rakyat Indonesia (BRI). Dari 10 pembeli di pameran, hampir 90 persennya pakai QRIS. Yang pakai cash udah kecil banget,” katanya.
Di samping untuk kebutuhan QRIS, Hanum memakai BRI untuk transaksi dengan petani serta supplier bahan baku jamur crispy-nya. Semua transaksi dia lakukan dengan mobile banking BRImo. Hanum sudah sejak 2012 menggunakan BRI.
Dahulu, dia sempat magang di perkebunan kelapa sawit. Sebelum berangkat, dia membuka rekening BRI. Hanum tahu, BRI menjadi satu-satunya bank yang ada di tempatnya bekerja. Kebetulan kala itu tempat dia bekerja cukup pelosok. Sejak awal menggunakan BRI, beberapa tahun setelahnya, dia mengunduh dan mulai rutin menggunakan BRImo.
Secara data, pengguna BRImo dari tahun ke tahun semakin meningkat. Regional Chief Executive Officer (RCEO) BRI Jogja, John Sarjono, mengatakan di lingkup BRI Regional Office (RO) Jogja, yang mencakup DIY dan sebagian Jawa Tengah, ada 2.006.634 user BRImo per 2023. Sementara untuk tahun 2024 sampai dengan bulan Februari, ada 2.261.326 user BRImo.
“Ada peningkatan sebesar 12,7%,” kata Sarjono dalam keterangan tertulisnya, Rabu (21/3/2024). “Jumlah transaksi BRImo tahun 2023 sebanyak 254.322.090, dengan volume transaksi lebih dari Rp548 triliun. Untuk tahun 2024 sampai Februari 2024, ada sekitar 94.066.835 transaksi, dengan volume transaksi lebih dari Rp105 triliun.”
Peningkatan juga terjadi pada penyediaan QRIS BRI di berbagai usaha. Di lingkup BRI RO Jogja, ada peningkatan dari 209.285 merchant yang menggunakan QRIS BRI pada 2022, menjadi 245.053 pada 2023. Sementara sampai Februari 2024, usaha yang menggunakan QRIS BRI, terutama di kelas usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), jumlahnya 264.456 merchant. Dari sisi transaksi QRIS di regional yang sama, pada tahun 2023 mencapai Rp1,7 triliun.
Dari seluruh UMKM yang menggunakan QRIS BRI, yang masuk dalam kategori groceries sebanyak 55,22%, food and beverage 14,30%, fashion 3,28%, health 1,51%, hobbies and entertainment 1,56%, serta segmen lain sebanyak 23,35%. “BRI RO Jogja memiliki nilai transaksi UMKM yang cukup tinggi dan menunjukkan signifikansi peningkatan setiap tahunnya,” kata Sarjono.
Menyiapkan Produk Baru
Dalam membuat jamur crispy, Hanum hanya menggunakan daun jamurnya. Sementara batangnya tidak terpakai untuk keripik. Selama ini, batang jamur diolah dengan sistem pepes, yang nantinya dijual ke pasar.
Namun seiring produksi yang meningkat, tidak mungkin semua diolah menjadi pepes. Alhasil, banyak batang jamur yang diberikan secara gratis pada tetangga. Kadang juga dijadikan untuk pakan ternak.
“Terus mikir kayaknya bisa deh diolah. Kami uji coba buat kaldu dari jamur, pengganti semacam penyedap rasa. Tapi hasil uji coba masih kurang bagus, masih ada rasa pahit,” kata Hanum.
Sejauh ini, olahan batang jamur untuk kaldu masih berproses. Produk dari batang jamur yang sudah berhasil berupa cemilan bentuk tortilla dan chitato, yang bentuknya pipih. Ada juga olahan batang jamur menjadi mie kremes.
Meski produk baru itu sudah jadi, Hanum mesti sabar untuk memasarkannya. “Masih terkendala packaging-nya, mau di-packing seperti snack di industri besar, tapi mesinnya mahal, jadi masih ngumpulin modal dulu,” katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Berani ke Italia, Benjamin Netanyahu dan Yoav Gallant Bisa Ditangkap
Advertisement
Ini Lima Desa Wisata Paling Mudah Diakses Wisatawan Menurut UN Tourism
Advertisement
Berita Populer
- Rutin Melakukan CSR, Kali Ini The Phoenix Hotel, Grand Mercure dan Ibis Yogyakarta Adisucipto Mengunjungi PAUD Stroberi
- Kronologi Truk Box Tabrak Motor di Jalan Turi-Tempel yang Tewaskan Satu Orang
- Stok Darah dan Jadwal Donor Darah di Wilayah DIY Hari Ini, Kamis 21 November 2024
- Pilkada Bantul: TPS Rawan Gangguan Saat Pemungutan Suara Mulai Dipetakan
- BPBD Bantul Sebut 2.000 KK Tinggal di Kawasan Rawan Bencana Longsor
Advertisement
Advertisement