Advertisement

Fakta Baru! Pelecehan Seksual Guru Ngaji di Saptosari Gunungkidul Terjadi Sejak Dua Tahun Lalu

Andreas Yuda Pramono
Selasa, 06 Agustus 2024 - 15:07 WIB
Abdul Hamied Razak
Fakta Baru! Pelecehan Seksual Guru Ngaji di Saptosari Gunungkidul Terjadi Sejak Dua Tahun Lalu Ilustrasi pelecehan seksual / Freepik

Advertisement

Harianjogja.com, GUNUNGKIDUL—Korban dugaan pelecehan seksual berstatus anak di Kapanewon Saptosari, Gunungkidul ternyata telah mengalami pelecehan sejak dua dua tahun lalu. Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinsos-PPPA) Gunungkidul mengungkap fakta baru lainnya.

Kepala Dinsos-PPPA Gunungkidul, Asti Wijayanti mengatakan pihaknya sempat berkomunikasi dengan salah satu orang tua korban di Saptosari. Dari pengakuan orang tua, anaknya telah meminta berhenti untuk mengaji sejak dua tahun lalu.

Advertisement

BACA JUGA: Kasus Pelecehan di Gunungkidul, Polres Tetapkan Guru Ngaji Jadi Tersangka

“Ternyata dengan adanya laporan ini, bapaknya baru tahu… kan terus ditanyai anaknya itu. Baru tahu anaknya juga menjadi korban. Sudah terjadi sejak dua tahun lalu,” kata Asti ditemui awak media di kantornya, Selasa, (6/8).

Asti mengatakan perlu ada screening secara menyeluruh ihwal potensi pelecehan seksual di wilayah lain. Hanya, kata dia tenaga Dinsos-PPPA terbatas. Sebab itu, perlu ada lembaga tertentu yang khusus untuk mendampingi dan melakukan pemantauan terhadap guru mengaji.

Pendampingan tersebut dapat mengarahkan guru mengaji agar memberikan materi dan mengarahkan pendidikan kepada pembentukan kepribadian anak menjadi lebih baik. Bukan sebaliknya.

“Seorang guru ngaji melalui kejaidan ini ternyata punya potensi juga hal-hal yang tidak dilakukan. Orang tua terlanjur percaya kalau dengan guru ngaji,” katanya.

Disinggung perihal pendampingan terhadap sepuluh korban anak dugaan pelecehan seksual di Saptosari, Asti mengaku terus memberi pendampingan bersama dengan perangkat daerah setempat. Pendampingan juga menyasar orang tua korban. Pasalnya, kejadian ini tentu berpotensi menimbulkan stress tersendiri terhadap orang tua.

Pendampingan menjadi lebih pelik lantaran, menurut Asti, korban tampak tidak merasa mengalami pelecehan seksual. Dampaknya laten. Mereka tidak tahu apa yang sedang terjadi terhadap mereka.

“Pendampingan kami lebih kepada bagaimana mereka itu ke depan bisa menjalani kehidupan secara normal dari sisi psikologis dan sosialnya,” ucapnya.

BACA JUGA: Studi BRIN: 13,9 Persen Remaja Indonesia Gunakan Aplikasi Kencang Daring

Dinsos-PPPA berkomitmen mendampingi korban anak hingga tuntas. Artinya, korban dapat lepas dari trauma dan dapat berkembang optimal. Pendampingan bersifat jangka panjang, termasuk menyikapi jejak digital.

“Mereka kami berikan pemahaman tentang apa yang terjadi sebenarnya. Pendampingan ini kami arahkan agar trauma ini tidak mengganggu masa depan mereka,” lanjutnya.

Asti juga menyinggung perihal penanganan dugaan pelecehan seksual oleh kepolisian. Menurut dia, kepolisian dapat menindaklanjuti kasus ini tanpa ada laporan sekalipun, karena korban pelecehan adalah anak-anak.

Dia berharap terduga pelaku berinisial S mendapat hukuman setimpal dan ada efek jera, sehingga tidak mengulangi hal serupa di kemudian hari.

Kepala Bidang Humas JPW, Baharuddin Kamba menegaskan tidak ada seorang pun dengan latar belakang apapun diperbolehkan melakukan pelecehan seksual dengan alasan apapun.

“Saya berharap Polres Gunungkidul dapat memproses hukuman terhadap terduga pelaku sebagaimana mestinya,” kata Baharuddin.

Senada dengan Asti, Baharuddin juga memberi catatan sekaligus evaluasi bagi Polres Gunungkidul agar tidak terburu-buru menyikapi kasus pelecehan seksual apapun, utamanya yang berkaitan dengan korban dan pelaku anak. Meski tidak ada lapora, Polres perlu menindaklanjutinya.

Menurut dia, pelaku pencabulan terhadap anak dapat dijerat dengan Undang-undang No. 23/2002 tentang Perlidungan Anak. Pihak kepolisian dapat menjerat pelaku dengan pasal 82 ayat (1), ayat (2) maupun ayat (5) dan ayat (6).

“Pada 82 ayat (1) disebutkan pelaku pencabulan terhadap anak dipidana penjara sedikit lima tahun penjara dan paling lama 15 tahun penjara dan denda paling banyak Rp15 miliar,” katanya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Menag Yaqut ke Arab Saudi, Bahas Persiapan Haji 2025

News
| Kamis, 19 September 2024, 12:17 WIB

Advertisement

alt

Mie Kangkung Belacan Jadi Primadona Wisata Kuliner Medan

Wisata
| Selasa, 17 September 2024, 22:07 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement