Advertisement

Lebah Jadi Potensi Ekonomi hingga Destinasi Wisata

Sirojul Khafid
Selasa, 17 September 2024 - 05:37 WIB
Sunartono
Lebah Jadi Potensi Ekonomi hingga Destinasi Wisata Budi daya madu dan kelestarian alam seperti sahabat karib. Sugeng Apriyanto berjalan lebih maju, menjadikan budi daya madu untuk meningkatkan pendapatan warga sekitarnya, serta membuka potensi wisata. - Harian Jogja/Sirojul Khafid

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA—Budi daya madu dan kelestarian alam seperti sahabat karib. Sugeng Apriyanto berjalan lebih maju, menjadikan budi daya madu untuk meningkatkan pendapatan warga sekitarnya, serta membuka potensi wisata.

Rumah Sugeng Apriyanto layaknya galeri seni. Terdapat dua bangunan utama, rumah full indoor dan bangunan semi outdoor. Di bangunan semi outdoor seluas lapangan tenis, berjejer kendi-kendi. Nyaris semua sisi tembok berisi kendi. Jumlahnya ratusan.

Advertisement

Karya ‘seni’ semakin terlihat saat kita membuka kendi, yang berada di rumah Sugeng di Ngrandu, Katongan, Nglipar, Gunungkidul. Di dalamnya, kendi tidak berisi air, namun menjadi rumah lebah madu klanceng (apis florea). Puluhan ribu lebah klanceng yang menjadi ‘sahabat’ Sugeng sejak puluhan tahun belakangan.

“Ini lebah klanceng, bentuknya mirip lalat, dan enggak nyengat. Beda sama misalnya lebah serena [yang bisa nyengat],” kata Sugeng, Rabu (4/9/2024).

BACA JUGA : Disdikpora Bantul Luncurkan Aplikasi Geplak Madu untuk Menangkal Perundungan di Sekolah

Sudah cukup lama Sugeng mengenal lebah, bahkan sejak dia duduk di tingkat sekolah menengah pertama. Saat kecil, beberapa lebah bersarang di sekitar rumahnya. Dalam beberapa waktu, Sugeng sering mengambil madunya, untuk konsumsi pribadi.

Pola yang sama terjadi meski dia sudah lulus sekolah lanjutan tingkat atas dan bekerja di Jakarta. Saat pulang kampung, Sugeng mengambil madu dari sarang lebah di sekitar rumah. Hasil madu yang baik untuk kesehatan badan itu dia bawa ke Jakarta.

Sayangnya, kebiasaan itu harus terhenti pada 2004. Sugeng tidak bisa lagi membawa madu ke ibukota. Pengelola pabrik memecat Sugeng.

Memulai Usaha

Dalam masa ‘menganggur’ itu, Sugeng mengembangkan usaha ternak lele, jualan tempe, sampai mengolah sawah milik keluarga. Dia masih sering melihat sarang lebah di sekitar rumah. Salah satunya sarang lebah di pintu triplek rumahnya, yang sering dia lalui setiap hari.

Suatu hari, Sugeng kembali mengambil madu dari sarang lebah itu, sama seperti sebelum-sebelumnya. Bedanya, saat itu dia belum lama di-PHK. “Terus mikir, madu dari lebah klanceng ini bagus buat kesehatan. Terus saya perbanyak, dari satu dikembangkan menjadi lima koloni. Caranya autodidak dan percobaan sendiri,” kata laki-laki berusia 57 tahun ini.

Proses pertama kali penambahan koloni gagal dan berhasil. Gagal lantaran dari lima koloni, duanya meninggal. Namun tiga koloni yang bisa bertahan masuk kategori berhasil. Meski dalam perjalanannya, koloni tersebut tidak berkembang cukup signifikan.

Pada panen madu pertama dari tiga koloni lebah, hasilnya sekitar 150 mililiter. Sugeng menempatkannya pada dua botol kecil. Dia jual secara door to door ke dinas-dinas pemerintah di Gunungkidul. Ternyata peminatnya ada. Harga per botol madu hanya Rp20.000. Kala itu, Sugeng belum tahu harga pasaran madu lebah. Di kemudian hari, dia sadar bahwa harga itu terlalu murah.

Namun bukan itu yang penting. Lebih dari itu, Sugeng melihat besarnya peluang penjualan madu lebah klanceng. “Madu ini bermanfaat untuk orang, enggak ada salahnya untuk dibudidayakan, bisa nambah penghasilan juga, jagakke (berjaga-jaga) karena di pertanian, tiga bulan baru panen. Madu juga sama, tapi nilai ekonomisnya lebih tinggi,” katanya.

Babat Alas

Trial and error pengembangan lebah klanceng Sugeng terus lakukan. Hasilnya, budi daya semakin meningkat. Membudidayakan lebah perlu seiring dengan pakannya, dalam hal ini pohon dan bunga. Dengan budidaya lebah, lingkungan sekitar rumah Sugeng menjadi semakin asri.

Pola ini kemudian merembet pada warga sekitar. Sejak 2005, Sugeng membantu dan mendampingi warga yang hendak membudidayakan lebah klanceng. Mereka kemudian membentuk Kelompok Tani Hutan (KTH) Madu Sari.

Rimbunnya hutan sekitar membuka potensi wisata di Ngrandu, Katongan, Nglipar, Gunungkidul. Hutan rakyat dipadukan dengan potensi madu lebah klanceng. “Kami paketkan dengan destinasi wisata lain, seperti terapi sengat lebah, sedot madu, ada juga di dusun sebelah budi daya lidah buaya, homestay udah ada, kegiatan budaya ada, wisata religi, pesona lembah Sungai Oyo ada, sudah lengkap,” kata Sugeng, yang juga Ketua KTH Madu Sari.

BACA JUGA : Kampung Madu Kedungpoh Lor Akan Jadi Destinasi Wisata Edukasi

Namun pembukaan potensi wisata di Katongan masih seperti babat alas, alias membuka dari awal. Sugeng mengatakan masih perlu ekstra tenaga dan biaya dalam mengembangkan wisata. Masih banyak pekerjaan rumah, termasuk dari kesiapan sumber daya manusianya.

“Harus kuat, harus mau sukarela, kalau yang awal mengembangkan sudah biasa berkorban dulu, kalau udah ramai baru semua ikut,” katanya. “Sudah terlatih, perjuangan dari awal luar biasa, merintis pertama, suka dukanya luar biasa, harus punya daya tahan, apalagi mengembangkan wisata.”

Madu tidak hanya ada di Gunungkidul. Artinya masyarakat di banyak daerah punya potensi untuk juga mengembangkan madu dari lebah. Sugeng Apriyanto yang sudah lebih dahulu belajar dan mengembangkan budi daya lebah klanceng tidak jarang berbagi ilmu.

Rumahnya yang luas, dengan sarana-prasarana yang cukup lengkap, membuat calon atau petani madu bisa belajar dengan lebih konkret. Sudah banyak individu atau kelompok yang bolak-balik ke rumah Sugeng.

“Banyak kunjungan, biasanya paska lebaran, sudah pada pesan. Sebulan bisa empat atau lima kali kunjungan,” katanya.

Konsistensi pada budidaya serta edukasi ini yang juga membawa Sugeng menerima beberapa penghargaan. Salah satunya, pada tahun 2016, dia mewakili DIY mendapatkan juara I tingkat nasional untuk kategori Penyuluh Kehutanan Swadaya Masyarakat (PKSM).

Edukasi tidak melulu berhenti pada ceramah dan praktik. Sugeng mengombinasikan penyuluhan dengan wisata. Selepas dari rumah Sugeng, pengunjung bisa berlanjut ke edukasi wisata lain yang ada di sekitarnya. Sehingga pengunjung bisa lengkap, mendapatkan ilmu sekaligus hiburan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Menteri PUPR Usulkan Kementerian Khusus untuk Mengelola Proyek Perumahan

News
| Kamis, 19 September 2024, 09:07 WIB

Advertisement

alt

Mie Kangkung Belacan Jadi Primadona Wisata Kuliner Medan

Wisata
| Selasa, 17 September 2024, 22:07 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement