Advertisement

Manfaatkan Jalur Pedestian, Tren Jalan Kaki di Jogja Meningkat

Sirojul Khafid
Minggu, 13 Oktober 2024 - 08:17 WIB
Sunartono
Manfaatkan Jalur Pedestian, Tren Jalan Kaki di Jogja Meningkat Sejumlah pengunjung berjalan di kawasan Malioboro pada saat uji coba Malioboro bebas kendaraan bermotor, Rabu (11/11/2020). - Harian Jogja/Lugas Subarkah

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA—Cara melihat pengelolaan kota yang beradab, bisa dilihat dari penataan pedestrian, sebagai bagian dari aktivitas manusia. Komunitas Pedestrian Jogja mencoba mengawal dan mendorong pedestrian di Jogja semakin ramah pejalan kaki.

Filsuf Friedrich Nietzsche seorang pejalan kaki ulung. Konon, karya-karya besarnya lahir dan tercatat saat dia berjalan kaki. Sekali berjalan kaki, dia bisa menghabiskan waktu hingga empat jam.

Advertisement

Dalam bukunya berjudul Also Sprach Zarathustra, Nietzsche menulis yang kira-kira, "Duduk sesedikit mungkin, jangan percaya ide apa pun yang tidak dilahirkan di udara terbuka dan gerakan bebas di mana otot-otot juga tidak bersuka ria. Semua prasangka berasal dari duduk diam, dosa nyata melawan Roh Kudus.”

Nietzsche lahir dan tinggal di Jerman. Di sana banyak jalanan dan alam yang sepertinya menunjang untuk berjalan kaki. Semisal kita berjalan kaki di berbagai wilayah Indonesia, terutama di pedestriannya, mungkin bukan karya yang muncul, justru kemarahan akan buruknya fasilitas dan segala ekosistemnya.

Tentang kondisi pedestrian, terutama di Jogja, mari berbincang dengan Komunitas Pedestrian Jogja. Komunitas ini merupakan bagian dari Koalisi Pejalan Kaki yang lahir 2011 di Jakarta. Komunitas serupa muncul di berbagai daerah, termasuk di Jogja pada 2012. Namun mereka sempat vakum, baru sekitar 2018 lahir kembali dengan nama Pedestrian Jogja.

Koordinator Pedestrian Jogja, Abiyyi Yahya Hakim, mengatakan banyak orang yang menaruh isu tentang hak dan keselamatan pejalan kaki, termasuk Jogja sebagai salah satu kota besar. “Secara offline berawal dari lingkaran pertemanan, dari yang kenal-kenal. Kemudian saling terkoneksi via Instagram dan saling kenal. Sekarang makin banyak [terhubung dengan orang baru], kolaborasi dengan komunitas lain,” kata Abiyyi, Selasa (8/10/2024).

“Saat ini, anggota aktif Pedestrian Jogja sekitar 13 orang.”

Tidak Sebatas Jalan Kaki

Agenda rutin berupa Jogjalan alias Jogja dan Jalan. Jogjalan terbagi menjadi Tamasya Jogjalan dan Diskusi Jogjalan. Tamasya Jogjalan rutin setiap bulannya, bisa sekali atau dua kali. Tamasya Jogjalan juga bisa bernuansa serius atau santai.

Tamasya Jogjalan serius maksudnya di agenda tersebut membawa isu, yang hendak dibahas dan dibagikan kepada anggota dan masyarakat. Misalnya tentang berbagi edukasi hak dan keselamatan pejalan kaki dengan poster dan lainnya. Sementara Tamasya Jogjalan santai lebih kepada rekreasi.

Dalam memilih tempat berjalan-jalan, bisa dengan berkunjung ke pedestrian yang sudah layak atau yang belum. “Atau dalam beberapa waktu belakangan, kami sedang sering membandingkan pedestrian. Misalnya membandingkan trotoar Jalan Sudirman dan Jalan Doktor Wahidin Sudirohusodo di Kota Jogja. Kadang kala juga berjalan-jalan di perbatasan wilayah Kota Jogja dan Sleman atau Bantul, untuk membandingkan fasilitas trotoar di wilayah masing-masing,” katanya.

Pernah suatu ketika, Pedestrian Jogja menemukan jalan berlubang dan mereka unggah di media sosial. Esok harinya, jalan berlubang itu sudah diperbaiki. Namun Abiyyi tidak bisa mengklaim perbaikan itu berasal dari unggahan komunitas semata.

Ada pula masa-masa mereka sering turun ke pedestrian, dan mencegat motor yang menggunakan trotoar. Edukasi jenis ini yang kemudian tidak jarang menimbulkan konflik antara pejalan kaki dengan pemotor. Termasuk juga saat menyeberang, beberapa pemotor tidak mau berhenti atau melambatkan laju kendaraannya.

“Konflik marah-marah pemotor [kepada anggota komunitas Pedestrian Jogja] beberapa kali terjadi,” katanya.

Jalan Masih Panjang

Sejauh ini, Pedestrian Jogja menganggap belum ada satu pun kota di Indonesia yang ramah pejalan kaki. Namun bukan berarti tidak ada cahaya cerah ke depan. Sudut pandang yang Pedestrian Jogja gunakan berupa perkembangan pedestrian di suatu kota dari waktu ke waktu.

Misalnya di Jogja, dari 2017 hingga 2022 ada penambahan dan renovasi trotoar di beberapa titik. Bermula dari kawasan Malioboro, berlanjut ke Jalan Sudirman, Titik Nol, dan Jalan Senopati. “Setelah itu belum ada lagi, itu yang kami sebut perlu disuarakan lagi, tiap tahun perlu punya target revitalisasi trotoar,” kata Abiyyi, laki-laki berusia 24 tahun tersebut.

Dalam tahap tertentu, penambahan atau renovasi juga masih berfokus di ruas jalan prioritas. Prioritas terutama di pedestrian yang memiliki mobilitas pejalan kaki yang tinggi. Sehingga memang belum merata fasilitas trotoar di Jogja maupun kota lainnya.

Perkembangan dan renovasi trotoar yang sudah ada tentu layak diapresiasi. “Tapi jalan masih panjang [untuk menuju kota ramah pejalan kaki],” katanya.

Tren Meningkat

Tren jalan kaki yang meningkat menjadi kabar baik. Meski kemudian bisa berbeda dalam arah geraknya, antara rekreasi dan mobilitas. Abiyyi melihat banyak munculnya komunitas berbasis jalan-jalan menjadi fenomena menarik. Pedestrian Jogja pun tidak jarang bertemu dan berkumpul dengan mereka.

Saat ini, setidaknya ada sebelas komunitas jalan-jalan yang ada di Jogja. Ada yang jalan-jalan dengan fokus menilik sejarah, sembari jajan, sampai khusus ke gang-gang. “Dari Pedestrian Jogja melihat hal yang menarik, tapi tidak selalu berkaitan,” katanya.

“Tour jalan kaki itu rekreasi, sementara mobilitas itu sehari-hari. Misalnya jalan ke tempat kerja atau sekolah naik transportasi publik.”

Pedestrian Jogja menetapkan posisinya sebagai komunitas jalan kaki yang menilik fasilitas untuk mobilitas. Abiyyi mengutip pernyataan salah satu komunitas jalan-jalan rekreasi, yang mengatakan bahwa Jogja memang belum layak untuk pejalan kaki. Tapi mereka mengajak menikmati kondisi yang ada.

“Itu tidak berkaitan dengan kami yang berusaha memperjuangkan. Mereka ikhlas dengan keadaan dan enggak apa-apa, kadang lelah juga untuk berjuang [terus-menerus]. Jadi perjuangan Pedestrian Jogja untuk mendorong kota yang layak pejalan kaki,” kata Abiyyi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Luhut Ungkap Wacana Penyaluran Subsidi Tak Lagi Lewat Kementerian untuk Cegah Korupsi

News
| Minggu, 13 Oktober 2024, 11:17 WIB

Advertisement

alt

Mengenal Wisata Kesehatan yang Tak Tertandingi di Turki

Wisata
| Sabtu, 12 Oktober 2024, 00:17 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement