Advertisement

Filosofi Jalan Kaki, Lahirnya Karya-karya Legenda

Sirojul Khafid
Rabu, 25 Desember 2024 - 14:27 WIB
Sunartono
Filosofi Jalan Kaki, Lahirnya Karya-karya Legenda Jalan kaki / Ilustrasi Freepik

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA—Banyak penulis maupun musisi yang senang jalan kaki. Jarak jalan kaki yang bisa puluhan kilometer dalam sehari membuat mereka menemukan ruang untuk berkarya.

Di abad 18, pujangga Inggris, William Wordsworth, dirumorkan telah berjalan kaki hingga 290.000 kilometer dalam hidupnya. Hitungan ini bisa dikatakan dengan rata-rata 104 kilometer sehari, dimulai sejak usia William lima tahun.

Advertisement

Sementara Dickens, saat sedang mengerjakan buku A Christmas Carol, dia bisa berjalan 48 kilometer menyusuri jalan-jalan tikus London. Dalam perjalanan tersebut, dia mengotak-atik plot dalam benaknya. Novel Bunda, bacaan wajib kaum sosialis mungkin tidak akan lahir jika Gorky yang tergolong miskin itu tidak berjalan kaki menyusuri seluruh penjuru Rusia. Hemingway, Woolf, Joyce dan tokoh-tokoh di awal abad 19-an lain mendapat ide dengan berjalan kaki.

Memasuki era yang lebih modern, The Alkemis milik Coelho juga terinspirasi saat dia jalan kaki menyusuri Amerika Utara, Amerika Selatan, serta Eropa. Perjalanan kaki itu berlangsung selama dua tahun pada dekade 70-80an.

Hobi jalan kaki bukan hanya milik sastrawan, namun juga musisi. Beethoven melahirkan karya 6th Symphony terpengaruh dengan nuansa hutan saat dia jalan kaki. Terpisah jarak 2000 tahun dengan orang-orang di atas, budaya berjalan diduga sudah berlangsung sejak zaman Yunani kuno. Mereka adalah pejalan sekaligus pemikir yang hebat dan lebih suka berfalsafah selagi dalam perjalanan.

Kita juga bisa mengingat Sekolah Peripatetik, akademi mashyur, nenek moyang universitas modern yang menerapkan sistem diskusi sambil berjalan kaki. Prinsip-prinsip sains, politik, retorika dan lainnya dibagikan Aristoteles kepada murid-muridnya di manapun, tidak terpusat di Lyceum semata.

Keterikatan Sekolah Peripatetik ini yang membuat para jalan kaki juga sering disebut sebagai jalan para filsuf. Ide-ide brilian mereka didapat saat berjalan kaki. Arthur Rimbaud berjalan saat dia sedang marah, sama seperti Immanuel Kant yang menjadikan berjalan kaki sebagai pemaksaan pikiran. Sementara Gérard de Nerval berjalan sambil mengoceh untuk menyembuhkan melankolisnya. Jean-Jacques Rousseau berjalan untuk berfikir, sedang Nietzsche berjalan menyusuri gunung mencari ide menulis.

Untuk beberapa tokoh, jalan kaki itu tidak mesti keluar rumah atau berkeliling seluruh penjuru kota. Mark Twain juga banyak berjalan walaupun gerak jalannya itu hanya mondar-mandir di dalam rumah. Dia berjalan selagi bekerja, "Kadang-kadang saat mendiktekan, ayah berjalan mondar-mandir... lalu sepertinya ada jiwa baru yang terbang memasuki ruangan," kata anak Mark.

Begitupun dengan Charles Darwin. Dia memiliki jalan kerikil dipasang di sekeliling rumahnya. Dia akan mengelilingi trek itu saat sedang memikirkan masalah. Dia akan berhenti saat solusi sudah ditemukan. Kebiasaan orang-orang hebat ini yang memunculkan anggapan bahwa saat mengerjakan tugas yang membutuhkan imajinasi, berjalan kaki lebih bisa membantu orang berpikir kreatif dibandingkan hanya duduk saja.

Keakraban Jalan Kaki dan Kreativitas

Jalan kaki dihubungkan dengan munculnya kreativitas. Penelitian dari Universitas Stanford mendukung hubungan jalan kaki dengan munculnya ide-ide kreatif. Studi yang melibatkan 176 partisipan ini menemukan berjalan kaki 60% lebih efektif menghasilkan ide kreatif dibandingkan duduk.

Para peneliti mengamati partisipan yang ditempatkan dalam berbagai situasi. Partisipan akan ditempatkan dalam ruangan menghadap dinding kosong sambil berjalan, atau berjalan di atas treadmill. Partisipan juga diamati pada kondisi di luar ruangan, entah berjalan di udara segar atau didorong di jalur yang sama dengan kursi roda.

Salah satu peneliti yang terlibat dalam studi, Daniel L. Schwartz, mengatakan banyak orang percaya bahwa kreativitas adalah sifat tetap, orang dilahirkan dengan itu atau tidak. “Kami menunjukkan cara sederhana untuk meningkatkan kreativitas yang tampaknya berhasil untuk hampir semua orang dalam penelitian ini," katanya.

“Kami tidak mengatakan berjalan dapat mengubah Anda menjadi Michelangelo. Tapi itu bisa membantu Anda pada tahap awal kreativitas. Kita sudah tahu bahwa aktivitas fisik itu penting dan terlalu sering duduk itu tidak sehat,” tambah Marily Oppezzo, peneliti lain dalam studi tersebut.

Dalam studi yang dipublikasikan di American Psychological Association's Journal of Experimental Psychology: Learning, Memory and Cognition ini, peneliti juga mengungkapkan tidak perlu berjalan jauh dengan durasi berjam-jam untuk meningkatkan kreativitas. Sebab studi menemukan, cukup dengan jalan kaki singkat antara 5-16 menit, dampaknya akan terlihat. Itu pun juga tidak harus dilakukan di luar ruangan. Menurut peneliti, kreativitas pun bisa muncul saat seseorang berjalan di dalam ruangan, seperti di atas treadmill atau selasar kantor misalnya.

Meski perkara lokasi jalan kaki yang baik masih menjadi perdebatan. Penelitian dari University of South Carolina menyebut berjalan di antara alam lebih baik dibandingkan berada di dalam ruangan atau lingkungan perkotaan buatan manusia. Berjalan di taman misalnya, memungkinkan pikiran berimajinasi dengan santai dari satu pengalaman indrawi ke pengalaman lainnya. Sementara berjalan kaki di persimpangan yang padat, penuh pejalan kaki, mobil, dan papan reklame bisa mengalihkan perhatian. Meski tidak bisa dipungkiri juga jalan perkotaan menawarkan stimulasi bagi pikiran.

Perjalanan Menuju Jalan Kaki

Memerlukan waktu yang panjang hingga manusia bisa berjalan dengan dua kaki (bipedalisme) seperti saat ini. Dalam jurnal Nature, nenek moyang manusia diduga berjalan dengan dua kaki sekitar tujuh juta tahun yang lalu.

Salah satu teori menyatakan bahwa nenek moyang manusia mulai berjalan dengan dua kaki sebagai bentuk adaptasi. Sebab adaptasi lantaran manusia menghabiskan lebih banyak waktu di tanah. Pemicu adaptasi lainnya berupa perubahan lingkungan yang membuat hutan lebat mulai tergantikan dengan padang rumput yang terbuka.

Profesor penelitian otak eksperimental di Trinity College di Dublin, Shane O'Mara, mengatakan evolusi berjalan pada akhirnya memberikan dampak signifikan bagi manusia. O'Mara berpendapat bahwa berjalan memengaruhi banyak aspek kognisi yang meliputi bagaimana berpikir, bernalar, mengingat, membaca, dan menulis. Secara khusus, ada hubungan vital antara gerakan tubuh dan aliran pemikiran.

“Sejak jaman dahulu, telah diakui bahwa jalan yang baik adalah cara terbaik untuk memikirkan masalah,” katanya.

Ia menyebut pula, jalan kaki dapat menstimulasi, membiarkan pikiran melayang dan mengintegrasikan masa lalu, sekarang, dan masa depan. Perenungan itu akhirnya membuka kemungkinan potensi dan pola pikir baru. Ini terjadi karena saat berjalan, jantung memompa lebih cepat,mengalirkan lebih banyak darah dan oksigen tidak hanya ke otot tetapi ke semua organ, termasuk otak.

Berjalan secara teratur mendorong koneksi baru antara sel-sel otak, mencegah jaringan otak tua karena usia, meningkatkan volume wilayah otak yang penting untuk memori (hippocampus), dan meningkatkan kadar molekul yang merangsang pertumbuhan neuron baru dan mengirimkan pesan di antara mereka. Hal inilah yang pada akhirnya dapat memengaruhi pikiran seseorang.

Peneliti dari University of Melbourne juga menemukan hal serupa. Melalui studi biomekanik mereka mempelajari bagaimana berjalan memengaruhi kinerja tugas kognitif. Mereka menemukan berjalan mengaktifkan pemrosesan perhatian spasial di otak yang memungkin seseorang membuat keputusan cepat dan gerakan tepat di lingkungan yang terus berubah.

Warga Indonesia Paling Malas Jalan Kaki

Warga Indonesia paling malas di dunia dalam urusan jalan kaki. Penelitian dari Stanford University mengungkapkan rata-rata orang Indonesia berjalan kaki hanya 3.513 langkah per hari.

Para peneliti Stanford University menggunakan data menit per menit dari 700.000 orang di seluruh dunia yang menggunakan Argus, aplikasi pemantau aktivitas yang ada di telepon seluler, pada tahun 2022. Hasilnya, mereka menemukan bahwa warga Hong Kong menjadi juara satu dalam daftar penduduk paling rajin berjalan kaki.

Masyarakat Hong Kong rata-rata berjalan kaki 6.880 langkah atau 6 km per hari. Di bawahnya ada China dengan rata-rata masyarakat berjalan kaki 6.189 langkah per hari. Di posisi ketiga ada Ukraina (6.107), keempat Jepang (6.010), dan posisi kelima Rusia (5.969).

Adapun penduduk Indonesia menjadi juara pertama paling malas jalan kaki dengan jumlah 3.513 langkah per hari. Posisi Indonesia bertengger bersama Arab Saudi (3.807), Malaysia (3.963), dan Filipina (4.008). Studi yang diterbitkan di jurnal Nature ini juga menemukan adanya kesenjangan di setiap negara antara penduduk yang paling rajin beraktivitas dan paling mager atau males gerak. Semakin besar kesenjangan di negara tersebut, semakin besar pula taraf obesitas di antara penduduk.

“Swedia misalnya, kesenjangan aktivitas antara si malas dan si rajin di Swedia sangat rendah. Dengan begitu, negara tersebut memiliki tingkat obesitas yang lebih rendah,” kata Tim Althoff, salah satu peneliti dalam studi ini.

Para peneliti terkejut ketika menemukan fakta bahwa kesenjangan aktivitas juga didorong berdasarkan gender. Di negara yang penduduknya paling malas berjalan kaki, perempuan cenderung lebih mager ketimbang laki-laki. Sementara di negara yang rajin berjalan kaki, seperti Jepang, antara perempuan dan laki-laki berjalan kaki dengan jumlah yang sama setiap harinya.

“Ketika kesenjangan aktivitas lebih besar, perempuan cenderung lebih malas melakukan aktivitas ketimbang pria. Karena itu, perempuan lebih banyak mengalami obesitas,” kata Jure Leskovec, salah seorang peneliti di Stanford University.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terkait

Video Terbaru

Berita Lainnya

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Selain Hasto Kristiyanto, KPK Cegah Yasonna Laoly ke Luar Negeri

News
| Kamis, 26 Desember 2024, 00:07 WIB

Advertisement

alt

Waterboom Jogja Kebanjiran Pengunjung di Libur Natal, Wahana Baru Jadi Daya Tarik

Wisata
| Selasa, 24 Desember 2024, 16:27 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement