Advertisement

Fasih Berbahasa Jawa, Warga Diaspora Belanda Sedih Bahasa Kakeknya Sudah Jarang Digunakan

David Kurniawan
Minggu, 29 Juni 2025 - 07:17 WIB
Sunartono
Fasih Berbahasa Jawa, Warga Diaspora Belanda Sedih Bahasa Kakeknya Sudah Jarang Digunakan Sejumlah warga diaspora ikut menari dalam kegiatan Kongres Diaspora Jawa Internasional ke-6 di Bangasal Sewokoprojo. Jumat (13/6/2025).Harian Jogja - David Kurniawan

Advertisement

Harianjogja.com, GUNUNGKIDUL—Kongres Diaspora Jawa Internasional ke-6 digelar di Bangsal Sewokoprojo, Wonosari, Jumat (13/6/2025) lalu. Salah seorang warga keturunan asal Belanda, Hank Dipokromo mengaku heran Bahasa Jawa sudah jarang dipergunakan, khususnya para generasi muda. 

Ada suasana berbeda terlihat di Kompleks Bangsal Sewokoprojo yang dulu sempat menjadi kantor Pemkab Gunungkidul pada Jumat (13/6/2025). Deretan meja bundar dan kursi dipasang memenuhi area bangsal.

Advertisement

Fasilitas ini tidak hanya dipergunakan duduk oleh Bupati Gunungkidul, Endah Subekti Kuntariningsih maupun Wakil Bupati Joko Parwoto dan Anggota Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkompida). Pasalnya, juga ada 53 warga keturunan Jawa yang berasal dari berbagai negara mulai dari Suriname, Belanda, Singapura hingga Thailand ikut menghadiri Kongres Diaspora Jawa Internasional ke-6.

Tepat pukul 10.00 WIB, alunan gending Jawa dilantunkan oleh para penabuh Gamelan. Sejurus kemudian, empat penari perempuan memperlihatkan ketrampilannya menari dengan gemulainya.

BACA JUGA: Tempat Khusus Merokok di Malioboro Tak Memenuhi Syarat, Ini Penjelasan Dinkes Jogja

Di saat tarian masih berlangsung, sejumlah anggota diaspora ikut menari mengikuti tabuhan gamelan yang dimainkan. Tak hanya itu, Bupati dan Wakil Bupati Gunungkidul juga unjuk kebolehan dalam Kemahiran menari.

Setelah acara menari selesai dilanjutkan sejumlah sambutan bersamaan dengan acara ramah Tamah. “Saya senang bisa mengikuti acara diaspora Jawa karena memang warga keturunan. Kakek Buyut saya merupakan warga Suriname, tapi di usia 18 tahun pindah ke Belanda dan menjadi warga negara di sana,” kata Hank Dipokromo, salah seorang anggota konggres kepada wartawan di Bangsal Sewokoprojo, Jumat siang.

Ia mengaku mengenal Bahasa Jawa saat berdikusi pada saat masih muda terkait dengan asal usul. Perdebatan muncul karena ada yang berkata dirinya bukan merupakan warga Belanda asli.

Hal ini terlihat dari warna kulit yang cenderung sawo matang. Sedangkan, warga Belanda asli berkulit putih. “Disinilah saya mulai berpikir dan ternyata benar dan setelah ditelusuri kakek buyut saya berasal dari Jawa. Tepatnya, Kota Solo yang terpaksa pindah ke Suriname di 1890 lalu,” ungkapnya.

Setelah mengetahui riwayat asal usul leluhurnya, Hank membulatkan tekat untuk mempelajari Bahasa nenek moyangnya, yakni Bahasa Jawa. Berbekal pengetahuan dari pelajaran di jalanan, ia pun mengasah kemampuan dengan kursus sehingga mahir berbahasa Jawa sampai sekarang.

Ia pun memberanikan diri untuk mengunjungi tempat kelahiran leluhurnya di Kota Solo. Kedatangannya ke Indonesia berlangsung pada 1980 lalu. Saat itu, ia langsung terbang dari Belanda menuju ke Jakarta. Meski demikian, saat tiba pertama kali tidak sesuai dengan yang diharapkan.

Bangga Saat di Jogja

Setelah keluar dari bandara, Hank dengan percaya diri mempraktikkan kemampuan Bahasa Jawa. Namun, yang ditemui tidak berbahasa Jawa karena menggunakan percakapan Bahasa Indonesia.

“Saya kira Jakarta pakai Bahasa Jawa, ternyata tidak. Saya bingung karena tidak bisa pakai Bahasa Indonesia dan akhirnya diberitahu kalau Jawa ada di Yogyakarta atau Jawa Tengah,” katanya.

Berbekal pengetahuan ini, ia pun langsung menuju Yogyakarta. Sesampainya di Maliboro dan menyusuri kawasan tersebut, rasa bangga muncul karena akhirnya bisa berkomunikasi dan mengunjungi tempat kelahiran nenek moyang serta asal usul Bahasa Jawa.

“Bicara dengan yang lewat Malioboro menggunakan Bahasa Jawa. Saya senang karena bisa datang ke tempat asal usul Bahasa ini,” katanya.

Meski demikian, ia saat sekarang mengaku prihatin karena saat sekarang pemakaian Bahasa Jawa sudah jarang. Berbeda dengan saat menginjakan kaki di Malioboro pertama kali, saat ini kebanyakan memakai Bahasa Indonesia.

BACA JUGA: Prakiraan Cuaca Hari Ini Minggu 29 Juni 2025: DIY Hujan Ringan

“Anak saya juga sama. Kalau saya ngomong Jawa dijawab menggunakan Bahasa Belanda. Ternyata di tempat asal usulnya juga, karena anak-anak muda lebih sering menggunakan Bahasa Indonesia,” katanya.

Hank berharap keberadaan Bahasa Jawa harus terus dilestarikan. Ia takut lima puluh tahun ke depan akan kehilangan Bahasa ini. “Kalau seperti itu benar yang dikatakan wong Jowo ilang Jawane,” katanya.

Diharapkan dengan Kongres Diaspora Jawa Internasional tidak hanya sebagai ajang memperkuat tali silahturahmi. Namun, juga sebagai upaya pelestarian dan melindungi Bahasa Jawa. “Saya senang karena rutin ikut acara seperti ini,” katanya.

Warga Belanda lainnya, Jakiem Asmowidjojo mengaku lahir di Suriname dan saat ini tinggal di Belanda selama 50 tahun. Dirinya mengaku senang bisa kembali ke Indonesia terutama di wilayah Jawa.

Kakeknya merupakan kelahiran di Blitar, Jawa Timur yang tinggal di Suriname. Ia mengaku sudah 15 kali ke Jawa tetapi dirinya belum pernah ketemu keluarga kakeknya di Blitar meski pernah melakukan penelusuran.

“Senang bisa kembali ke tempat kelahiran simbah,” kata dia dalam bahasa jawa Ngoko.

Perkuat Persaudaraan

Bupati Gunungkidul Endah Subekti Kuntariningsih mengatakan, Kongres Diaspora Jawa Internaional, tidak hanya memperkuat tali persaudaraan. Pasalnya, juga membuka kesempatan untuk menjalin kerja sama dengan para diaspora yang ada diberbagai negara.

Salah satunya, kerja sama dalam bidang pemasaran produk UMKM Kabupaten Gunungkidul. “Kita kenalkan produk-produk UMKM miilik waraga. Alhamdulillah mereka tertarik membeli produk UMKM kita. Maka dari itu agar ada tindak lanjut menjual produk UMKM kita, dengan chanel yang sudah dibangun lewat diaspora ini,” kata Endah.

Menurut dia, jika kerja sama bisa dilakukan menjadi kesempatan bagi pelaku usaha di Gunungkidul menjual produknya ke luar negeri. Selain itu, juga mengurangi adanya risiko penipuan proses jual beli di luar negeri.

BACA JUGA: Jadwal Terbaru KRL Solo-Jogja 27-30 Juni 2025: Dari Stasiun Palur, Jebres, Balapan, Purwosari hingga Ceper Klaten

Ia mengapresiasi atas dipilihnya Kabupaten Gunungkidul sebagai lokasi gelaran kongres diaspora Internasional. Pasalnya, selama ini kegiatan kongres hanya dilakukan di Keraton Yogyakarta. “Kami berterima kasih kepada KPH Wironegoro yang menunjuk Gunungkidul menjadi tuan rumah, yang selama ini hanya diterima di Keraton saja. Ini tidak lepas dari komitmen kami untuk menjaga budaya, jadi kami diuji coba untuk menjadi tuan rumah,” katanya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Berita Lainnya

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Arab Saudi Klaim Pemulangan Jemaah Haji Indonesia Berjalan Lancar

News
| Minggu, 29 Juni 2025, 09:47 WIB

Advertisement

alt

Insiden Rinjani, Kemenpar Tegaskan Pentingnya SOP Pendakian

Wisata
| Sabtu, 28 Juni 2025, 19:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement