Dina merujuk data Dinas Kesehatan (Dinkes) DIY kasus Leptospirosis hingga Juli 2025 tercatat ada 282 kasus. Kasus Leptospirosis ini tersebar di beberapa kabupaten/ kota di DIY. Kabupaten Bantul tercatat 165 kasus, kemudian di Kabupaten Sleman 53 kasus, lalu, Kabupaten Kulonprogo 32 kasus, Kota Jogja 21 kasus dan Kabupaten Gunungkidul 11 kasus.
Dina menjelaskan Leptospirosis atau penyakit kencing tikus merupakan penyakit infeksi menular yang disebabkan bakteri Leptospira sp. Bakteri tersebut kata Dina masuk dalam kategori bakteri Gram negatif golongan Spirochaeta. Penyakit ini ditularkan melalui hewan perantara (reservoir) tikus, anjing, babi, sapi dan kambing. "Tikus adalah reservoir utama penyakit ini dan bakteri Leptospira sp. disimpan dalam tubulus ginjal tikus dan dikeluarkan melalui urin," jelasnya dalam rilis tertulis yang dibagikan Jumat (8/8/2025).
BACA JUGA: Dinkes Klaim Leptospirosis Sudah Terkendali
Menurut Dina setidaknya ada empat faktor yang mempengaruhi penyebaran Leptospirosis. Faktor pertama adalah lingkungan. Dina menjelaskan faktor curah hujan, sanitasi yang buruk maupun kepadatan populasi tikus bisa berpengaruh pada kasus Leptospirosis.
Sementara faktor kedua yang tidak bisa dilepaskan dalam kasus Leptospirosis adalah individu. Dina menerangkan adanya luka, daya tahan tubuh hingga pekerjaan beresiko sapat mempengaruhi kasus Leptospirosis.
Faktor selanjutnya yaknk sosial ekonomi seperti pemukiman kumuh maupun kurangnya pengetahuan. Terakhir, faktor perilaku seperti tidak menggunakan APD dan pola hidup tidak bersih
Selanjutnya jika sudah terpapar, Dina mengungkapkan gejala yang timbul bisa bervariasi. Namun kata Dina biasamya mirip dengan penyakit infeksi lain seperti demam berdarah, malaria dan penyakit demam akut. Ciri khas Leptospirosis termasuk biphasic, kata Dina artinya ada periode gejala muncul dan dirasakan pasien, tapi kemudian pasien tampak seperti sehat tanpa gejala.
Dina menambahkan jika terjadi infeksi, gejala yang dapat dirasakan seperti tubuh menggigil, batuk, diare, tiba-tiba sakit kepala, demam tinggi, nyeri otot terutama betis, serta hilang nafsu makan.
"Nyeri otot hebat di bagian betis ini sering menjadi pertanda yang jelas dari kondisi terinfeksi Leptospira sp. Kondisi icterus atau mukosa tubuh (kulit, mata) terlihat kuning, merupakan kondisi yang menandakan Leptospirosis berat," ungkapnya.
Lebih lanjut Dina mengatakan jika terkena Leptospirosis, sebaiknya segera memeriksakan diri ke dokter apabila sudsh meminum obat demam, tapi tidak turun atau maksimal 3 hari sakit. Kedua, masyarakat diminta Dina memperbanyak minum air putih untuk mencegah dehidrasi karena demam, dan istirahat yang cukup.
"Minum obat sesuai anjuran dokter. Cek laborat sesuai anjuran dokter. Kenali tanda bahaya Leptospirosis, seperti kulit dan mukosa tubuh kuning, volume urin sedikit/kencing kurang dari 5 kali per hari, nyeri otot hebat di betis/punggung," ujarnya.
Untuk mencegah dan mengatasi kasus Leptospirosis, Dina mengimbau masyarakat untuk menjaga kebersihan lingkungan dan membersihkan sampah rutin. Dina bilang jangan ada tumpukan barang bekas, memastikan saluran air tidak tersumbat agar tidak tergenang.
Selain itu Dina mengingatkan masyarakat untuk menjaga kebersihan diri dengan mencuci tangan dengan sabun, mengenakan alat pelindung diri yang diperlukan, hindari bermain di genangan air.
"Kendalikan populasi tikus dengan menutup makanan di meja, memasang perangkap tikus. Keempat, mengenali gejala Leptospirosis, agar bisa waspada dan mengambil tindakan yang tepat jika gejala ke arah darurat," tegasnya.
Dina menyebut Fakultas Kedokteran Unisa Yogyakarta juga mencoba mengambil peran untuk menangani Leptospirosis. "Jika diperlukan melakukan sosialisasi terkait Leptospirosis. Memberikan bantuan SDM nakes dalam pemeriksaan bakti sosial yang diperlukan," tukasnya. (***)