Advertisement
Kenduri Banyu Udan Dorong Pemanfaatan Air Hujan di Tengah Krisis Air
Advertisement
Harianjogja.com, SLEMAN—Komunitas Banyu Bening menggelar Kenduri Banyu Udan, Selasa (9/9/2025). Melalui kegiatan ini, Komunitas Banyu Bening mendorong pelestarian air untuk mendukung ketahanan pangan di tengah ancaman krisis air akibat perubahan iklim dan aktivitas ekonomi manusia.
Kenduri Banyu Udan ini diawali dengna menuang air hujan yang ditampung ke dalam kendi, kemudian pertunjukan tari Riris Mangenjali, kemudian dilanjutkan dengan doa bersama dan rayahan gunungan yang berisi berbagai hasil bumi.
Advertisement
Ketua Komunitas Banyu Bening, Sri Wahyuningsih, menjelaskan tari Riris Mangenjali merupakan tarian sakral yang hanya ditampilkan dalam kenduri, dibawakan oleh anggota Sanggar Banyu Bening. Riris berarti air hujan, mangenjali berarti memuliakan.
Kemudian pada prosesi menuang air dalam kendi bermakna filosofi air hujan sangat universal, tidak pilih-pilih, semua makhluk diberi hak yang sama, termasuk hewan, tanaman, bahkan makhluk yang tidak bergerak, begitu juga manusia.
BACA JUGA: Warga Seyegan Temukan Arca Saat Memancing
“Ini menunjukkan bahwa air adalah sesuatu yang sangat mendasar, diperlukan dan dibutuhkan oleh seluruh makhluk di semesta ini. Maka, selayaknya kita melestarikannya untuk menjaga keberlangsungan hidup,” ujarnya.
Komunitas Banyu Bening memiliki fokus mengkampanyekan air hujan menjadi solusi air bersih di tengah krisis air dan perubahan iklim. Maka Komunitas Banyu Bening pun memiliki kegiatan menampung air hujan, mengolahnya hingga layak minum dan menabung air dengan menanam vegetasi.
Adapun Kenduri Banyu Udan ini merupakan kegiatan tahunan dalam memperingati Maulid Nabi Muhamamd SAW. Rangkaiannya dimulai pada Minggu (7/9/2025) dengan pagelaran wayang lakon Banyu Urip dan seminar nasional dengan tajuk Banyu Udan Panguripan. Lalu pada hari berikutnya dilanjutkan dengan khataman Quran dan sholawat. Rangkaian ditutup dengan Kenduri Banyu Udan.
Hadir mewakili GKR Hemas, GKR Bendara, menuturkan gerakan oleh Komunitas Banyu Bening dengan memanfaatkan air hujan ini harus terus digaungkan agar lebih banyak masyarakat yang mencontohnya. “Krisis air bersih adalah kenyataan yang kita hadapi sekarang. Di sini kita dituntut untuk lebih bijak mengelola sumber daya yang diberikan Tuhan kepada kita,” kata dia.
Berdasarkan data Dewan Air Nasional, 70% kebutuhan air bersih masyarakat dan 90% kebutuhan air untuk industri masih dipenuhi dari air tanah. Eksploitasi air tanah berlebihan menyebabkan berbagai dampak negative seperti turunnnya muka air tanah hingga krisis air yang sudah terjadi di beberapa daerah.
Kelestarian air merupakan unsur penting dalam ketahanan pangan, namun kurang menjadi perhatian. “Kalau membahas ketahanan pangan kita hanya membahas bibit sayuran, padi, cabe dan sebagainya. Tapi kita lupa bahwa semuanya butuh air,” ungkapnya.
Kepala Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Serayu-Opak, Maryadi Utama, mengatakan selain untuk pasokan air bersih, penampungan air hujan juga bermanfaat untuk pengendalian banjir. BBWS Serayu-Opak pun mengelola dua tampungan air hujan.
“Penampungan air hujan juga dilakukan di beberapa daerah oleh komunitas dari Padang, Palembang, Bali dan Wonogiri yang susah mendapatkan air. Maka kami sangat mendukung dan mengapresiasi penampungan air hujan oleh Komunitas Banyu Bening. Mudah-mudahan kedepan bisa bersama kami untuk mensosialisasikan hal ini di wilayah kerja kami,” katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
- Pemkab Kulonprogo Beri Bantuan Pedagang Kuliner Pasar Bendungan
- Resmi, Per 1 Januari 2026 TPST Piyungan Tidak Akan Terima Sampah
- Kasus Kecelakaan di Bantul Masuk Tiga Besar Nasional, Dishub Lakukan Ini
- Jenazah di Pantai Krakal Gunungkidul Identik dengan Korban Azka Nurfadillah
- BPK Temukan Penerima Bansos di Kulonprogo Terindikasi Bermain Judol
Advertisement
Advertisement