Advertisement
Pajak BPHTB di Gunungkidul Belum Optimal, Transaksi Tanah Masih Minim

Advertisement
Harianjogja.com, GUNUNGKIDUL—Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) Gunungkidul menargetkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) sebesar Rp10 miliar di 2025. Namun, hingga akhir September realisasi dari pendapatan ini baru sebesar Rp4,7 miliar.
Kepala BKAD Gunungkidul, Putro Sapto Wahyono mengatakan, salah satu sumber PAD adalah pajak BPHTB atas transaksi jual beli tanah maupun bangunan di masyarakat. Diharapkan pendapatan dari sektor ini bisa terus ditingkatkan karena menjadi salah satu pemasukan yang dimiliki pemkab.
Advertisement
“Targetnya tidak beda jauh dengan tahun-tahun sebelumnya, yakni di kisaran Rp10 miliar dalam setahun,” kata Putro saat dihubungi, Rabu (24/9/2025).
Meski demikian, ia tidak menampik pendapatan dari BPHTB belum optimal. Pasalnya, dari target yang ada baru terealisasi sekitar Rp4,7 miliar.
Menurut dia, masih kecilnya pendapatan di sektor ini karena sangat dipengaruhi adanya transaksi jual beli tanah dan bangunan di masyarakat. Hingga sekarang, kata Putro, transaksinya masih tergolong kecil sehingga berpengaruh terhadap capaian pendapatan yang menjadi target.
“Apapun itu, kami tetap berupaya agar capaian PAD dari pajak BPHTB bisa dioptimalkan,” katanya.
Kepala Bidang Penagihan Pelayanan dan Pengendalian, BKAD Gunungkidul, Eli Martono mengatakan, akan terus berupaya memaksimalkan pendapatan dari pajak BPHTB. Adapun pelaksanaan penarikan mengacu pada Perda No.9/2023 tentang Pajak dan Retribusi Daerah.
BACA JUGA: Dosen UPY Hibahkan 2 Mesin Rajang Singkong di Gunungkidul
Pelaksanaan penarikan juga diperkuat dalam Peraturan Bupati No.12/2024 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah. “Ada yang mengatur tentang masalah pajak BPHTB,” katanya.
Menurut dia, untuk besaran pajak ini disesuaikan dengan nominal transaksi tanah dan bangunan. Adapun besaran yang terkena pajak sebesar 5% dari nilai transaksi yang ada.
“Jadi setiap objek nilai pajak BPHTB tidak sama karena disesuaikan dengan harga dalam bertransaksi,” katanya.
Disinggung mengenai upaya optimalisasi pajak ini, Eli mengakui telah menyiapkan beberapa langkah. Salah satunya untuk melakukan pencermatan terhadap pelaporan pajak BPHTB.
Terlebih lagi, kata dia, didalam proses pelaporan bersifat self assessment atau wajib oajak menghitung, melaporkan dan membayar sendiri. “Makanya butuh pencermatan, misalnya harga yang ditetapkan masuk dalam kewajaran atau tidak,” katanya.
Di sisi lain, juga ada upaya turun ke lapangan untuk penelitian terhadap Surat Setoran Pajak Daerah (SSPD) BPHTB. “Blangko ini juga berfungsi sebagai surat pemberitahuan objek pajak, makanya butuh dicermati agar pendapatan di sektor ini bisa dioptimalkan,” katanya. (David Kurniawan)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement

DPR: Kementerian BUMN Akan Berubah Jadi Badan Penyelenggara
Advertisement

Kemenpar Promosikan Wisata Bahari Raja Ampat ke Amerika dan Eropa
Advertisement
Berita Populer
- Langgar Peraturan Keimigrasian, Empat WNA di DIY Dideportasi
- Direktur RSPS Bantul Masih Temui Masyarakat Bingung soal Biaya Korban Kecelakaan
- Massa Lintas Komunitas Datangi Polda DIY, Dukung Ciptakan Jogja Aman
- 7 Calon PPPK Paruh Waktu di Gunungkidul Dinyatakan Mundur
- Danais Rp1 Triliun Disahkan, Bukti Prabowo dan Gerindra Dukung Keistimewaan DIY
Advertisement
Advertisement