Advertisement
Panewu Girimulyo Minta Pemilik Lahan Terapkan Terasering

Advertisement
Harianjogja.com, KULONPROGO—Keluhan warga terkait aktivitas pertambangan tanah uruk di Padukuhan Grigak, Kalurahan Giripurwo, Kapanewon Girimulyo, Kulonprogo, telah menemui titik terang.
Panewu Girimulyo, R. Sukirno, sudah menindaklanjuti keluhan tersebut. Menurutnya, pertambangan tersebut memiliki izin resmi, dan saat ini sudah tidak ada aktivitas lagi.
Advertisement
Areal pertambangan seluas 2 hektare tersebut sudah didatangi Sukirno bersama Forum Koordinasi Pimpinan Kapanewon (Forkopimkap) Girimulyo. Di lokasi, hanya ditemukan berupa reklamasi atau bekas pertambangan yang belum terurus. Peninjauan langsung tersebut dilakukan pada Senin (20/10/2025).
“Oleh sebab itu kami menyarankan terkait reklamasi itu tebingnya dibuat seaman mungkin dengan model terasering agar bisa menahan saat hujan lebat,” katanya saat dihubungi, Selasa (21/10/2025).
BACA JUGA
Sukirno menjelaskan, reklamasi sudah disepakati sejak awal pengurusan perizinan.
“Sudah disepakati seperti itu, di awal izinnya reklamasinya untuk pembuatan agro atau pembibitan tumbuhan,” tambah Sukirno.
Kehadiran Forkopimkap adalah untuk memastikan agar lahan yang dianggap membahayakan itu dapat direklamasi sebagaimana mestinya.
“Kami sudah ke sana dan pemilik lahan sudah diminta agar segera melakukan reklamasi yang tentunya tidak mengancam permukiman warga seperti misalnya longsor,” jelasnya.
Sukirno menuturkan, sebelum dijadikan tempat pertambangan, area tersebut hanya berupa perbukitan.
“Kami berupaya untuk melakukan pembinaan pemilik lahan pertambangan agar dipastikan reklamasi tetap memperhatikan tebing yang dianggap curam dengan terasering,” tuturnya.
Dia menyampaikan, permasalahan perluasan dengan pihak lain tidak diketahui Forkopimkap. Namun, dari informasi yang diterima Sukirno, di awal sudah ada kesepakatan perluasan pertambangan antara penambang dan warga setempat.
Keluhan Warga Terkait Tebing Curam dan Jarak Bangunan
Sebelumnya diberitakan, warga RT 19 Grigak mengeluhkan aktivitas tambang karena adanya alat berat untuk pengerukan tanah. Pasalnya, warga khawatir aktivitas tersebut menimbulkan bencana longsor karena tebingnya menjadi curam. Setiap hari, kecuali saat hujan, terlihat alat berat menggali tanah dan truk lalu-lalang mengangkut tanah.
Bangunan yang menjadi batas terakhir terancam longsor lantaran hanya berjarak satu meter dari tebing curam hasil galian sedalam 10 meter.
“Bangunan terakhir rumah singgah dan pengelolaan, buat pembelajaran masyarakat, sama ada kandang dulunya kandang ternak. Tanpa ada sosialisasi, tiba-tiba terhimpit. Kita dikasih tahu sudah terhimpit tinggal satu meter, langsung ke bawah tegak lurus sekitar 10 meter,” ujar salah satu pemilik lahan di RT 19, Munjid Alamsyah dan Tri Wanto.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement

CR450, Kereta Tercepat China, Pacu 453 km/jam & Pecahkan Rekor!
Advertisement

Desa Wisata Adat Osing Kemiren Banyuwangi Masuk Jaringan Terbaik Dunia
Advertisement
Berita Populer
- Tarif Rp70.000, Ini Jadwal Bus DAMRI Jogja-Semarang PP
- Pengolahan Sampah Menjadi Energi Listrik Dibutuhkan Untuk Atasi TPA
- Ribuan Titik Jalan di Bantul Masih Gelap Rawan Kecelakaan
- Buruh Jogja Beri Rapor Merah Setahun Kinerja Prabowo-Gibran
- Jalur dan Rute Trans Jogja ke Prambanan, Goden, hingga Bantul
Advertisement
Advertisement