Advertisement
Sleman Siapkan Data UMK 2026, Tunggu Regulasi Pusat
Advertisement
Harianjogja.com, SLEMAN—Pemkab Sleman menyiapkan data KHL, inflasi, dan harga bahan pokok untuk menghitung UMK 2026, sambil menunggu terbitnya peraturan menteri dari Kemenaker.
Kepala Bidang Hubungan Industrial Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Sleman, Cicilia Lusiani, mengatakan pihaknya telah mengantongi hasil survei komponen Kebutuhan Hidup Layak (KHL). Data lainnya adalah inflasi dari BPS Sleman periode Januari–Oktober 2025 dan harga rata-rata bahan pokok di sejumlah pasar.
Advertisement
“Jika Kemenaker sudah mengeluarkan peraturan menteri dan membutuhkan data-data itu, kami sudah siap. Tinggal kami masukkan ke dalam rumus,” kata Lusiani di kantornya, Senin (24/11/2025).
Berdasarkan pengalaman tahun-tahun sebelumnya, UMK tahun depan diperkirakan akan naik. Meski demikian, besaran kenaikannya belum dapat dipastikan.
BACA JUGA
Merujuk pada Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 16 Tahun 2024, formula penghitungan UMK adalah UMK tahun berjalan = UMK tahun sebelumnya + Nilai Kenaikan UMK tahun berjalan.
Nilai kenaikannya ditetapkan sebesar 6,5% dari UMK tahun sebelumnya, dengan mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan indeks tertentu. Jika formula ini tidak berubah, hasil survei KHL 2025 yang dilakukan Disnaker Sleman kemungkinan tidak akan digunakan.
“Pemerintah Pusat menggunakan acuan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) dari BPS. Harapannya, data itu dapat merepresentasikan tingkat konsumsi masyarakat,” ujarnya.
Lusiani menilai hasil survei BPS merupakan yang paling valid karena cakupan respondennya luas dan tidak membedakan kelompok, sehingga mampu merepresentasikan kondisi seluruh masyarakat, bukan hanya buruh dan pekerja.
Lebih lanjut, Lusiani berharap kenaikan UMK dapat mendorong aktivitas ekonomi yang berujung pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dia tidak menampik kondisi perekonomian makro yang sedang lesu, sehingga perhatian juga perlu diberikan kepada dunia usaha.
“Jika UMK tinggi, tetapi perusahaan tidak mampu beroperasi, justru dapat memicu Pemutusan Hubungan Kerja [PHK],” tuturnya.
Dia menekankan pentingnya peran Pemerintah Pusat dalam memberikan insentif agar perusahaan memiliki ruang untuk berkembang. Perusahaan yang berkembang dapat meningkatkan profit, sehingga kenaikan biaya operasional tidak menjadi beban yang memberatkan.
Lusiani mengkhawatirkan masalah ketenagakerjaan akan semakin kompleks jika pemerintah tidak turun tangan melalui program-program strategis yang menyeluruh, dari hulu ke hilir.
“Saya sendiri juga menunggu insentif untuk perusahaan dari Pemerintah. Jika biaya perusahaan naik dan tidak diimbangi peningkatan profit, bisa muncul penundaan pembayaran upah, kebangkrutan, hingga PHK. Berbagai masalah dapat timbul,” pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Bareskrim Ungkap Kurir Buang 207 Ribu Ekstasi ke Jurang Tol Sumatra
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
Advertisement
Advertisement




