Advertisement

Kekerasan Perempuan di Bantul Meningkat, Ini Akar Masalahnya

Yosef Leon
Kamis, 27 November 2025 - 22:07 WIB
Maya Herawati
Kekerasan Perempuan di Bantul Meningkat, Ini Akar Masalahnya Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) - ilustrasi - Freepik

Advertisement

Harianjogja.com, BANTUL—Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Bantul menyebut lonjakan kekerasan terhadap perempuan bukan sekadar kasus per kasus, melainkan akibat struktur sosial yang sejak lama menempatkan perempuan pada posisi rentan.

Kepala DP3AP2KB Bantul Ninik Istitarini menjelaskan bahwa fenomena kekerasan terhadap perempuan tidak muncul dalam ruang hampa, tetapi lahir dari struktur sosial yang sejak lama menempatkan perempuan pada posisi rentan.

Advertisement

“Kekerasan terjadi akibat ketidakadilan gender dan penyalahgunaan wewenang, serta pergeseran relasi kuasa yang tidak seimbang. Ada konstruksi gender yang menempatkan perempuan lebih rentan,” ujarnya dalam agenda Peringatan 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan di kompleks perkantoran Pemkab Bantul, Rabu (26/11/2025).

Ia menambahkan, bahwa konstruksi sosial yang memberi keleluasaan lebih pada laki-laki turut memperkuat ketimpangan tersebut. “Ada ketimpangan laki-laki dan perempuan, kemudian menetapkan perempuan menjadi rentan terhadap kekerasan,” katanya.

Dari data UPTD PPA Bantul, pada 2024 terdapat 209 kasus kekerasan yang terdiri dari 112 kasus perempuan dan 97 kasus pada anak. Sementara hingga Oktober 2025, lembaga itu telah menerima 194 laporan dengan 96 kasus perempuan dan 98 kasus anak.

Jika dirinci berdasarkan jenisnya, kasus tersebut meliputi kekerasan fisik (39 kasus), psikis (74), perkosaan (1), pelecehan seksual (24), pencabulan (27), penelantaran (13), perdagangan orang (1), kekerasan berbasis gender online (8), perebutan hak asuh anak (6), serta beberapa kasus perundungan lainnya.

Menurut Ninik, angka kekerasan yang masih tinggi tidak lepas dari faktor struktural dan kultural. Budaya patriarki, ketergantungan ekonomi korban, hingga pola asuh keluarga yang bermasalah menjadi faktor dominan. Pun demikian dengan perkembangan teknologi yang juga membawa dimensi baru dalam fenomena kekerasan.

“Teknologi dan akses internet menciptakan ruang baru bagi kekerasan, seperti pelecehan dan eksploitasi seksual daring," katanya.

Pemerintah Kabupaten Bantul, kata Ninik, terus memperkuat sistem perlindungan perempuan dan anak melalui peningkatan kapasitas petugas, pendampingan penyintas, penguatan sistem pelaporan, serta sosialisasi di sekolah, kalurahan, dan komunitas masyarakat. Upaya tersebut diharapkan mampu menekan angka kekerasan sekaligus mengurangi kesenjangan gender yang menjadi akar persoalan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Berita Lainnya

Advertisement

Harian Jogja

Berita Pilihan

Advertisement

BNPB: 12 Korban Luka akibat Gempa M6,5 di Aceh

BNPB: 12 Korban Luka akibat Gempa M6,5 di Aceh

News
| Kamis, 27 November 2025, 22:37 WIB

Advertisement

Selandia Baru Bangun Wisata Alam yang Sehat dan Inklusif

Selandia Baru Bangun Wisata Alam yang Sehat dan Inklusif

Wisata
| Rabu, 26 November 2025, 16:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement