Advertisement
Wastra Sleman Diusung Jadi Inspirasi Busana Kerja Modern di JFP
JFP 2025 angkat batik dan lurik Sleman sebagai inspirasi busana kerja modern dan dorong keberlanjutan wastra melalui kreativitas desainer muda. - Antara.
Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA—Ketua Harian Dekranasda DIY Gusti Kanjeng Bendara Raden Ayu (GKBRAy) Adipati Paku Alam X mendorong agar desainer muda lebih banyak diberikan ruang untuk karya fesyen. Khususnya untuk pengembangan wastra lokasl seperti batik dan lurik. Ajang JFP 2025 menegaskan batik dan lurik Sleman sebagai inspirasi utama desain busana kerja modern yang kreatif dan tetap fungsional.
GKBRAy Adipati Paku Alam X mengingatkan pentingnya menjaga keberlanjutan wastra sebagai identitas budaya daerah. Ia berharap kegiatan Grand Final Jogja Fashion Parade (JFP) – Fashion Design Competition Batik dan Lurik Sleman 2025 tidak hanya berhenti sampai di pengumuman. Namun memberikan ruang kepada desainer muda agar lebih kreatif dan memiliki semangat karyanya bisa laku.
Advertisement
"Monggo [mari] kita sama-sama untuk melakukan kegiatan mendunia, tingkatkan semangat. Jadikan acara ini menjadi langkah awal Jogja kota fashion dunia," katanya, Rabu (10/12/2025).
Kegiatan itu diikuti sebanyak 15 semifinalis terbaik dari total 526 pendaftar dari seluruh Indonesia. Mereka tampil membawakan rancangan busana kerja modern dengan bahan utama batik dan lurik sleman.
BACA JUGA
"Para peserta selain dari Sleman juga berasal dari berbagai kota di Indonesia, jadi ini sudah di atas target sebenarnya. Karya mereka bagus-bagus," kata Direktur Asmat Pro Nyudi Dwijo Susilo yang juga anggota Dekranasda Sleman.
Tahap penjurian dilakukan oleh tiga praktisi mode nasional yaitu Afif Syakur, Phillip Iswardono dan Wiwid Hosanna. Ketiganya menilai kreativitas desain, teknik konstruksi, dan pemanfaatan batik dan lurik sebagai busana kerja yang aplikatif dan elegan.
Ajang ini memang didesain untuk memunculkan karya-karya fesyen dengan tampilan yang tidak biasa. Kreativitas para perancang dianggap tidak boleh dibatasi oleh anggapan bahwa pakaian kerja harus selalu konservatif.
"Kami ingin mematahkan anggapan bahwa ora kerja, apa bisa dipakai untuk kerja. Kalau kita selalu berpikir seperti itu, kita mematikan kreativitas fashion designer untuk berkarya," ujarnya.
Ia menambahkan bahwa passion dan ekspresi melalui busana kini terbuka untuk siapa saja. Menurutnya, sejumlah karya yang ditampilkan tetap masuk kategori wearable, meskipun memiliki detail unik. Busana tersebut bahkan dinilai tetap cocok dipakai oleh para pekerja profesional, terutama yang tidak banyak melakukan aktivitas fisik.
"Ini masih bisa dipakai oleh beberapa teman-teman profesional yang bekerja di hotel ataupun di public area, misalnya di customer service atau front office. Jadi kalau nanti ada tanggapan bahwa busana seperti ini susah dipakai, menurut saya itu terlalu sempit, karena kreativitas tidak bisa dibatasi," jelasnya.
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Mae Rusmi mengatakan melalui program ini, pemanfaatan batik dan lurik Sleman diharapkan semakin meluas, terutama sebagai alternatif busana kerja modern di berbagai instansi.
Adapun pemenang kompetisi, untuk Harapan 3 diraih Human Jasir asal Jambi, Harapan 2 Lu’lu’ul Nabilah dari Purwakarta dan Harapan 1 oleh Sauma Syaqiyyatul Jannah dari Semarang. Kemudian kategori juara utama Nabila Bunga dari Malang menjadi Juara 3, Tiara Yusita Wijayanti dari Sleman meraih Juara 2 dan Siswanti dari Purbalingga berhasil menjadi Juara 1.
"JFP Fashion Design Competition diharapkan dapat terus memperkuat ekosistem industri fashion berbasis wastra nusantara, dan berharap batik dan lurik semakin dikenal secara nasional serta menjadi inspirasi bagi para desainer muda di Indonesia," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Antara
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Kuota 33 Ribu, Menhub Imbau Warga Daftar Mudik Gratis Nataru
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
Advertisement
Advertisement




