Advertisement
Penetapan UMK Gunungkidul 2026 Molor, Pemkab Tunggu Aturan Pusat
Tenaga Kerja. / Freepik
Advertisement
Harianjogja.com, GUNUNGKIDUL—Penetapan Upah Minimum Kabupaten (UMK) Gunungkidul 2026 dipastikan terlambat karena regulasi resmi dari Pemerintah Pusat belum diterbitkan sebagai pedoman upah.
Kepala Bidang Tenaga Kerja, Dinas Perindustrian, Koperasi, UKM, dan Tenaga Kerja (DisperinkopUKM Naker) Gunungkidul, Nanang Putranto, menyatakan pihaknya masih menunggu regulasi dari Pemerintah Pusat.
Advertisement
"Sebenarnya kami sudah menggelar sekali rapat untuk pembahasan di 20 Oktober lalu. Tapi, berhubung belum adanya aturan dari Pemerintah Pusat, maka belum ada tindak lanjutnya hingga sekarang," kata Nanang pada Selasa (9/12/2025).
Nanang menegaskan, molornya penetapan UMK 2026 ini berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, di mana besaran upah biasanya sudah ditetapkan pada November. Namun, hingga Desember ini, kepastian regulasi dari pusat belum juga muncul.
BACA JUGA
"Memang molor karena aturan dari Pemerintah Pusat sebagai pedoman untuk pembahasan belum ada. Jadi, kami posisinya masih menunggu dan kalau aturan sudah turun, maka akan ditindaklanjuti untuk pembahasan," jelasnya.
Molornya penetapan ini menuai keprihatinan dari kalangan pekerja. Sekretaris Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) AGN-ATUC Gunungkidul, Agus Budi Santoso, mendesak Pemerintah Pusat agar segera menerbitkan aturan yang dijadikan pedoman pembahasan upah di daerah.
"Sudah molor dari biasanya dan ini sangat memprihatinkan sekali," ujar Agus.
Usulan Kenaikan Upah oleh Serikat Pekerja
Terkait besaran upah, KSPSI Gunungkidul mengusulkan agar UMK 2026 dapat dinaikkan sebesar 8,5%. Angka ini dianggap wajar mengingat berbagai kebutuhan pokok terpantau terus mengalami kenaikan.
"Kami mengusulkan agar UMK bisa naik dari Rp2,3 juta menjadi Rp2,53 juta di tahun depan," kata Agus.
Usulan tersebut didasarkan pada hasil rutin survei Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yang telah dilaksanakan sebanyak sepuluh kali sepanjang tahun 2025. Survei KHL tersebut berlokasi di tiga pasar terbesar di Gunungkidul, yaitu:
- Pasar Argosari, Wonosari
- Pasar Playen, Playen
- Pasar Semin, Kapanewon Semin
Menurut Agus, survei dilaksanakan sekali dalam setiap bulan pada minggu ketiga, dengan mendatangi minimal 12 pedagang di pasar untuk menanyakan harga 68 item barang yang termasuk dalam komponen KHL.
"Setelah kami hitung berdasarkan hasil survei tersebut, diketahui angka hidup layak di Gunungkidul mencapai Rp3,2 juta per bulannya, tapi untuk penetapan UMK tidak kami usulkan sama karena jelas tidak memungkinkan," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Advertisement
Wisata Bali Utara, Gerbang Handara Semakin Diminati Turis Mancanegara
Advertisement
Berita Populer
Advertisement
Advertisement




