Advertisement
Pameran Salam dan Bahagia Satukan Seniman Lintas Generasi di Jogja
Pameran seni rupa bertajuk Salam dan Bahagia3 digelar di Gedung Saraswati, Kompleks Museum Sonobudoyo Jogja pada 22-30 Desember 2025. - Istimewa.
Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA—Pameran seni rupa bertajuk Salam dan Bahagia#3 digelar di Gedung Saraswati, Kompleks Museum Sonobudoyo Jogja pada 22-30 Desember 2025. Pameran ini mempertemukan seniman dari berbagai latar belakang, mulai dari mahasiswa aktif, alumni, dosen, widyaiswara, hingga para pensiunan. Menghadirkan karya seniman dari berbagai daerah di Indonesia, termasuk Kalimantan, Papua, dan Sumatera.
Ketua Panitia FX Supriyono menjelaskan pameran Salam dan Bahagia#3 ini merupakan agenda rutin dua tahun sekali, namun mendapat respons luar biasa sehingga ke depan diupayakan dapat digelar setiap tahun. Peserta yang terlibat bukan hanya dari Jawa, namun dari berbagai kota di Inonesia.
Advertisement
Menariknya, pameran tidak membatasi tema karya secara ketat. Sesuai tema dimaknai sebagai semangat saling menyapa, berbagi kebahagiaan, serta membuka ruang dialog antar generasi.
“Ini benar-benar lintas generasi. Dari angkatan pertama sejak berdirinya SMSR sampai yang paling muda ada di sini. Pameran ini juga melibatkan sejumlah seniman nasional, di antaranya Nasirun, yang turut memamerkan karya. Bahkan, salah satu karya yang ditampilkan merupakan karya seniman yang telah wafat, dibuat sebelum meninggal dunia dan kini dipamerkan," ujarnya, Senin.
BACA JUGA
Kurator Pameran, Ki Hajar Pamadhi, menambahkan meskipun mengusung tajuk yang sama, edisi ketiga ini menawarkan harapan dan tafsir yang berbeda. Karya yang dipamerkan telah melalui proses seleksi ketat dengan penekanan pada keselarasan antara gagasan, ekspresi, dan pencapaian estetik. Di mana para seniman tidak sekadar menampilkan objek secara kasat mata, tetapi berusaha menghadirkan makna yang lebih dalam dari apa yang tampak.
Menurutnya, Salam dan Bahagia sarat nilai filosofis, sebagaimana diajarkan pendiri Tamansiswa, Ki Hajar Dewantara. Salam dimaknai sebagai doa keselamatan dan kedamaian, sementara bahagia berkaitan dengan kesejahteraan batin serta emosi positif manusia.
“Ucapan salam dan bahagia bukan basa-basi, tetapi afirmasi positif yang dapat memengaruhi kondisi psikologis individu dan hubungan sosial. Nilai ini kemudian diterjemahkan para seniman menjadi karya seni,” katanya.
Secara kuratorial terdapat empat pola representasi dalam pameran ini. Salah satunya adalah Salam dan Bahagia sebagai objek formal, di mana seniman berupaya mengungkapkan rasa terdalam melalui bentuk dan warna. Prinsip Tamansiswa ambuka raras mangesti wiji menjadi landasan dalam proses kreatif tersebut.
“Bagi seniman, karya adalah refleksi batin. Kebahagiaan tidak selalu ditampilkan sebagai keceriaan semata, tetapi juga menyertakan refleksi tentang kesedihan, harapan, dan pengalaman hidup,” ujarnya.
Kolaborasi Seniman
Kepala BBPPMPV Seni dan Budaya Masrukan Budiyanto yang hadir membuka pameran mengatakan kehadiran pameran ini memberikan apresiasi terhadap semangat berkarya generasi muda. Banyak mahasiswa dan perupa muda yang tampil menunjukkan kualitas karya yang dinilai luar biasa dan menjanjikan.
“Dengan pameran ini kita bisa saling melihat dan saling belajar. Dari situ muncul pemahaman bahwa seni lukis dan seni rupa itu terus berkembang. Sebagai pengemban dan pengembang seni, kita harus terus berjalan, terutama agar generasi muda tidak tertinggal dari era sebelumnya,” ujarnya.
Selain sebagai ruang apresiasi, pameran ini juga membuka peluang kolaborasi antara seniman, komunitas seni, dan lembaga pendidikan khususnya BBPPMPV Seni dan Budaya. Ia menegaskan pentingnya kolaborasi sebagai bagian dari upaya peningkatan kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan.
“Dengan kolaborasi bersama seniman, pelaku seni, dan komunitas seni, pelatihan yang kami lakukan bisa benar-benar sesuai dengan kebutuhan di lapangan. Jadi guru dan lulusan SMK tidak berjalan sendiri, tapi memahami bagaimana praktik seni berkembang saat ini,” katanya.
Melalui pameran Salam dan Bahagia#3, seni rupa tidak hanya menjadi medium ekspresi visual, tetapi juga ruang dialog lintas generasi yang menegaskan pentingnya kolaborasi, refleksi batin, dan keberlanjutan ekosistem seni di Yogyakarta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Kemenhub: Bus Cahaya Trans Kecelakaan di Tol Krapyak Tak Laik Jalan
Advertisement
Jepang Naikkan Biaya Visa dan Pajak Turis untuk Atasi Overtourism
Advertisement
Berita Populer
Advertisement
Advertisement



