Advertisement

Kaum Berkebutuhan Khusus Masih Termarjinalkan

Bernadheta Dian Saraswati
Rabu, 07 November 2018 - 12:10 WIB
Laila Rochmatin
Kaum Berkebutuhan Khusus Masih Termarjinalkan ilustrasi difabel. - IST/wikipedia

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA--Kader inklusi di Indonesia mendorong pemerintah mau melibatkan kaum berkebutuhan khusus dalam pengambilan kebijakan serta mengalokasikan anggaran untuk kebutuhannya. Jika semakin termarjinalkan, angka kemiskinan dan kesenjangan bisa semakin tinggi.

Hal tersebut menjadi bahasan utama dalam Temu Nasional Kader Pandu Inklusi Nusantara (Pintar) di Hotel Grand Mercure, Selasa (6/11/2018). Team Leader Program Peduli The Asia Foundation Abdi Suryaningati mengatakan kalangan berkebutuhan khusus yang selama ini termarjinalkan memiliki hak mendapatkan kontrol dan keamanan.

"Jangan sampai ada yang tertinggal dalam pembangunan negara. Dan buatlah mereka menjadi setara dan semartabat," kata Abdi dalam sambutannya.

Advertisement

Pertemuan para kader Pintar ini ingin memberikan ruang bagi mereka untuk saling bertukar pengalaman dalam menghadapi dan memperjuangkan hak kaum berkebutuhan khusus di daerahnya masing-masing. Kegiatan ini diikuti 150 kader dari 75 kabupaten/kota di Indonesia.

Melalui peran para kader tersebut hak dasar kaum berkebutuhan khusus seperti pengakuan negara melalui KTP maupun akta kelahiran menjadi terwujud. Sejak 2017, ada 5.000 kader yang memperjuangkan nasib kaum berkebutuhan khusus. Berkat mereka, saat ini 20.000 orang sudah mendapatkan KTP dan kartu identitas lainnya.

Komisioner Ombudsman Republik Indonesia Ahmad Suhaedy mengatakan alokasi anggaran untuk kaum marjinal sebenarnya sudah tertuang dalam dana alokasi khusus (DAK). Sayangnya, koruptor banyak yang melirik anggaran itu sehingga kaum marjinal termasuk berkebutuhan khusus semakin tak terlayani.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) ada 10.000 kelompok marjinal. Artinya, kata Suhaedy, seperempat masyarakat Indonesia hidup di bawah marjin. Mereka terdiskriminasi, termaljinalisasi, dan mengalami kesenjangan.

Anggaran dana desa memang membantu desa melakukan pembangunan. Namun bagi desa tertinggal, saat akan membangun jalan harus mengeraskan kontur tanah di desanya dulu sampai tiga tahun. Sebaliknya desa lain yang lebih maju sudah menggunakan dana tersebut untuk pengembangan sehingga disini terjadi kesenjangan yang tinggi.

"Kesenjangan Indonesia nomor empat paling parah di Asia. Marjinalisasi bisa mengakibatkan kemiskinan dan kesenjangan meningkat," katanya.

Direktur Pelayanan Sosial Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Bito Wikantosa mengatakan peran kader inklusi sangat membantu pemerintah, salah satunya dalam penggunaan dana desa yang merata dan dinikmati semua kalangan.

"Pada awalnya, anggaran dana desa memang banyak digunakan untuk pembangunan infrastruktur. Namun dari tahun ke tahun anggaran ini harus bisa menyejahterakan seluruh penduduk termasuk berkebutuhan khusus agar mendapat pelayanan yang berkeadilan," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Prabowo Ingin Membangun Koalisi Kuat

News
| Rabu, 24 April 2024, 09:47 WIB

Advertisement

alt

Rekomendasi Menyantap Lezatnya Sup Kacang Merah di Jogja

Wisata
| Sabtu, 20 April 2024, 07:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement